powerpunkAvatar border
TS
powerpunk
Menilai Film Indonesia Dari Jumlah Penontonnya, Berbanding Lurus Dengan Kualitas Kah?

HOT THREAD KE 161
*02 April 2018*







Selamat pagi, siang, sore, petang, dan malam kawan - kawan kaskuser semua yang baik hati. Bertemu kembali di thread sederhana ane.
emoticon-Nyepi




Berbicara mengenai perfilman Indonesia, nampaknya masih jauh jika ingin bisa di bilang sebagai "tuan rumah di negeri sendiri". Musababnya, masyarakat pecinta film masih lebih suka melihat film impor, terlebih film yang berasal dari negeri Paman Sam, di banding dengan produksi anak negeri. Di mata mereka, film produksi Hollywood menjanjikan kualitas maupun ide cerita yang jauh lebih bagus di banding produksi lokal.

Sehingga efeknya, jumlah penonton film barat pun bisa di pastikan jauh lebih banyak jika di banding dengan penonton film Indonesia. Beruntung, dua tahun belakangan ini ada 2 film lokal yang mampu meraih jumlah penonton lebih dari 6 juta penonton yaitu Warkop DKI Reborn Part 1 : Jangkrik Boss dan Dilan 1990. Keduanya juga menjadi film terlaris sepanjang sejarah perfilman tanah air. Dan secara kebetulan, kedua film ini di produksi oleh rumah produksi yang sama, Falcon Pictures. Rumah produksi lokal ini aktif membuat film dalam berbagai genre. Pada awal kehadirannya, 9 dari 10 film yang mereka produksi bahkan merugi karena jumlah penonton yang di bawah harapan. Namun seiring berjalannya waktu, mereka seperti menemukan formula yang bisa menarik minat para penonton untuk datang ke bioskop menikmati suguhan film produksi lokal. Dan kabar baiknya, perolehan jumlah penonton kedua film yang mereka produksi ini bahkan mengungguli jumlah penonton yang menyaksikan film Hollywood populer di Indonesia. Sebut saja film Fast Furious7 dan yang hanya meraup rata - rata 5,7 juta penonton. Sehingga dengan demikian, harapan untuk menjadi " tuan rumah di negeri sendiri" perlahan bisa menjadi kenyataan.

Sebuah pencapaian yang cukup membanggakan dalam dua tahun belakangan. Mengingat sejarah perfilman Indonesia sudah di mulai sejak tahun 1926, namun rekor jumlah penonton terbanyak sepanjang sejarah, dan sekaligus mampu mengungguli jumlah penonton film Hollywood populer baru bisa terpecahkan dua tahun belakangan ini. Apakah ini berarti kebangkitan film tanah air baru saja di mulai? Lalu pertanyaan selanjutnya, apakah standar kesuksesan sebuah film hanya di nilai dari banyaknya jumlah penonton semata?



Pertama.


Penggunaan standar kesuksesan sebuah film dari banyaknya jumlah penonton memang lebih mudah jika di bandingkan dengan standar lainnya. Standar kualitas misalnya. Hal ini karena setiap individu punya standar penilaian yang berbeda - beda. Ada yang menilai dengan obyektif, jika bagus di katakan bagus, jika jelek di katakan jelek. Ada pula yang menilai dengan subyektif. Selain itu, setiap orang juga punya selera masing - masing, dan tak selalu sama.



Kedua.


Jika penilaian sebuah film berdasarkan rating semacam IMDb (Internet Movie Database) maka film Indonesia terlaris sepanjang sejarah (Warkop DKI Reborn Part 1) hanya meraih rating 6,6 dari 10 point (hingga tulisan ini di rilis) yang artinya banyaknya jumlah penonton tak berbanding lurus dengan rating yang di berikan penikmat film. Film terlaris kedua, Dilan 1990 malah mendapatkan rating yang lebih tinggi (7,7 dari 10). Sementara Pengabdi Setan dan Cek Toko Sebelah mendapatkan rating yang sama (8,2) meski perolehan jumlah penontonnya lebih sedikit di banding kedua film sebelumnya. Ini membuktikan tak selamanya film populer bisa memuaskan penontonnya.



Ketiga.


Ada sebuah ungkapan bahwa jika film berkualitas justru tak laku, begitupun sebaliknya. Meski ungkapan ini tak sepenuhnya benar, tapi ini bisa di buktikan dengan banyaknya film produksi lokal yang tayang di berbagai festival film internasional namun ketika di tayangkan di bioskop dalam negeri justru sepi peminat. Sebut saja film "Pintu Terlarang", sebuah film yang di bintangi oleh Marsha Timoty, Ario Bayu dan Fachry Albar yang tampil di beberapa festival film internasional dan bahkan mendapat predikat sebagai satu dari 100 film terbaik dunia versi majalah Sight and Sound Inggris namun ketika tayang di Indonesia tak mendapat respon yang positif.



Keempat.


Lagi - lagi menilai sebuah film tidak hanya dari ide cerita saja, namun masih banyak parameter lainnya. Seperti plot, penokohan, pemilihan karakter, dan masih banyak lagi yang lainnya yang membuat insan perfilman lebih banyak menilai sebuah film bisa di katakan sukses jika mampu mendulang penonton yang banyak. Dan jika suatu film dengan genre tertentu sukses, maka akan banyak film - film lain dengan genre yang sama bermunculan. Meski hasilnya belum tentu sama.




Mengukur keberhasilan sebuah film produksi anak negeri dari banyaknya jumlah penonton memang tak ada salahnya. Ini juga bisa di katakan sebagai sebuah prestasi yang membanggakan. Meski tentu kita berharap para filmmakers Indonesia mampu membuat film yang lebih berkualitas dan tentunya juga di sukai oleh masyarakat kita, lebih - lebih bisa go international. Jika boleh jujur, beberapa tahun belakangan wajah perfilman tanah air bisa di katakan jauh lebih bagus jika di banding beberapa tahun sebelumnya yang lebih di dominasi film horor gaje dan amis.


emoticon-Blue Guy Cendol (L) emoticon-Rate 5 Star
emoticon-Blue Guy Cendol (L) emoticon-Rate 5 Star
emoticon-Blue Guy Cendol (L) emoticon-Rate 5 Star



Disclaimer : Asli tulisan TS
Referensi : Ini, Ini, Ini, dan Ini
Sumur Gambar : Om Google





Diubah oleh powerpunk 02-04-2018 12:01
0
14.2K
96
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan