Kali ilang kedhunge, pasar ilang kumandhange, wong lanang ilang kaprawirane, wong wadon ilang wirange Ian wong Jawa ilang jawane. -Jayabaya-
Ramalan Jangka Jayabaya yang disebutkan di atas mulai menjadi kenyataan apabila melihat realita di zaman sekarang.
Data akurat yang akan dibahas penulis menyebutkan bahwa terdapat kecenderungan Orang Jawa akan punah. Penasaran?
Spoiler for Foto Orang Jawa:
Spoiler for Sumber Data Thread ini:
Sumber data buat thread ini adalah Sensus Penduduk 2010 (SP2010).
Perlu diketahui bahwa data SP2010 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik RI (BPS) adalah data yang paling kaya untuk menggambarkan kondisi penduduk di Indonesia.
Spoiler for Web Sensus Penduduk:
http://sp2010.bps.go.id/
Spoiler for Perbedaan Etnis dan Ras:
Etnis adalah pengakuan seseorang kepada kelompok yang mempunyai karakter inti yang sama. Etnis biasanya memiliki kesamaan leluhur, fisik, sejarah, budaya, bahasa, dan nilai (Baumaan 2004, Radcliffe 2010).
Spoiler for etnis:
Etnis berbeda dengan Ras. Ras berkaitan dengan status yang diberikan saat lahir (ascribed status) berdasarkan ciri fisiknya saja. Ras yang biasa kita kenal yakni Ras Mongoloid, Negroid, dan Kaukasoid.
Spoiler for Ras:
Jadi, simpelnya, etnis bisa berubah tetapi ras tidak bisa berubah. Misalnya, anak hasil perkimpoian silang antara Etnis Jawa dan Minangkabau merasa bingung terhadap etnisnya. Pada masa kanak-kanak anak tersebut merasa sebagai Etnis Jawa, tetapi ketika dewasa anak tersebut ternyata lebih nyaman bila dia disebut orang Minang. Namun, ras anak tersebut adalah ras Mongoloid (ras orang-orang Asia yang berkulit kuning bertubuh pendek).
Spoiler for Cara Mengidentifikasi Etnis:
BPS dalam Sensus Penduduk 2010 menggunakan kuesioner dalam mengidentifikasi Etnis.
Responden dipersilahkan mendefinisikan etnisnya sendiri. Responden memiliki kebebasan dalam menentukan etnis mana dia berasal. Dalam menggali informasi ini, PCL (pewawancara) membimbing responden apabila mengalami kesulitan mengidentifikasi dari etnis mana dia berasal.
Contoh :
Bagus mempunyai ayah beretnis campuran Jawa-Sunda dan mempunyai Ibu bertenis Batak. Bagus lahir dan hidup di Jakarta. Ketika ditanya, Bagus kebingungan dia memiliki Etnis apa. Bagus tidak yakin apakah dia beretnis Jawa, Sunda, Batak, atau bahkan Betawi. Dalam kondisi seperti ini PCL harus melakukan probing (penggalian informasi) seperti.
Menanyakan etnis ayah sampai kakeknya apabila memiliki garis keturunan patrilinear
Menanyakan etnis ibu sampai neneknya apabila memiliki garis keturunan matrilinear
Menanyakan apakah dia menerapkan adat istiadat etnis orang tuanya
Misalkan setelah ditanya, keluarga Bagus menganut garis keturunan Patrilinear. Diketahui pula ayah dan kakek Bagus beretnis Jawa. Ditanya lagi, apakah Bagus melakukan adat istiadat Jawa seperti menggunakan bahasa Jawa ketika berkomunikasi di rumah, dan lain sebagainya. Singkat cerita, Bagus mendefinisikan dirinya sebagai Etnis Jawa.
Spoiler for Contoh Nyata anak-anak seperti Bagus:
Berikut Contoh2 anak anak seperti Bagus
Quote:
Original Posted By CloudyTama►Sama dgn ane berarti. Ayah-ibu ane dua-duanya dari etnis Jawa, tapi ane dari lahir sampe umur 17 tahun, itu ane tinggal di Papua.
Kalo ngomong di rumah juga pake logat Papua ke ortu. Untuk tata krama dan sopan santun, pake adat Jawa. Pas ane kuliah di Surabaya, ane sedikit shock sama budaya di sini karena emang di rumah juga terlalu di berlakukan adat Jawa. Pernah pas ane ngomong suara ane naik sedikit beberapa oktaf. Temen ane udah nyeletuk, "Kamu lagi marah?". Aslinya gak lagi marah padahal...
Yg bikin bingung kalo di tanya temen, "Kamu aslinya mana?", ane jawabnya, "Aslinya orang Jawa sih, tapi kalo dari tabiat dan perilaku lebih mirip orang Papua.".
Entahlah, mungkin ane ini orang Jawa yg Jawanya udah luntur. Ane bahkan ngerasa lebih bangga kalo dibilang orang Papua...
Quote:
Original Posted By jafarali►Kalo Betawi kayanya makin kemari makin banyak yang mengakui diri sebagai orang Betawi
Tapi tempat tinggal orang Betawi malah semakin terpinggir ke daerah pinggir Jakarta, kaya Bekasi ama Depok
Sedang penduduk Jakarta kebanyakan isinya malah pendatang
Ane aja sekarang tinggalnya di Bekasi bukan di Jakarta, padahal ane asli Betawi
Quote:
Original Posted By armanke13►Skrg presidennya masih njowo banget, gan.. hhe.. klo bener, masih lama lah itu punahnya, 😅.
Pembahasannya bagus beud.. pas dg pertanyaan ane sejak dulu sbnrnya ane etnis apa (mirip kasus si Bagus). Bapak Madura (kecil tinggal di Gondanglegi, perkampungan orang Madura di Malang), ibu Jawa (masa kecil di Sidoarjo, kuliah di Malang). Secara kultur terpengaruh urbanisasi kota, ditambah ikut perpindahan dinas bapak berkali-kali. Ane pernah ke Tebing Tinggi Sumatera Utara, Tanjung Karang Bandar Lampung, terakhir balik ke Jawa (Kediri, Bojonegoro, Surabaya, Malang). Ane kadang diejek 'jowo tapi ora njowo' karena kemampuan bahasa jawa yg pasif dan standar ngoko (tapi nek medok yo isih koyok londokampung nang Youtube iku, 😅), tapi gak iso ngromo lan ra cetho karo tradisi2 budaya jowo. Buktine pas mulok (muatan lokal) bahasa daerah pas SMP biyen aku tau entuk elek dijewer guru, 😅 (bosoku dadi campur2 ngene yo, awal2 indonesia onok 'ane'-ne barang, tapi dadi keceplosan njowo, 😅).
Jadi dengan probing diri sendiri, secara pribadi ane memilih identifikasi sebagai etnis Jawa, mengikuti etnis ibu, lebih karena penggunaan bahasa Jawa cukup sering di komunitas (sekolah, kuliah, teman). Walaupun secara faktual bisa dikatakan semi-Jawa dan keluarga tidak terlalu mementingkan garis keturunan patrilineal/matrilineal (keduanya teranggap, walaupun sampai 2-3 level (kakek buyut-canggah) dalam silsilah pohon keluarga). Secara patrilineal saya 'berdarah' etnis Madura, tapi kadang rada geli juga kalau denger Prof. Mahfud MD ngomong, hhe 😅.
Bukti Bahwa Etnis Jawa Semakin Menurun Populasinya
Spoiler for Data Penurunan Populasi Etnis Jawa:
Sumber : Buku Demography of Indonesia's Ethnicity
Dari data di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 1930, 47.02% penduduk Indonesia beretnis Jawa. Jumlah ini mengalami penurunan di tahun 2000 yakni menjadi 41.71% dan menjadi 40.06% pada tahun 2010.
Penurunan ini terjadi karena Etnis Jawa sudah melewati transisi demografi tahap pertama. Etnis Jawa mengalami kondisi dimana angka kelahiran (fertilitas) menurun. Sedangkan etnis lainnya masih memiliki angka kelahiran yang tinggi. Jadi, persentase etnis Jawa di Indonesia mengalami penurunan karena populasi etnis lain yang meningkat.
Spoiler for Lebih lanjut tentang Transisi Demografi:
Jadi ada empat tahap transisi demografi dan Etnis Jawa sudah melewati tahap pertama.
Contoh kongkritnya bisa dilihat secara nyata, coba perhatikan struktur keluarga mbah-mbah kita. Mbah-mbah kita dahulu mempunyai anak 5-9 anak. Bisa dilihat kalau kumpul lebaran, banyak om-om, pakdhe, budhe, dan keponakan yang kumpul sehingga rumah induk sampai tak muat.
Spoiler for Keluarga Besar:
Sekarang polanya bergeser, keluarga Jawa lebih memilih menjadi keluarga kecil, bahagia, sejahtera seiring dengan program Keluarga Berencana yang digembar-gemborkan untuk mengendalikan penduduk. Jadi, singkatnya Total Fertility Rate (TFR) Etnis Jawa hanya 1.9 kelahiran/perempuan (Rata-rata TFR Indonesia = 2.4). Artinya, perempuan Jawa melahirkan 1.9 anak selama hidupnya. Secara teori, kemampuan suatu generasi untuk menggantikan generasi sebelumnya adalah ketika TFR-nya 2.1. Jadi, bisa dikatakan bahwa generasi Etnis Jawa sekarang tidak mampu menggantikan generasi sebelumnya atau dapat dibilang, lama-lama Etnis Jawa akan "Punah" karena pertumbuhannya melambat.
Spoiler for Penyebab Populasi Etnis Jawa Menurun :
Walaupun secara statistik Etnis Jawa mengalami penurunan jangan ditelan mentah-mentah ya.....
Berikut penyebab mengapa angka-angka tersebut turun.
Pembangunan yang terkonsentrasi di Pulau Jawa. Hal ini menyebabkan kesehatan penduduk Pulau Jawa (Homeland of Javanese) meningkat. Akibatnya, angka harapan hidup etnis Jawa semaking tinggi bahkan sampai lebih dari 70 tahun. Hal ini menyebabkan populasi Etnis Jawa menua.
Perempuan Jawa mulai masuk ke dalam pasar kerja. Jaman dulu, perempuan harus berada di rumah mengurus rumah tangga. Tetapi jaman sekarang, perempuan banyak yang kuliah dan bekerja seperti halnya laki-laki. Sehingga perempuan menunda masa perkimpoiannya dan memutuskan untuk memiliki sedikit anak karena waktu dan tenaga yang terbagi antara mengurus pekerjaan dan mengurus anak dan rumah tangga.
Mobilitas Etnis Jawa yang tinggi. Bisa dilihat di berbagai data statistik, Etnis Jawa ada dimana-mana. Etnis Jawa selalu berada di 5 besar etnis terbanyak di 28 provinsi di Indonesia. Artinya, mobilitas Etnis Jawa sangat tinggi. Hal ini tidak menutup kemungkinan jika etnis jawa melakukan perkimpoian silang dengan etnis di daerah migrasi. Akibatnya, anak hasil perkimpoian silang tersebut bingung mendefinisikan dia etnis apa seperti kejadian anak bernama "Bagus" di atas. Mobilitas Etnis Jawa juga sampai ke luar negeri. Banyak orang-orang Jawa yang bekerja atau berkuliah di Luar Negeri sehingga mengurangi populasi orang Jawa yang tinggal di Indonesia.
Kehilangan Identitas. Pendapat keempat merupakan pendapat pribadi. Hal ini dikarenakan Orang Jawa tidak "nguri-uri" budayanya sehingga dia kehilangan identitasnya sebagai orang Jawa.
Nah begitulah ceritanya mengapa Etnis Jawa setiap tahun mengalami penurunan. Sayangkan apabila kita kehilangan Identitias kita??
Bagi teman-teman yang milenials, bagus kalian jago menguasai teknologi, kuasai ilmu pengetahuan dan sebagainya.
Tapi jangan lupa untuk melestarikan budaya masing-masing ya.
Jangan sampai kekayaan budaya Indonesia ini hilang satu per satu.
Terima kasih
Spoiler for Sumber Utama:
Demography of Indonesia's Ethnicity
Aris Ananta, Evi Nurvidya Arifin, M Sairi Hasbullah, Nur Budi Handayani, Wahyu Pramono, authors
Date of publication: 2015
Publisher: Institute of Southeast Asian Studies
FYI, salah satu penulisnya (M. Sairi Hasbullah) sekarang menjabat sebagai Deputi Statistik Sosial BPS RI.
Belum pernah bertemu orangnya tapi saya mengidolakan beliau. Semoga besok saya bisa menjadi Deputi di BPS.
Spoiler for Pak Sairi Hasbullah:
M. Sairi, M.A. - Deputi Bidang Statistik Sosial
Bapak kelahiran Palembang ini diangkat sebagai Deputi Bidang Statistik Sosial pada tanggal 2 Februari 2016 sampai sekarang, sebelumnya adalah Kepala BPS Provinsi Jawa Timur sejak tahun 2013. Alumni Akademi Ilmu Statistik tahun 1981 pernah menjabat Direktur Statistik Ketahanan Sosial tahun 2012, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Hukum tahun 2008. Peraih gelar Master of Art dari The Flinders University of South Australia berjenjang karier di Badan Pusat Statistik yang semula bernama Biro Pusat Statistik, diawali sebagai Pj. Kepala Sub Seksi Statistik Kependudukan pada Kantor Statisik Propinsi Sumatera Selatan pada tahun 1984.