Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

bangbinyoAvatar border
TS
bangbinyo
Ada Peraturan Pemerintah Berbasis Informasi Sesat, Kata Faisal Basri






Koran Sulindo – Betapa parahnya, Peraturan Pemerintah (PP) yang ditandatangani presiden berbasis informasi yang sesat. Itulah yang ditulis ekonom dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, di akun Twitter-nya, Jumat petang (30/3), menanggapi pengakuan pihak Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terkait kuota impor garam 2018 yang tak memasukkan sama sekali produksi garam lokal, seperti diberitakan katadata.co.id pada 27 Maret 2018 lalu.


Alasan pihak Kemenperin, garam lokal itu belum tersedia saat kebijakan dirumuskan pada awal tahun, sementara kebutuhan industri telah mendesak. Memang, perbedaan asumsi produksi garam lokal itu telah menjadi sumber perbedaan pandangan di pemerintahan Presiden Joko Widodo. Diproyeksikan oleh pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi garam lokal sebanyak 1,5 juta ton—dengan demikian kebutuhan impor garam sebanyak 2,1 juta ton. Pihak Kemenperin punya pandangan berbeda: produksi garam lokal nol, sehingga perlu impor garam 3,7 juta ton.

Padahal, dasar penarikan asumsi dari dua kementerian itu sama: survei bersama antara Badan Pusat Statistik, KKP, dan Kemenperin. Ketiga pihak tersebut bahkan bersepakat: kebutuhan garam industri dan rumah tangga sebanyak 3,9 juta ton.

Menurut Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono, proyeksi KKP hanya sebagai asumsi, karena belum ada produksi garam. Sementara itu, sejak Januari 2018, kebutuhan industri sekitar 300 ribu ton. “Ya, kan itu belum berproduksi, itu asumsi-asumsi saja,” ujar Sigit, sebagaimana dikutip  dari katadata.

Industri, lanjutnya, tak bisa menunggu produksi lokal terealisasi, karena akan membuat industri kesulitan beroperasi. “Kalau barangnya enggak ada, repot juga. Harus dipenuhi karena industri enggak bisa berhenti,” tutur Sigit.

Namun, dalam pandangan Faisal Basri, apa yang diungkapkan Sigit menandakan petani garam di Indonesia PT Garam (Persero) tidak ada. “PP itu tidak mengindahkan perlindungan kepada petani garam,” tulis Faisal.


Twit Faisal Basri



Pihak industri memang sempat waswas dengan kelangsungan usaha mereka terkait nyaris habis stok garam untuk kebutuhan industri ketika memasuki bulan Maret 2018 ini, sementara izin impor garam industri belum juga terbit. Surat izin belum terbit karena ada perbedaan data antara Kemperin dan KKP soal kebutuhan garam industri dan produksi garam nasional.

“Jangan sampai industri menjerit dulu baru kemudian disetujui impornya,” kata Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk, 8 Maret 2018.

Diungkapkan Tony, pihak Industri jauh-jauh hari telah mengajukan izin impor garam industri ke Kemperin dan Kementerian Perdagangan (Kemdag). Izin impor itu pun telah disetujui dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas), sejumlah 3,7 juta ton. Masalahnya muncul ketika KKP memiliki data berbeda, sementara izin impor oleh Kemdag baru dapat direalisasi jika ada rekomendasi impor dari KKP. “Karena ada yang menentang, jadinya tertahan,” ujarnya.

Direktur Jenderal Industri Agro Kemperin Panggah Susanto juga mengakui sulitnya mengimpor garam sekarang ini karena kewenangan mengeluarkan rekomendasi impor ada di KKP. Menurut Pangah, akan sulit bila KKP tetap mempertahankan ada panen garam industri jika hanya didasarkan data. “Kalau menyebut panen sekian, ada di mana? Jangan disebut panen di mana, karena ternyata masih di ladang. Industri jadi susah mendapatkan bahan baku,” tuturnya.

Pihak KKP ebelumnya sudah menyatakan, keterlambatan mengeluarkan rekomendasi impor garam industri bukan karena pihaknya. KKP, menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Brahmantya Satyamurti Poerwadi, telah merekomendasikan impor garam untuk tahun 2018 sebesar 1,8 juta ton. Dasarnya: data kekurangan garam 2,1 juta ton. Dari angka itu, 300.000 ton garam merupakan garam konsumsi rumah tangga.

KKP mengeluarkan rekomendasi impor berdasarkan peraturan yang berlaku. Menurut Brahmantya, bentuk rekomendasinya merupakan rekomendasi dari menteri ke menteri. Selain itu, rekomendasi impor garam industri tidak dibuat berdasarkan kebutuhan industri, namun berdasarkan neraca garam. “Kami hanya membicarakan jumlah dan titik pelabuhan bongkar serta waktunya,” ujarnya.

Untuk mengatasi kemelut tersebut, pemerintah kemudian meneribit PP Nomor 9 Tahun 2018. PP ini merupakan penggabungan antara Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. PP inilah yang oleh Faisal Basri dinilai berbasis informasi yang sesat.

PP tersebut resmi berlaku sejak 15 Maret 2018 lalu, setelah ditandatangani Presiden Joko Widodo. Dalam PP baru itu, kewenangan pemberian rekomendasi impor garam dari yang semula berada di ranah KKP menjadi kewenangan Kemenperin. Resminya, PP itu bernama PP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri. [RAF]















BACA SUMBER : https://koransulindo.com/ada-peratur...-faisal-basri/

0
1K
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan