- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Jika Jokowi Tak Calon Presiden Lagi


TS
mukhlys
Jika Jokowi Tak Calon Presiden Lagi

Spoiler for pengamat politik dan pemerhati bangsa:
Quote:
Soeharto tumbang. Hanya beberapa bulan setelah pemilu digelar. 21 mei 1998 hari na'as bagi Soeharto. Kenapa? Karena Soeharto mundur tidak tepat waktu.
Seandainya Soeharto tak lagi nyapres pada tahun 1997, ia akan selamat. Nama besarnya akan dikenang. Rakyat akan menjulukinya sebagai “Bapak Pebinta Bangsa dari PKI” dan “Bapak Pembangunan”. Nasi sudah jadi bubur. Sejarah terlanjurwayat: Soeharto lengser. Tepatnya dilengserkan. Tak bisa lagi diselamatkan.
Sebelum Soeharto lengser, orang-orang terdekatnya lari. Mereka menyelamatkan diri. Cuci tangan. 14 menteri ramai-ramai mundur. Soeharto dibiarkan berbicara dengan sadar. Sepi dan sunyi. Ia dikhianati. Bukan oleh musuhnya, tapi oleh mereka yang dibesarkan Pak Harto. Setelah sekian puluh tahun numpang hidup dan karir, mereka pergi dari kehidupan Soeharto yang sedang terpuruk.
1997 Ibu Tien, istri tercinta sudah pernah memilih agar-agar Pak Harto tak mencalonkan lagi. Saatnya pensiun dan menikmati hidup di hari tua. Usia sudah senja, 77 tahun. Sambil melihat hasil karya untuk bangsa ini. Kabarnya Pak Harto bersedia. Ini tersirat dalam pidato terakhirnya: "ora dadi presiden yo ora pathe'en". Gak jadi presiden juga gak apa-apa.
Tapi, orang-orang kepercayaan, termasuk Harmoko, minta Pak Harto terus lanjut. Calon lagi. Rakyat masih menginginkan, katanya. Pak Harto pun percaya. Semangat muncul kembali. Beliau berkata; umpan sedang krisis. Tak mungkin saya lari. "Tinggal gelanggang nyolong playu". Meninggalkan negara yang saya masih harus bertanggung jawab. Dan, Pak Harto jadi presiden lagi. Untuk yang ketujuh kali. Hanya dua bulan setelah dilantik, Pak Harto jatuh. Juga tersungkur dalam caci maki dan sumpah serapah rakyat.
Rakyat lelah dan tak lagi percaya. Insting Pak Harto merasa. Apalagi Ibu Tien. Tapi, orang-orang terus berlebih menghiba. Dan terakhir, Pak Harto juga memainkan kejatuhan. Semua teman lari dan menjauhinya.
Tragedi jatuhnya Pak Harto mesti jadi Pelajar. Ketika orang-orang tidak lagi suka dan percaya, mereka tidak memaksakan diri. Habibi lewat hal yang sama. Kecerobohannya membuat referendum Timor Timur, membuat rakyat kecewa. Laporan pertanggungjawaban Habibi ditolak oleh 355 anggota MPR. Habibipun tak bisa maju sebagai calon presiden.
Kasus yang sama mengerjakan Megawati. Rakyat tak puas atas kepemimpinanya. Mega tahu itu. Tapi nekat maju di pilpres 2004. Mega kalah. Hanya dicari suara 39,38%. Kalah dari mantan menterinya sendiri yaitu SBY yang mencari suara 60,62%. Penasaran, diulang lagi tahun 2009, Mega kalah lagi. Kali ini lebih telak, dengan suara 26,79%. Sementara SBY dapat suara 60,8%.
Di era demokrasi, rakyat jadi pemegang hak suara. Tren suara rakyat bisa dibaca. Berbagai lembaga survei menyajikan. Balas tak jauh beda. Terima contoh abal-abal yang menjual kebohongan untuk menyenangkan si majikan.
Para pemimpin bisa baca survei itu. Dasar membuat keputusan maju atau tidak di pilpres. Ini juga berlaku untuk pilkada dan pileg. Jika hasil survei meyakinkan, maju lagi. Jika tidak, redam ambisi. Selamatkan harga diri dan bangsa ini.
Orang-orang di sekitar pasti tak terima. Mereka adalah para penumpang hidup. Tak rela karirnya berhenti. Hanya satu yang bisa dilakukan: memprovokasi. Agar sang pemimpin maju lagi. Jika kalah, mereka tak bisa kehilangan, juga tidak kehilangan harga diri.
Nasib menyanyikan pemimpin yang akan dikenang sebagai orang yang berambisi. Kenangan buruk lebih dominan di memori rakyat dari pada prestasi.
Lambat laun, bernyanyi mantan pemimpin akan ditinggalkan. Hampir semua kolega akan berpindah teman. Menyelamatkan diri, terutama jika sang mantan terjerat kasus dan menghadapi hukuman.
Sejarah Pak Harto mesti jadi renungan. Oleh Pak Jokowi. Jika dikalkulasi menang, tak apa kepemimpinan dilanjutkan. Tak ada fokus, kendati pengabdian via jalur pemerintahan bisa dilanjutkan. Jika tidak, kekuatan tidak bisa satu-satunya cara untuk membaktikan diri kepada bangsa.
Elektabilitas Jokowi di bawah 40%. Tak aman. Malah sangat rawan. Inilah kondisi nyata Pak Jokowi. Mesti banyak istikharah. Minta petunjuk dan banyak bertafakur. Menimbang secara jernih, agar sejarah Pak Harto, Habibi, terutama ibu Megawati tak terulang. Naik di waktu yang tepat, tapi turun dalam kekalahan dan memotong memilukan.
Jika dikalkulasi menjadi orang lagi, keinginan untuk mencalonkan diri akan jauh lebih ilegan. Seandainya Pak Jokowi tidak mencalonkan diri 2019, maka pertama, ia akan diakses sebagai negarawan sejati. Ia menyerap aspirasi rakyat yang menginginkan presiden baru. Ini berarti, Jokowi lebih mengutamakan kepentingan dari kelompok sendiri, kelompok dan partainya. Kedua, Jokowi akan dikenang prestasinya dengan mengeluarkan seluruh kekurangan dan kesalahannya. Jokowi bisa dinobatkan sebagai “Bapak Pemerataan Pembangunan”. Kesan "pencitraan" akan pudar dan menghilang. Ketiga, Jokowi akan menjadi presiden yang pertama untuk semangat pengabdian. Itulah yang juga disatukan oleh presiden pertama Amerika George Washington. Keempat, langkah Jokowi ini akan menjadi referensi bagi kebebasan yang kelak berkesempatan menjadi presiden. Legowo tidak lagi lagi jika rakyat ingin penyegaran.
Langkah ini tidak biasa. "Keluar dari kotak". Gak ada di benak sih bangsa ini. Tentu, tidak terjangkau oleh nalar orang-orang yang berada di lingkaran istana. Para pembisik akan terus beegerilya agar Pak Jokowi maju. Tak lagi peduli orang-orang, dan tak punya kejernihan dalam hitungan jumlah survei. Bagi mereka, menang bisa menikmati hidup di lingkaran kekuasaan. Kalah, Pak Jokowi yang akan menghasilkan beban sendiri. Bukan mereka.
Tapi, jika Jokowi legowo tak mencalonkan diri, tentu saja melakukan kajian dan analisis secara politik atau kebangsaan secara mendalam, maka langkah ini akan mengukir Jokowi dengan nama besar. Ia akan dikenang sebagai “bapak bangsa” yang lebih mengedepankan kepentingan negara dari pada sebuah kekuatan. Rakyat akan sangat mengapresiasinya. Mungkinkah? Tak ada yang keberatan dalam mengambil keputusan hidup. Pilihan hidup Pak Jokowi.
Seandainya Soeharto tak lagi nyapres pada tahun 1997, ia akan selamat. Nama besarnya akan dikenang. Rakyat akan menjulukinya sebagai “Bapak Pebinta Bangsa dari PKI” dan “Bapak Pembangunan”. Nasi sudah jadi bubur. Sejarah terlanjurwayat: Soeharto lengser. Tepatnya dilengserkan. Tak bisa lagi diselamatkan.
Sebelum Soeharto lengser, orang-orang terdekatnya lari. Mereka menyelamatkan diri. Cuci tangan. 14 menteri ramai-ramai mundur. Soeharto dibiarkan berbicara dengan sadar. Sepi dan sunyi. Ia dikhianati. Bukan oleh musuhnya, tapi oleh mereka yang dibesarkan Pak Harto. Setelah sekian puluh tahun numpang hidup dan karir, mereka pergi dari kehidupan Soeharto yang sedang terpuruk.
1997 Ibu Tien, istri tercinta sudah pernah memilih agar-agar Pak Harto tak mencalonkan lagi. Saatnya pensiun dan menikmati hidup di hari tua. Usia sudah senja, 77 tahun. Sambil melihat hasil karya untuk bangsa ini. Kabarnya Pak Harto bersedia. Ini tersirat dalam pidato terakhirnya: "ora dadi presiden yo ora pathe'en". Gak jadi presiden juga gak apa-apa.
Tapi, orang-orang kepercayaan, termasuk Harmoko, minta Pak Harto terus lanjut. Calon lagi. Rakyat masih menginginkan, katanya. Pak Harto pun percaya. Semangat muncul kembali. Beliau berkata; umpan sedang krisis. Tak mungkin saya lari. "Tinggal gelanggang nyolong playu". Meninggalkan negara yang saya masih harus bertanggung jawab. Dan, Pak Harto jadi presiden lagi. Untuk yang ketujuh kali. Hanya dua bulan setelah dilantik, Pak Harto jatuh. Juga tersungkur dalam caci maki dan sumpah serapah rakyat.
Rakyat lelah dan tak lagi percaya. Insting Pak Harto merasa. Apalagi Ibu Tien. Tapi, orang-orang terus berlebih menghiba. Dan terakhir, Pak Harto juga memainkan kejatuhan. Semua teman lari dan menjauhinya.
Tragedi jatuhnya Pak Harto mesti jadi Pelajar. Ketika orang-orang tidak lagi suka dan percaya, mereka tidak memaksakan diri. Habibi lewat hal yang sama. Kecerobohannya membuat referendum Timor Timur, membuat rakyat kecewa. Laporan pertanggungjawaban Habibi ditolak oleh 355 anggota MPR. Habibipun tak bisa maju sebagai calon presiden.
Kasus yang sama mengerjakan Megawati. Rakyat tak puas atas kepemimpinanya. Mega tahu itu. Tapi nekat maju di pilpres 2004. Mega kalah. Hanya dicari suara 39,38%. Kalah dari mantan menterinya sendiri yaitu SBY yang mencari suara 60,62%. Penasaran, diulang lagi tahun 2009, Mega kalah lagi. Kali ini lebih telak, dengan suara 26,79%. Sementara SBY dapat suara 60,8%.
Di era demokrasi, rakyat jadi pemegang hak suara. Tren suara rakyat bisa dibaca. Berbagai lembaga survei menyajikan. Balas tak jauh beda. Terima contoh abal-abal yang menjual kebohongan untuk menyenangkan si majikan.
Para pemimpin bisa baca survei itu. Dasar membuat keputusan maju atau tidak di pilpres. Ini juga berlaku untuk pilkada dan pileg. Jika hasil survei meyakinkan, maju lagi. Jika tidak, redam ambisi. Selamatkan harga diri dan bangsa ini.
Orang-orang di sekitar pasti tak terima. Mereka adalah para penumpang hidup. Tak rela karirnya berhenti. Hanya satu yang bisa dilakukan: memprovokasi. Agar sang pemimpin maju lagi. Jika kalah, mereka tak bisa kehilangan, juga tidak kehilangan harga diri.
Nasib menyanyikan pemimpin yang akan dikenang sebagai orang yang berambisi. Kenangan buruk lebih dominan di memori rakyat dari pada prestasi.
Lambat laun, bernyanyi mantan pemimpin akan ditinggalkan. Hampir semua kolega akan berpindah teman. Menyelamatkan diri, terutama jika sang mantan terjerat kasus dan menghadapi hukuman.
Sejarah Pak Harto mesti jadi renungan. Oleh Pak Jokowi. Jika dikalkulasi menang, tak apa kepemimpinan dilanjutkan. Tak ada fokus, kendati pengabdian via jalur pemerintahan bisa dilanjutkan. Jika tidak, kekuatan tidak bisa satu-satunya cara untuk membaktikan diri kepada bangsa.
Elektabilitas Jokowi di bawah 40%. Tak aman. Malah sangat rawan. Inilah kondisi nyata Pak Jokowi. Mesti banyak istikharah. Minta petunjuk dan banyak bertafakur. Menimbang secara jernih, agar sejarah Pak Harto, Habibi, terutama ibu Megawati tak terulang. Naik di waktu yang tepat, tapi turun dalam kekalahan dan memotong memilukan.
Jika dikalkulasi menjadi orang lagi, keinginan untuk mencalonkan diri akan jauh lebih ilegan. Seandainya Pak Jokowi tidak mencalonkan diri 2019, maka pertama, ia akan diakses sebagai negarawan sejati. Ia menyerap aspirasi rakyat yang menginginkan presiden baru. Ini berarti, Jokowi lebih mengutamakan kepentingan dari kelompok sendiri, kelompok dan partainya. Kedua, Jokowi akan dikenang prestasinya dengan mengeluarkan seluruh kekurangan dan kesalahannya. Jokowi bisa dinobatkan sebagai “Bapak Pemerataan Pembangunan”. Kesan "pencitraan" akan pudar dan menghilang. Ketiga, Jokowi akan menjadi presiden yang pertama untuk semangat pengabdian. Itulah yang juga disatukan oleh presiden pertama Amerika George Washington. Keempat, langkah Jokowi ini akan menjadi referensi bagi kebebasan yang kelak berkesempatan menjadi presiden. Legowo tidak lagi lagi jika rakyat ingin penyegaran.
Langkah ini tidak biasa. "Keluar dari kotak". Gak ada di benak sih bangsa ini. Tentu, tidak terjangkau oleh nalar orang-orang yang berada di lingkaran istana. Para pembisik akan terus beegerilya agar Pak Jokowi maju. Tak lagi peduli orang-orang, dan tak punya kejernihan dalam hitungan jumlah survei. Bagi mereka, menang bisa menikmati hidup di lingkaran kekuasaan. Kalah, Pak Jokowi yang akan menghasilkan beban sendiri. Bukan mereka.
Tapi, jika Jokowi legowo tak mencalonkan diri, tentu saja melakukan kajian dan analisis secara politik atau kebangsaan secara mendalam, maka langkah ini akan mengukir Jokowi dengan nama besar. Ia akan dikenang sebagai “bapak bangsa” yang lebih mengedepankan kepentingan negara dari pada sebuah kekuatan. Rakyat akan sangat mengapresiasinya. Mungkinkah? Tak ada yang keberatan dalam mengambil keputusan hidup. Pilihan hidup Pak Jokowi.
Ane ngutip ini aje
Quote:
Original Posted By ivan.as.ira►keputusan bukan di jokowi,cuma boneka dia
keputusan ada di megatron dkk
keputusan ada di megatron dkk

Diubah oleh mukhlys 27-03-2018 21:19
0
1.6K
Kutip
20
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan