- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Cerita Jatam dari Kaltim soal Bisnis Luhut


TS
saokuda
Cerita Jatam dari Kaltim soal Bisnis Luhut
INDOPOS.CO.ID – Sejak tahun 2005, kehadiran Bisnis Grup Toga Sejahtera Kalimantan Timur (Kaltim) milik Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, membuat warga di tiga Kecamatan Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu Kecamatan Muara Jawa, Loa Janan, dan Sanga-Sanga menderita. Paling tidak, ini adalah pengakuan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) yang selama ini memberikan advokasi warga di sana.
Kedua anak perusahaan Luhut, yakni PT Perkebunan Kaltim Utama I (PKU) dan perusahaan tambang PT Kutai Energi, disebut-sebut telah mengambil 1.300,59 hektar lahan milik enam kelompok tani tanpa ada kompensasi pembebasan lahan apapun.
Kepala Kampanye Jatam Melky Nahar yang turut mengadvokasi sejak tahun 2014 mengatakan, perusahaan hadir dengan menggusur lahan-lahan produktif kelompok tani dan sebagian berada di areal perkampungan Sungai Nangka Teluk Dalam. Ijin lokasi yang diterbitkan oleh Bupati Kutai Kartanegara nomor 10/DPtn/UM-10/V-2004 ini hadir, melakukan penanaman kelapa sawit tanpa sosialisasi dan pembebasan tanah kepada kelompok tani atau pemilik lahan.
"Keberadaan beberapa perusahaan Luhut Binsar Panjaitan memang sangat meresahkan masyarakat, baik konteks batubara maupun perkebunannya," ujar dia saat dihubungi INDOPOS, Kamis (22/3).
Dia menjelaskan, praktek pengambilan lahan yang dilakukan adalah dengan melakukan pengrusakan terhadap tanam tumbuh kelompok tani. Cara lain, perusahaan melakukan penanaman kelapa sawit adalah menanam dahulu. Apabila pemilik lahan melakukan protes, baru dilakukan negosiasi. Jika siang hari masyarakat melarang penggarapan lahan, perusahaan pun melakukan penanaman malam hari.
"Ada beberapa komoditas masyarakat yang sudah hilang. Pertanian, buah-buahan durian, pohon sengon, termasuk merica. Bahkan banyak peternakan sejak tahun 2005 hilang," ungkap dia.
Sementara, Ahmad Speng dari Simpul Pelajar Jatam menambahkan, yang lebih memprihatinkan lagi ialah pengambilalihan lahan rakyat tersebut dilakukan secara terstruktur. Padahal kelompok tani yang ada berbadan hukum dan terdaftar di BP3K (Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan).
Lalu sejak tahun 1970, legalitas lahan garapan masyarakat telah dirintis dan memiliki legalitas SPPT dan Sertifikat tanah. Kelompok tani juga sebagian masih memiliki bukti fisik di lapangan, pohon buah-buahan, merica, pohon sengon, pondok-pondok kelompok tani.
Akan tetapi mulai tahun 2009 Badan Pertanahan Nasional (BPN) menerbitkan Hak Guna Usaha (HGU) bernomor 75/HGU/BPN RI/2009 untuk perusahaan tersebut. Alhasil lahan tersebut menjadi tumpang tindih. Ahmad Speng melihat hal tersebut aneh. Pasalnya masyarakat merasa tidak pernah menjual atau melepaskan tanahnya, dan surat-surat masih di miliki masyarakat. Namun anehnya HGU tetap di terbitkan BPN.
"Banyak petani yang telah memiliki sertifikat. Namun diterbitin lagi HGU di atas kampung. Padahal tanah mereka sudah lama memiliki legalitas. Menurut kami lahirnya HGU baru ini cacat, kok bisa ada HGU di atas sertifikat tanah milik warga," tandas Ahmad Speng.
Selain itu, menurut Ahmad Speng, aktivitas dari PT. Kutai Energi telah mencemari, merampas dan menggusur kelompok tani. Pencemaran sumber-sumber air milik warga Kampung Sungai Nangka tidak terhindarkan lagi. Dia yakin akan hal tersebut karena Jatam dan warga telag melakukan uji laboratarium. Mereka membawa sampel ke Laboratorium di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) UPTD laboratorium kesehatan Provinsi Kalimantan Timur.
"Hasil uji Lab menunjukan, terjadi pencemaran. Parameter pH 5,4 dengan standar baku mutu adalah 6-9, Total Suspended Solid (TSS) 92,4 standar baku mutunya adalah 50 atau 92 kali melebihi baku mutu," jelasnya.
Untuk kandungan logam beratnya, sambung Ahmad Speng, yaitu Mangan (Mn) angka melebihi baku mutu 0, 354 standarnya adalah 0,1 atau 3 kali melibihi baku mutu. Besi (Fe) 2,676 jauh melebihi standar baku mutu yang ditetapkan adalah 0,5 atau 8 kali lipat dari batas baku mutu.
Lakukan Perlawanan
Koordinator Ketua Enam Kelompok Tani Akmal Rabbany mengatakan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk bisa kembali menduduki lahan produktif yang mereka miliki. Mulai dari melakukan pelaporan-pelaporan dari tingkat kabupaten sampai gubernur hingga melakukan aksi unjukrasa. Namun tidak pernah direspons.
"Kami melakukan aksi demo di kantor gubernur, supaya dia (Gubernur) turun tangan. Tapi nyatanya gubernur tidak bisa apa apa untuk menyelesaikan masalah ini," papar Akmal.
Akmal beserta warga lain mengaku bingung akan mengadu kemana lagi. "Bahkan pernah saya bilang, apakah sudah kehilangan akal sehat? Kok bisanya menerbitkan sertifikat di atas sertifikat orang lain. Apakah ada UU atau hukum yang mengatakan seperti itu. jangan seenaknya bagi-bagi saham diatas penderitaan orang lain," cetusnya.
Ke depannya, Akmal berharap semua elemen bangsa bisa membantu untuk menuntaskan kasus tersebut. "Jadi kita akan ada pertemuan akbar seluruh NGO di Sungai Nagka. Kita akan membedah kasus ini untuk kemudian tindakan apa yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah ini," pungkasnya.
Lantas, apa komentar Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan soal masalah lahan di Kaltim yang merupakan garapan perusahannya, lagi-lagi Luhut tak mau berkomentar.
“Saya sudah tidak mau berkomentar untuk hal itu,” kata Luhut singkat, saat dicegat di kantornya, Kamis (22/3).
Ia malah bicara soal kunjungannya ke Labuanbajo. Luhut
menungkapkan rencana pemerintah untuk membangun pelabuhan baru Bari. "Kalau Bari sudah terbuka maka Pelabuhan yang ada di Kabupaten Labuan Bajo diharapkan hanya akan digunakan untuk wisatawan," ujar Luhut.
Soal tudingan pengambilalihan tanah milik warga di Kaltim, Dirut PT PKU Suaidi Marasabessy, kepada Kaltim Post (INDOPOS Group) beberapa waktu lalu mengatakan, perusahaan sudah 12 kali bertemu warga, termasuk Kelompok Tani “Maju Bersama” yang diketuai Rukka. Sepanjang pertemuan, manajemen perusahaan selalu meminta warga menunjukkan Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT).
“Tapi, pihak Rukka cs tidak pernah menunjukkan suratnya,” ungkap Suaidi. Mantan Pangdam VII/Wirabuana itu menyebutkan, kelompok tani yang mengklaim lahan bukan hanya Rukka dkk. Ada beberapa kelompok lain yang telah mendapat ganti rugi, meski Suaidi tak menyebut jumlahnya. Karena itu, agar fair, Suaidi juga meminta penyidik mengecek keabsahan surat warga. (jaa/nel)
https://www.indopos.co.id/read/2018/03/23/132155/cerita-jatam-dari-kaltim-soal-bisnis-luhut
Yang boneng gan
Kedua anak perusahaan Luhut, yakni PT Perkebunan Kaltim Utama I (PKU) dan perusahaan tambang PT Kutai Energi, disebut-sebut telah mengambil 1.300,59 hektar lahan milik enam kelompok tani tanpa ada kompensasi pembebasan lahan apapun.
Kepala Kampanye Jatam Melky Nahar yang turut mengadvokasi sejak tahun 2014 mengatakan, perusahaan hadir dengan menggusur lahan-lahan produktif kelompok tani dan sebagian berada di areal perkampungan Sungai Nangka Teluk Dalam. Ijin lokasi yang diterbitkan oleh Bupati Kutai Kartanegara nomor 10/DPtn/UM-10/V-2004 ini hadir, melakukan penanaman kelapa sawit tanpa sosialisasi dan pembebasan tanah kepada kelompok tani atau pemilik lahan.
"Keberadaan beberapa perusahaan Luhut Binsar Panjaitan memang sangat meresahkan masyarakat, baik konteks batubara maupun perkebunannya," ujar dia saat dihubungi INDOPOS, Kamis (22/3).
Dia menjelaskan, praktek pengambilan lahan yang dilakukan adalah dengan melakukan pengrusakan terhadap tanam tumbuh kelompok tani. Cara lain, perusahaan melakukan penanaman kelapa sawit adalah menanam dahulu. Apabila pemilik lahan melakukan protes, baru dilakukan negosiasi. Jika siang hari masyarakat melarang penggarapan lahan, perusahaan pun melakukan penanaman malam hari.
"Ada beberapa komoditas masyarakat yang sudah hilang. Pertanian, buah-buahan durian, pohon sengon, termasuk merica. Bahkan banyak peternakan sejak tahun 2005 hilang," ungkap dia.
Sementara, Ahmad Speng dari Simpul Pelajar Jatam menambahkan, yang lebih memprihatinkan lagi ialah pengambilalihan lahan rakyat tersebut dilakukan secara terstruktur. Padahal kelompok tani yang ada berbadan hukum dan terdaftar di BP3K (Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan).
Lalu sejak tahun 1970, legalitas lahan garapan masyarakat telah dirintis dan memiliki legalitas SPPT dan Sertifikat tanah. Kelompok tani juga sebagian masih memiliki bukti fisik di lapangan, pohon buah-buahan, merica, pohon sengon, pondok-pondok kelompok tani.
Akan tetapi mulai tahun 2009 Badan Pertanahan Nasional (BPN) menerbitkan Hak Guna Usaha (HGU) bernomor 75/HGU/BPN RI/2009 untuk perusahaan tersebut. Alhasil lahan tersebut menjadi tumpang tindih. Ahmad Speng melihat hal tersebut aneh. Pasalnya masyarakat merasa tidak pernah menjual atau melepaskan tanahnya, dan surat-surat masih di miliki masyarakat. Namun anehnya HGU tetap di terbitkan BPN.
"Banyak petani yang telah memiliki sertifikat. Namun diterbitin lagi HGU di atas kampung. Padahal tanah mereka sudah lama memiliki legalitas. Menurut kami lahirnya HGU baru ini cacat, kok bisa ada HGU di atas sertifikat tanah milik warga," tandas Ahmad Speng.
Selain itu, menurut Ahmad Speng, aktivitas dari PT. Kutai Energi telah mencemari, merampas dan menggusur kelompok tani. Pencemaran sumber-sumber air milik warga Kampung Sungai Nangka tidak terhindarkan lagi. Dia yakin akan hal tersebut karena Jatam dan warga telag melakukan uji laboratarium. Mereka membawa sampel ke Laboratorium di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) UPTD laboratorium kesehatan Provinsi Kalimantan Timur.
"Hasil uji Lab menunjukan, terjadi pencemaran. Parameter pH 5,4 dengan standar baku mutu adalah 6-9, Total Suspended Solid (TSS) 92,4 standar baku mutunya adalah 50 atau 92 kali melebihi baku mutu," jelasnya.
Untuk kandungan logam beratnya, sambung Ahmad Speng, yaitu Mangan (Mn) angka melebihi baku mutu 0, 354 standarnya adalah 0,1 atau 3 kali melibihi baku mutu. Besi (Fe) 2,676 jauh melebihi standar baku mutu yang ditetapkan adalah 0,5 atau 8 kali lipat dari batas baku mutu.
Lakukan Perlawanan
Koordinator Ketua Enam Kelompok Tani Akmal Rabbany mengatakan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk bisa kembali menduduki lahan produktif yang mereka miliki. Mulai dari melakukan pelaporan-pelaporan dari tingkat kabupaten sampai gubernur hingga melakukan aksi unjukrasa. Namun tidak pernah direspons.
"Kami melakukan aksi demo di kantor gubernur, supaya dia (Gubernur) turun tangan. Tapi nyatanya gubernur tidak bisa apa apa untuk menyelesaikan masalah ini," papar Akmal.
Akmal beserta warga lain mengaku bingung akan mengadu kemana lagi. "Bahkan pernah saya bilang, apakah sudah kehilangan akal sehat? Kok bisanya menerbitkan sertifikat di atas sertifikat orang lain. Apakah ada UU atau hukum yang mengatakan seperti itu. jangan seenaknya bagi-bagi saham diatas penderitaan orang lain," cetusnya.
Ke depannya, Akmal berharap semua elemen bangsa bisa membantu untuk menuntaskan kasus tersebut. "Jadi kita akan ada pertemuan akbar seluruh NGO di Sungai Nagka. Kita akan membedah kasus ini untuk kemudian tindakan apa yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah ini," pungkasnya.
Lantas, apa komentar Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan soal masalah lahan di Kaltim yang merupakan garapan perusahannya, lagi-lagi Luhut tak mau berkomentar.
“Saya sudah tidak mau berkomentar untuk hal itu,” kata Luhut singkat, saat dicegat di kantornya, Kamis (22/3).
Ia malah bicara soal kunjungannya ke Labuanbajo. Luhut
menungkapkan rencana pemerintah untuk membangun pelabuhan baru Bari. "Kalau Bari sudah terbuka maka Pelabuhan yang ada di Kabupaten Labuan Bajo diharapkan hanya akan digunakan untuk wisatawan," ujar Luhut.
Soal tudingan pengambilalihan tanah milik warga di Kaltim, Dirut PT PKU Suaidi Marasabessy, kepada Kaltim Post (INDOPOS Group) beberapa waktu lalu mengatakan, perusahaan sudah 12 kali bertemu warga, termasuk Kelompok Tani “Maju Bersama” yang diketuai Rukka. Sepanjang pertemuan, manajemen perusahaan selalu meminta warga menunjukkan Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT).
“Tapi, pihak Rukka cs tidak pernah menunjukkan suratnya,” ungkap Suaidi. Mantan Pangdam VII/Wirabuana itu menyebutkan, kelompok tani yang mengklaim lahan bukan hanya Rukka dkk. Ada beberapa kelompok lain yang telah mendapat ganti rugi, meski Suaidi tak menyebut jumlahnya. Karena itu, agar fair, Suaidi juga meminta penyidik mengecek keabsahan surat warga. (jaa/nel)
https://www.indopos.co.id/read/2018/03/23/132155/cerita-jatam-dari-kaltim-soal-bisnis-luhut
Yang boneng gan
0
2.3K
13


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan