- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kritik Program Sertifikat Tanah, PAN Dianggap Anti-Pembangunan


TS
dybala.mask
Kritik Program Sertifikat Tanah, PAN Dianggap Anti-Pembangunan
JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Hetifah Sjaifudian menilai, kritik Partai Amanat Nasional (PAN) terkait pembagian sertifikat tanah justru antiterhadap pembangunan masyarakat.
Menurut Hetifah, seharusnya masyarakat bukan dilarang untuk memanfaatkan sertifikat tanah yang diberikan, melainkan diedukasi agar tidak terjerat rentenir.
"Kalau saya melihatnya anti-pembangunan secara individu. Lha, kan rakyat jangan diberikan itu dan enggak diperbolehkan pinjam uang. Kalau kita ingin membangun ekonomi, kalau dia pengusaha kecil terus dilarang pinjam uang, kan tidak begitu," ujar Hetifah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/3/2018).
"Masyarakat boleh pinjam uang, tapi harus yakin bahwa bisnisnya cukup menjanjikan dan bisa mengembalikan itu. Justru harus didorong supaya ekonomi itu tumbuh kan," ucapnya.
(Baca juga : PAN: Program Sertifikat Tanah Jokowi Jadi Jebakan Maut untuk Masyarakat)
Meskipun program sertifikasi tanah memiliki efek negatif, lanjut Hetifah, namun harus dilihat juga sisi positifnya. Dengan memiliki sertifikasi, masyarakat yang sudah memiliki aset juga mendapat kepastian hukum.
Masyarakat jadi memiliki banyak pilihan, apakah mau menggunakan tanah untuk dialihkan menjadi aset produksi lain dalam bentuk pinjaman dana. "Problemnya memang bisa saja terjadi, masyarakat jadi terdorong menjual, pinjam, hutang, tapi kalau menurut saya kuncinya rakyat punya pilihan dulu jika dia mau berbisnis," kata Hetifah.
(Baca juga : PAN: Banyak Kepala Daerah Tertangkap karena Sertifikasi Tanah)
Di sisi lain, kata hetifah, pemerintah juga harus memberikan sosialisasi dan edukasi terkait pemanfaatan sertifikat tanah untuk bisnis. Dengan begitu, masyarakat dapat terhindar dari jeratan hutang dan rentenir.
"Berarti nanti kita perlu sosialisasi kepada masyarakat yang sudah punya sertifikat dan aset yang berkekuatan hukum. Jadi perlu peningkatan kapasitas dan kesadaran publik tentang dampak dari adanya sertifikat memang bisa negatif, tapi jauh lebih banyak positifnya. Rakyat jadi punya banyak pilihan," ucapnya.
Hetifah mencontohkan, banyaknya konflik agraria yang terjadi di Kalimantan Timur. Konflik agraria terjadi karena banyak lahan yang tidak jelas kepemilikannya. Akibatnya, berbagai pihak dapat saling klaim tanpa ada bukti yang jelas.
"Justru melindungi masyarakat dari konflik agraria. Sekarang di daerah Kaltim itu banyak sekali konflik. Itu salah satu problem kenapa Pak Jokowi akhirnya dorong ini di samping membantu masyarakat," tuturnya.
Di sisi lain, lanjut Hetifah, program pembangunan yang diupayakan pemerintah juga berpotensi terhambat jika sertifikasi lahan tidak berjalan. Dengan begitu, masyarakat tidak dapat menerima haknya untuk menikmati pembangunan.
"Karena tidak ada ketidakjelasan masalah lahan, pemerintah mau bangun jalan misalnya atau bendungan kan sering terhambat. Kepentingan publik untuk mendapatkan satu program strategis yang membutuhkan tanah juga harus dilindungi," kata Hetifah.
Sebelumnya Anggota Komisi II dari Fraksi PAN Mohammad Hatta mengkritik program pembagian sertifikat tanah ala pemerintahan Jokowi. (Baca juga : Ketum PAN: Pemerintah Tak Perlu Emosional Tanggapi Kritik Amien Rais) Menurut dia, banyak masyarakat desa yang sudah mendapatkan sertifikat tanah justru terjerat rentenir. "Jadi ini sebetulnya jebakan maut juga untuk masyarakat. Ini yang harus dikhawatirkan," ujarnya dalam dialog di Kantor DPP PAN, Jakarta, Rabu (21/3/2018). Menurut Hatta, setelah mendapatkan sertifikat tanah, banyak masyarakat yang tingkat bisnisnya naik. Akibatnya sertifikat tanah itu ikut digadaikan untuk mendapatkan dana segar termasuk ke rentenir. Ia setuju dengan pendapat Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais yang menyebut program bagi-bagi sertifikat tanah merupakan program "ngibul" atau bohong untuk menutupi janji reforma agraria. Padahal, tutur dia, reforma agraria sejatinya bukanlah soal pemberian sertifikasi tanpa lebih dulu dilakukan penataan kepemilikan tanah. Reforma agraria, kata Hatta, harus dimulai dari penataan kepemilikan tanah, termasuk menyelesaikan sengketa tanah, setelah clear, baru melakukan sertifikasi sebagai bagian akhir.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kritik Program Sertifikat Tanah, PAN Dianggap Anti-Pembangunan", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/22/13121741/kritik-program-sertifikat-tanah-pan-dianggap-anti-pembangunan.
Penulis : Kristian Erdianto
Editor : Sandro Gatra
Menurut Hetifah, seharusnya masyarakat bukan dilarang untuk memanfaatkan sertifikat tanah yang diberikan, melainkan diedukasi agar tidak terjerat rentenir.
"Kalau saya melihatnya anti-pembangunan secara individu. Lha, kan rakyat jangan diberikan itu dan enggak diperbolehkan pinjam uang. Kalau kita ingin membangun ekonomi, kalau dia pengusaha kecil terus dilarang pinjam uang, kan tidak begitu," ujar Hetifah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/3/2018).
"Masyarakat boleh pinjam uang, tapi harus yakin bahwa bisnisnya cukup menjanjikan dan bisa mengembalikan itu. Justru harus didorong supaya ekonomi itu tumbuh kan," ucapnya.
(Baca juga : PAN: Program Sertifikat Tanah Jokowi Jadi Jebakan Maut untuk Masyarakat)
Meskipun program sertifikasi tanah memiliki efek negatif, lanjut Hetifah, namun harus dilihat juga sisi positifnya. Dengan memiliki sertifikasi, masyarakat yang sudah memiliki aset juga mendapat kepastian hukum.
Masyarakat jadi memiliki banyak pilihan, apakah mau menggunakan tanah untuk dialihkan menjadi aset produksi lain dalam bentuk pinjaman dana. "Problemnya memang bisa saja terjadi, masyarakat jadi terdorong menjual, pinjam, hutang, tapi kalau menurut saya kuncinya rakyat punya pilihan dulu jika dia mau berbisnis," kata Hetifah.
(Baca juga : PAN: Banyak Kepala Daerah Tertangkap karena Sertifikasi Tanah)
Di sisi lain, kata hetifah, pemerintah juga harus memberikan sosialisasi dan edukasi terkait pemanfaatan sertifikat tanah untuk bisnis. Dengan begitu, masyarakat dapat terhindar dari jeratan hutang dan rentenir.
"Berarti nanti kita perlu sosialisasi kepada masyarakat yang sudah punya sertifikat dan aset yang berkekuatan hukum. Jadi perlu peningkatan kapasitas dan kesadaran publik tentang dampak dari adanya sertifikat memang bisa negatif, tapi jauh lebih banyak positifnya. Rakyat jadi punya banyak pilihan," ucapnya.
Hetifah mencontohkan, banyaknya konflik agraria yang terjadi di Kalimantan Timur. Konflik agraria terjadi karena banyak lahan yang tidak jelas kepemilikannya. Akibatnya, berbagai pihak dapat saling klaim tanpa ada bukti yang jelas.
"Justru melindungi masyarakat dari konflik agraria. Sekarang di daerah Kaltim itu banyak sekali konflik. Itu salah satu problem kenapa Pak Jokowi akhirnya dorong ini di samping membantu masyarakat," tuturnya.
Di sisi lain, lanjut Hetifah, program pembangunan yang diupayakan pemerintah juga berpotensi terhambat jika sertifikasi lahan tidak berjalan. Dengan begitu, masyarakat tidak dapat menerima haknya untuk menikmati pembangunan.
"Karena tidak ada ketidakjelasan masalah lahan, pemerintah mau bangun jalan misalnya atau bendungan kan sering terhambat. Kepentingan publik untuk mendapatkan satu program strategis yang membutuhkan tanah juga harus dilindungi," kata Hetifah.
Sebelumnya Anggota Komisi II dari Fraksi PAN Mohammad Hatta mengkritik program pembagian sertifikat tanah ala pemerintahan Jokowi. (Baca juga : Ketum PAN: Pemerintah Tak Perlu Emosional Tanggapi Kritik Amien Rais) Menurut dia, banyak masyarakat desa yang sudah mendapatkan sertifikat tanah justru terjerat rentenir. "Jadi ini sebetulnya jebakan maut juga untuk masyarakat. Ini yang harus dikhawatirkan," ujarnya dalam dialog di Kantor DPP PAN, Jakarta, Rabu (21/3/2018). Menurut Hatta, setelah mendapatkan sertifikat tanah, banyak masyarakat yang tingkat bisnisnya naik. Akibatnya sertifikat tanah itu ikut digadaikan untuk mendapatkan dana segar termasuk ke rentenir. Ia setuju dengan pendapat Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais yang menyebut program bagi-bagi sertifikat tanah merupakan program "ngibul" atau bohong untuk menutupi janji reforma agraria. Padahal, tutur dia, reforma agraria sejatinya bukanlah soal pemberian sertifikasi tanpa lebih dulu dilakukan penataan kepemilikan tanah. Reforma agraria, kata Hatta, harus dimulai dari penataan kepemilikan tanah, termasuk menyelesaikan sengketa tanah, setelah clear, baru melakukan sertifikasi sebagai bagian akhir.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kritik Program Sertifikat Tanah, PAN Dianggap Anti-Pembangunan", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/22/13121741/kritik-program-sertifikat-tanah-pan-dianggap-anti-pembangunan.
Penulis : Kristian Erdianto
Editor : Sandro Gatra
Diubah oleh dybala.mask 22-03-2018 21:07
0
1.1K
11


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan