Kaskus

News

annisaputrieAvatar border
TS
annisaputrie
Anak Buah Mega Sebut KPK Biang Kegaduhan Baru, Ini Sebabnya
Anak Buah Mega Sebut KPK Biang Kegaduhan Baru, 

Ini Sebabnya

MINGGU, 18 MAR 2018 23:23



Anak Buah Mega Sebut KPK Biang Kegaduhan Baru, Ini Sebabnya

Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan dari Fraksi PDIP menilai KPK tidak paham dengan logika Wiranto. (JawaPos.com)

JawaPos.com - Usulan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto yang menyebut lembaga antirasuah harus menunda penetapan tersangka calon kepala daerah (cakada) yang terlibat kasus korupsi terus menuai pro dan kontra. 

Menanggapi polemik itu, Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan mengatakan, dirinya menilai lembaga yang dinahkodai Agus Raharjo itu telah membuat kegaduhan baru dengan penolakan terhadap usulan Wiranto.

Bahkan, Arteria mengaku tidak memahami pola pikir yang tengah dilakukan KPK. Karena, sebenarnya kesepakatan penundaan penetapan tersangka oleh KPK juga pernah dilakukan oleh pemimpin lembaga antirasuah sebelumnya. Yakni, di masa kepemimpinan pelaksana tugas (plt) Taufiequrachman Ruki.


“Sebelumnya telah pula dibuat KPK saat Pak Ruki menjadi Plt Pimpinan KPK, dan itu pun berjalan dengan baik dan dipatuhi KPK," kata Arteria kepada JawaPos.com, Minggu (18/3).


Menurut Arteria, usulan itu dibuat semata-mata demi menjaga marwah institusi penegak hukum, termasuk KPK agar terhindar dari kesan politisasi penegakan hukum, serta upaya kriminalisasi lembaga yang bermarkas di Gedung Merah Putih itu terhadap salah satu paslon.


“Justru adanya usulan itu bisa menghilangkan kesan bahwa KPK bukanlah mesin jagal demokrasi atau sebaliknya menjadi alat politik pemenangan pilkada," tukasnya.


Arteria kemudian menjelaskan, bayangkan saja paslon yang elektabilitasnya jauh mengungguli kompetitornya, dipaksa harus kalah bukan karena pilihan rakyat, akan tetapi karena label tersangka yang belum tentu pula yang bersangkutan bersalah.
“Ingat negara kita menganut prinsip asas praduga tak bersalah," lanjutnya.


Arteria pun kembali menegaskan, usulan ini tetap berfokus kepada penundaan proses hukum sampai dengan pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara berakhir. Sehingga, katanya, bukan menghentikan proses hukum yang tengah berjalan bagi cakada yang telah ditetapkan sebagai tersangka.


"Kami tidak akan mengintervensi, menggangu independensi, dan proses penegakan hukum yang dilakukan KPK. Hanya menunda, toh maksimal sampai paling lama 3 bulan lagi, apa yang dikhawatirkan? Menghilangkan barang bukti, menghambat, menghalang-halangi penyidikan? Kan KPK punya pasal 21 UU KPK, apa yang perlu dikhawatirkan?" pungkasnya.


Sementara itu, sebelumnya Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengatakan, lembaganya tidak memiliki masalah dengan pemerintah. Hal ini dikatakan Syarief, perihal adanya permintaan Menkopolhukam Wiranto kepada KPK agar menunda pengumuman calon kepala daerah yang terindikasi korupsi sebagai tersangka.


Terkait permintaan Wiranto, menurutnya hal tersebut akan dipertimbangkan oleh KPK. Yang terpenting, kata Syarif, penegakan hukum harus dibedakan dengan hal yang di luar hukum.


"Ya tidak ada masalah kan dengan semua pemerintah. Ya nanti kita dengarkan imbauan dari beliau (Wiranto)," ungkap Syarif di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (15/3).


Syarif menegaskan, KPK tidak akan terpengaruh dengan adanya tudingan lembaganya dinilai politis karena akan menetapkan tersangka sejumlah cakada yang akan bertarung di Pilkada serentak nanti. Ini karena menurutnya, tujuan KPK hanya ingin menegakkan hukum.


"Yang penting bahwa proses penegakkan hukum harus dibedakan dengan hal-hal lain yang di luar penegak hukum," jelasnya.
Diketahui, Wiranto meminta KPK menunda penetapan tersangka cakada yang terlibat kasus korupsi. Wiranto berdalih, penetapan tersangka cakada yang terlibat kasus korupsi akan mengganggu keberlangsungan pilkada.


Menurutnya, jika sudah ditetapkan sebagai tersangka, maka kepercayaan pemilih terhadap cakada dan partai pendukungnya akan turun. Wiranto menilai permintaan pemerintah ini tidak berlebihan.
Mantan Ketua Umum Hanura itu menambahkan, proses hukum terhadap cakada yang terlibat kasus korupsi bisa dilanjutkan usai pilkada berakhir.

https://www.jawapos.com/read/2018/03/18/197000/anak-buah-mega-sebut-kpk-biang-kegaduhan-baru-ini-sebabnya


Pembantunya Minta KPK Sudahi OTT, 

Jokowi: Silakan Tanya Pak Wiranto

RABU, 14 MAR 2018 21:53



Anak Buah Mega Sebut KPK Biang Kegaduhan Baru, Ini Sebabnya

Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat di Istana Kepresiden. (birosetpres)

JawaPos.com - Tidak sedikit kalangan yang mengkritik Permintaan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukkam) Wiranto kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Diketahui, Mantan Ketua Dewan Pembina Partai Hanura meminta KPK untuk agar menunda pengumuman status tersangka bagi calon kepala daerah (Cakada) dan langsung menuai polemik. 

Tidak sedikit juga yang menilai permintaan Wiranto itu sebagai bentuk intervensi terhadap pemberantasan korupsi yang dilakukan lembaga antirasuah.


Anak Buah Mega Sebut KPK Biang Kegaduhan Baru, Ini SebabnyaMenkopolhukam Wiranto (JawaPos.com)

Lalu bagaimana dengan respons Presiden Joko Widodo terkait pernyataan anak buahnya itu kepada KPK.
"Ya silakan bertanya pada Pak Wiranto," jawab Presiden yang beken disapa dengan panggilan Jokowi, menjawab wartawan usai menghadiri acara di Banten, Rabu (14/3).


Mantan gubernur DKI Jakarta itu kembali meminta awak media menanyakan langsung kepada Wiranto. Pernyataan Jokowi ini menjawab pertanyaan, apakah pernyataan Wiranto atas persetujuannya.


"Silakan tanya pada pak wiranto. Yang saya tahu KPK itu independen," tegas Jokowi.

https://www.jawapos.com/read/2018/03/14/196053/pembantunya-minta-kpk-sudahi-ott-jokowi-silakan-tanya-pak-wiranto


KPK: Calon Kepala Daerah Tersangka Tak Terkait Pilkada
Senin 19 Maret 2018, 12:42 WIB


Anak Buah Mega Sebut KPK Biang Kegaduhan Baru, Ini SebabnyaWakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan (Foto: Ari Saputra/detikcom)

Jakarta - KPK menegaskan tak pernah menargetkan penetapan tersangka calon kepala daerah. Selain itu, penetapan tersangka pada calon kepala daerah disebut bukan juga terkait pilkada serentak 2018.

"Kalau pun ada yang sudah diumumkan oleh KPK itu bukan mendadak karena ada pilkada terus kita lakukan tersangka terus tidak. Itu sudah sangat pendalaman yang sudah sangat lama. Dan memang itu sudah harusnya dijadikan tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di sela kegiatan di Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Senin (19/3/2018).

Basaria menyebut penetapan seseorang sebagai tersangka dilakukan KPK melalui proses hukum yang matang. Dia membantah ada target khusus KPK dengan menjerat para calon kepala daerah.

"Tidak ada dari KPK 'wah ini 171 daerah melakukan pilkada, lalu orangnya ini, lalu kita melakukan suatu penyelidikan khusus karena mereka ikut pilkada'. Tidak. Jadi harus dibedakan," ujar Basaria.

Selain itu, Basaria menyebut KPK--sebagai aparat penegak hukum--tidak akan berpolitik. KPK disebutnya tetap mendukung pesta demokrasi tetapi penegakan hukum tetap harus dilakukan.

"Tapi bukan berarti membiarkan karena kita juga tidak menginginkan ada juga nanti kepala daerah yang sudah benar-benar real menjadi tersangka lalu kita diamkan," ujar Basaria.

Tersangka teranyar KPK yaitu Ahmad Hidayat Mus yang diumumkan pada Jumat (16/3) kemarin. Ahmad merupakan calon Gubernur Maluku Utara dalam pilkada serentak tahun ini.

KPK menjerat Ahmad sebagai tersangka terkait dugaan korupsi ketika menjabat sebagai Bupati Kepulauan Sula periode 2005-2010. KPK menduga Ahmad bersama adiknya, Zainal Mus, yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Sula 2009-2014, terlibat korupsi proyek fiktif pembebasan lahan Bandara Bobong yang disebut merugikan keuangan negara hingga Rp 3,4 miliar.

Sebenarnya, Ahmad pernah menjadi tersangka dalam kasus itu, tetapi ditangani Polda Maluku Utara. Namun Ahmad menang praperadilan. Status tersangkanya pun lepas serta proses penyidikannya dihentikan polisi, sesuai dengan keputusan praperadilan yang menyatakan penyidikan tidak sah.

Setelah itu, KPK pun berkoordinasi dengan Polda dan Kejati Maluku Utara. KPK kemudian membuka penyelidikan baru atas kasus itu pada Oktober 2017, dan kini menetapkan Ahmad kembali sebagai tersangka. 

https://news.detik.com/berita/3924172/kpk-calon-kepala-daerah-tersangka-tak-terkait-pilkada


Ketua KPK: 
OTT Calon Kepala Daerah Agar Rakyat Tak Salah Pilih

Kamis, 1 Maret 2018 06:15 WIB

Anak Buah Mega Sebut KPK Biang Kegaduhan Baru, Ini Sebabnya
Wakil Ketua KPK Laode Syarief dan Ketua KPK Agus Rahardjo usai menghadiri sidang uji materi uji materi penggunaan hak angket DPR terhadap KPK dalam Pasal 79 ayat 3 UU MD3 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat pada Kamis, 8 Februari 2018. TEMPO/Zara Amelia

TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo memperingatkan agar calon kepala daerah tidak melakukan tindak pidana korupsi menjelang Pemilihan Kepala Daerah 2018. Alasannya, kata dia, lembaganya telah memantau potensi setiap calon yang bakal maju dalam pilkada. 

"Sebetulnya kita sudah mempelajari, ada beberapa calon kepala daerah yang mau ikut kompetisi di pilkada yang akan datang, padahal kita tahu persis yang bersangkutan tidak lama lagi akan jadi tersangka," kata Agus di kantor KPK, Jakarta Selatan, Rabu 28 Februari 2018.


Pemantauan tersebut, kata dia, disertai dengan masuknya sejumlah informasi ke KPK. Jika informasi disertai sejumlah bukti, Agus mengatakan timnya akan melakukan penindakan. "Kita sudah diskusi apa tidak sebaiknya kita declare saja supaya kemudian rakyat tidak salah pilih," ujarnya.

Agus mengatakan operasi tangkap tangan dapat menjadi pengingat calon kepala daerah inkumben dalam menggunakan uang rakyat. Ia menyebutkan pola inkumben menggunakan dana APBD untuk kepentingan kampanyenya. “Sering polanya ini dipergunakan untuk kampanye, untuk pemenangan yang bersangkutan dalam pilkada yang akan datang," kata dia.


Ia pun tak menutup kemungkinan adanya calon kepala daerah lain yang berpotensi melakukan tindak pidana korupsi untuk kepentingan pilkada. Tidak hanya untuk inkumben, Agus juga memberi peringatan bagi calon kepala daerah yang baru akan maju. “Jadi ini peringatan keras bagi teman-teman, terutama incumbent yang kemudian melakukan kompetisi di pilkada yang akan datang," ujarnya.


Belakangan, KPK menangkap sejumlah calon kepala daerah melalui operasi tangkap tangan dengan dugaan suap atau korupsi untuk kepentingan pilkada. Beberapa di antaranya adalah calon Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, calon Gubernur Nusa Tenggara Timur Marianus Sae, calon Bupati Subang Imas Aryumningsih.


KPK juga sempat menangkap calon Gubernur Lampung  Mustafa. Terakhir, KPK menangkap calon Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun, yang ditangkap bersama anaknya yang juga Wali Kota Kendari, Adriatman Dwi Putra. Mereka dibawa ke kantor KPK setelah menjalani pemeriksaan di Kendari.

https://nasional.tempo.co/read/1065439/ketua-kpk-ott-calon-kepala-daerah-agar-rakyat-tak-salah-pilih

----------------------

Kata orang di warung kopi, ketika seorang Kepala Daerah ikut Pilkada itu, sesungguhnya satu kakinya sudah ada di penjara. Kok bisa begitu? Eyalah! Soalnya biaya untuk ikut Pilkada itu sangat-sangat mahal bagi tiap calon yang akan maju! Untuk tingkat Gubernur aja, minimal membutuhkan dana sekityar Rp 350 miliarpercalon. Sedangkan untuk seorang calon Bupati, pada tahun 20i5 saja minimal membutuhkan Rp 75 miliar percalonnya.

Nah, hitung-hitungan bisnis, kalau sekiranya kursi jabatan Kepala Daerah itu  dianggap bukan sebagai kursi pengabdian kepada rakyat, tetapi sebaliknya, untuk memperkaya dirinya sendiri ... ini pasti lebih rumit masalahnya. Dihitung sampai kepala botak pun, kalau modal besar yang sudah dikeluarkan selama Pilkada itu hendak dilunasi dari gaji Kepala Daerah itu sebagai Pejabat Negara, sampai kiamat pun nggak bakalan bisa lunas. Maksudnya, 'break even point (BEP)' atau titik pulang pokok apabila dibayar dengan gaji resmi, pasti nggak bakalan pernah cukup. Emang berapa sish besarnya gaji para kepala negara itu? Nggak seberapalah!

Akhirnya untuk melunasi semua modal yang sudah dikeluarkan saat Pilkada lalu (apalagi kalau duit itu dari utang ke rentenir dengan bunga selangit pula, sebab mana adalah Bank atau Lembaga Keuangan resmi yang  berani berspekulasi mengutangi mereka saat maju Pilkada dulu) ... ialah korupsi itulah! Makanya wajar saja seperti kata Mendagri sendiri: bahwa sejak tahun 2004–2017,  ada sebanyak 313 Kepala Daerah Tersangkut Kasus Korupsi

Tapi begitulah anehnya, nggak pernah ada orang yang kapok ikut Pilkada itu. Misalnya saja tahun 2018 ini tercatat ada 171 Pilkada digelar se Indonesia. Bila diassumsikan tiap Pilkada itu diikuti oleh 3 pasangan Calon (berarti 6 orang peserta), maka akan ada sekitar 1.026 orang yang bertanding. Dan 2/3 dari jumlah itu, akan kalah dan gigit jari, stress memikirkan untuk mencicil dana yang sudah begitu besar dikeluarkan sebelumnya. Yang menang pun sesungguhnya sudah siap-siap memasukkan sebelah kakinya di penjara, sebab kalau pelunasan dana untuk bisa memenangi Pilkada itu ditebus dari duit korupsi,maka soal waktu saja pihak KPK atau Polri atau Kejaksaan menciduknya, OTT atau non-OTT. Astaghfirullah al adzim ...



0
908
9
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan