- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kinerja Periode Kedua TGB Merosot


TS
dybala.mask
Kinerja Periode Kedua TGB Merosot
MATARAM–Kepemimpinan GUbernur NTB, TGH M Zainul Majdi tidak lama lagi akan berakhir. Namun angka kemiskinan hingga saat ini masih tinggi. Bahkan periode kedua kepemimpinannya dinilai lebih merosot dibandingkan periode pertama, dalam hal pengentasan kemiskinan.
Berdasarkan data yang dimiliki Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, periode pertama kepemimpinan pria yang akrab dipanggil Tuan Guru Bajang (TGB) itu cukup memuaskan. Itu pula yang membuat mayoritas masyarakat NTB memilihnya kembali pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilakda) 2013 lalu.
Kepala Seksi (Kasi) Kesejahteraan Rakyat Bidang Sosial BPS Provinsi NTB, Hertina Yusnisa membeberkan data periode pertama kepemimpinan TGB. “Bagus kepemimpinan TGB itu dari 23,81 persen tahun 2008, bisa turun menjadi 17,97 persen di 2013. Turun angka kemiskinan sampai 5,84 persen,” terangnya saat ditemui Radar Lombok di kantornya, Selasa kemarin (11/7).
Berbeda halnya jika dibandingkan kinerja TGB pada periode kedua. Angka kemiskinan 17,97 persen tersebut, hingga saat ini baru bisa diturunkan menjadi 16,02 persen. Artinya, hampir 4 tahun kepemimpinan periode kedua, hanya mampu menurunkan angka kemiskinan 1,77 persen saja.
Sebelum Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2018, Pemprov NTB menargetkan penurunan angka kemiskinan sebesar 2 persen setiap tahun. Namun setelah adanya revisi, setiap tahun ditargetkan 1 persen. Itupun tidak pernah berhasil diwujudkan meski target telah dikurangi.
Dipaparkan Hertina, pada tahun 2008, angka kemiskinan di NTB sebanyak 1.080.613 jiwa atau 23,81 persen. Tahun berikutnya berhasil diturunkan sebesar 1,03 persen, kemudian tahun 2010 lebih tinggi lagi penurunannya 1,23 persen. “Pada Maret 2011, angka kemiskinan kita tinggal 900.573 atau 19,73 persen,” ungkapnya.
Selanjutnya pada September 2012, angka kemiskinan turun menjadi 18,02 persen atau sekitar 840.108 jiwa. Adanya Pilkada pada tahun 2013, membuat pengentasan kemiskinan mulai tidak fokus. Terbukti, per September 2013 angka kemiskinan bertengger pada angka 17,25 persen.
Perjalanan penurunan angka kemiskinan di periode kedua cukup memprihatinkan. Pada September 2014 tercatat tidak terjadi perubahan signifikan yaitu 17,05 persen atau 816.621 jiwa. “Data per Maret 2015, sempat angka kemiskinan bertambah, waktu itu jumlah orang miskin menjadi 823.890 jiwa dibandingkan September 2014,” kata Hertina dengan data yang dipegangnya.
Kemudian angka kemiskinan per maret 2016 lalu, terjadi penurunan namun tidak signifikan. Begitu juga hingga September 2016 lalu, angka kemiskinan masih tinggi sebesar 16,02 persen atau 786.580 jiwa. “Nanti tanggal 17 Juli akan dirilis lagi angka kemiskinan,” imbuhnya.
Hal yang harus dijadikan perhatian, lanjut Hertina, banyak masyarakat NTB hidup dalam kategori rentan miskin. Apabila terganggu sedikit saja kondisi ekonominya, maka akan langsung masuk kategori orang miskin.
Dicontohkan, masyarakat yang menerima Beras kesejahteraan (rastra) atau beras miskin (raskin). Apabila terjadi hambatan dalam penyalurannya, maka banyak masyarakat yang akan langsung menjadi orang miskin. “Kami temukan di Bima misalnya, sampai bulan Mei itu belum juga terima Rastra. Mereka itu bisa langsung digolongkan jadi orang miskin,” ucap Hertina.
Untuk mengatasi hal itu, salah satu cara yang bisa diambil oleh pemerintah daerah (Pemda) yaitu disiapkannya Rastra daerah. “Kalau daerah-daerah lain itu, mereka sudah anggarkan Rastrada (Beras Kesejahteraan Daerah – red). Jadi tidak hanya andalkan bantuan dari pusat. Ini penting, karena faktor kemiskinan di NTB yang terbesar itu akibat beras,” saran Hertina.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi NTB, Ridwan Syah saat dimintai tanggapannya mengakui tidak mudah menurunkan angka kemiskinan. Dibutuhkan kerja keras semua pihak agar target RPJMD bisa terwujud.
Diterangkan, target penurunan angka kemiskinan pada RPJMD 2013-2018 setelah revisi sebesar 1 persen per tahun. Pada tahun 2013, angka kemiskinan sebesar 17,25 persen. Ditargetkan selama 5 tahun, bisa turun 5 persen menjadi 12,25 persen. “Semua komponen terutama Kabupaten/kota harus fokus turunkan angka kemiskinan. Radar Lombok juga bantu do’a supaya angka kemiskinan kita turun,” kata Ridwan Syah.
Anggota DPRD NTB, Ruslan Turmuzi menilai berbagai program dan kebijakan TGB-Amin tidak pernah serius ingin mengatasi persoalan NTB. “Kami menilai TGB-Amin ini gagal. Itu karena programnya politis dan populis semata,” ujarnya.
Apabila ingin melihat NTB benar-benar maju dan kemiskinan bisa dikurangi, maka jangan lagi menghabiskan uang hanya untuk program-program politis dan populis. “Faktanya, kita habiskan uang hampir Rp 1 triliun untuk Islamic Center,” ungkap Ruslan.
Ruslan mengaku kecewa selaku parpol pengusung Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) dan Wagub Muhammad Amin dalam Pilkada 2013. Sebab, selama memimpin hingga saat ini pencapaian program yang dijalankan keduanya sama sekali tidak tuntas, bahkan cenderung menyisakan banyak persoalan hingga kini.
Ruslan mengemukakan ada sejumlah persoalan di antaranya beberapa aset potensial yang dijual pemprov tanpa mempertimbangkan kepentingan selanjutnya, seperti penjualan saham 6persen saham yang dimiliki tiga pemda di NTB (Pemprov sebesar 40 persen, Pemkab Sumbawa Barat sebesar 40 persen dan Sumbawa sebesar 20 persen) dengan pola yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, aset pemprov di Lombok Internasional Airport (LIA) yang dijual malah dengan perhitungan oleh PT Angkasa Pura (AP) I. Selanjutnya, aset pengelolaan lahan seluas 1.175 hektare di Mandalika Resort, Lombok Tengah yang diberikan dan dialihkan ke ITDC selaku BUMN tanpa ada usaha menuntutnya kembali.
"Kalau kita kembali melihat sejarah, semua aset itu dirintis mantan Gubernur NTB HL Serinata agar dimiliki oleh daerah tidak lain untuk kesejateraan rakyat. Tapi anehnya, begitu kita kuasai dengan berdarah-darah memperolehnya, malah begitu saja dijual seenaknya semua aset itu oleh Gubernur saat ini. Kan ini jelas sudah tidak benar, mengalihkan fakta sejarah," ucapnya.
Tidak hanya itu, kata Ruslan, klaim jika Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika kini ada pembangunan hotel karena campur tangan gubernur. Menurutnya, hal tersebut tidak benar. Padahal, semua itu dilakukan karena adanya intervensi langsung dari Presiden Joko Widodo yang prihatin atas kondisi 10 tahun areal ribuan hektare tersebut tidak pernah diurus.
"Yang membangun Mandalika itu bukan Pemda NTB, tapi Pak Presiden Jokowi. Ini perlu kita luruskan agar tidak ada klaim dari TGB jika dia yang berhasil membangun di situ," tegas Ruslan.
Disamping itu, Ruslan mengatakan selama memimpin program prioritas yang menjadi unggulan TGB-Amin sebagai janji kampanye saat Pilkada 2013, seperti Sapi, Jagung dan Rumput Laut ( Pijar), angka drop out nol (Adono), angka buta aksara nol (Absano), angka kematian ibu nol (Akino) dan program 200 ribu wirausaha baru, sama sekali tidak terlihat pencapaiannya.
Hal ini terlihat dari target penurunan kemiskinan sesuai indikator kinerja RPJMD 2014-2018 mencapai 14,25 persen, namun realisasinya hanya 16,02 persen. Padahal, tidak sedikit dana daerah melalui APBD NTB yang dikucurkan untuk membiayai program prioritas tersebut selama ini.
"Jika program perioritas ini dikatakan berhasil, tidak mungkin Presiden Jokowi menerbitkan Perpres Nomor 131 tahun 2015 yang menetapkan delapan daerah di NTB masuk daerah tertinggal tahun 2015-2019. Makanya, perlu adanya keterpaduan intervensi oleh pusat untuk menuntaskan keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan di NTB," jelasnya.
Lebih lanjut, ujar Ruslan, yakni terkait tata kelola birokraksi yang di pimpin TGB-Amin dinilai tidak tepat dalam menempatkan para pejabatnya sesuai dengan kompetensi dan keahliannya selama ini. Sehingga, predikat zona kuning dalam hal pelayanan publik di Indonesia sesuai penelitian Ombudsman NTB masih saja mendera SKPD lingkungan Pemerintah Provinsi NTB dalam lima tahun terakhir.
https://radarlombok.co.id/kinerja-pe...b-merosot.html
Berdasarkan data yang dimiliki Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, periode pertama kepemimpinan pria yang akrab dipanggil Tuan Guru Bajang (TGB) itu cukup memuaskan. Itu pula yang membuat mayoritas masyarakat NTB memilihnya kembali pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilakda) 2013 lalu.
Kepala Seksi (Kasi) Kesejahteraan Rakyat Bidang Sosial BPS Provinsi NTB, Hertina Yusnisa membeberkan data periode pertama kepemimpinan TGB. “Bagus kepemimpinan TGB itu dari 23,81 persen tahun 2008, bisa turun menjadi 17,97 persen di 2013. Turun angka kemiskinan sampai 5,84 persen,” terangnya saat ditemui Radar Lombok di kantornya, Selasa kemarin (11/7).
Berbeda halnya jika dibandingkan kinerja TGB pada periode kedua. Angka kemiskinan 17,97 persen tersebut, hingga saat ini baru bisa diturunkan menjadi 16,02 persen. Artinya, hampir 4 tahun kepemimpinan periode kedua, hanya mampu menurunkan angka kemiskinan 1,77 persen saja.
Sebelum Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2018, Pemprov NTB menargetkan penurunan angka kemiskinan sebesar 2 persen setiap tahun. Namun setelah adanya revisi, setiap tahun ditargetkan 1 persen. Itupun tidak pernah berhasil diwujudkan meski target telah dikurangi.
Dipaparkan Hertina, pada tahun 2008, angka kemiskinan di NTB sebanyak 1.080.613 jiwa atau 23,81 persen. Tahun berikutnya berhasil diturunkan sebesar 1,03 persen, kemudian tahun 2010 lebih tinggi lagi penurunannya 1,23 persen. “Pada Maret 2011, angka kemiskinan kita tinggal 900.573 atau 19,73 persen,” ungkapnya.
Selanjutnya pada September 2012, angka kemiskinan turun menjadi 18,02 persen atau sekitar 840.108 jiwa. Adanya Pilkada pada tahun 2013, membuat pengentasan kemiskinan mulai tidak fokus. Terbukti, per September 2013 angka kemiskinan bertengger pada angka 17,25 persen.
Perjalanan penurunan angka kemiskinan di periode kedua cukup memprihatinkan. Pada September 2014 tercatat tidak terjadi perubahan signifikan yaitu 17,05 persen atau 816.621 jiwa. “Data per Maret 2015, sempat angka kemiskinan bertambah, waktu itu jumlah orang miskin menjadi 823.890 jiwa dibandingkan September 2014,” kata Hertina dengan data yang dipegangnya.
Kemudian angka kemiskinan per maret 2016 lalu, terjadi penurunan namun tidak signifikan. Begitu juga hingga September 2016 lalu, angka kemiskinan masih tinggi sebesar 16,02 persen atau 786.580 jiwa. “Nanti tanggal 17 Juli akan dirilis lagi angka kemiskinan,” imbuhnya.
Hal yang harus dijadikan perhatian, lanjut Hertina, banyak masyarakat NTB hidup dalam kategori rentan miskin. Apabila terganggu sedikit saja kondisi ekonominya, maka akan langsung masuk kategori orang miskin.
Dicontohkan, masyarakat yang menerima Beras kesejahteraan (rastra) atau beras miskin (raskin). Apabila terjadi hambatan dalam penyalurannya, maka banyak masyarakat yang akan langsung menjadi orang miskin. “Kami temukan di Bima misalnya, sampai bulan Mei itu belum juga terima Rastra. Mereka itu bisa langsung digolongkan jadi orang miskin,” ucap Hertina.
Untuk mengatasi hal itu, salah satu cara yang bisa diambil oleh pemerintah daerah (Pemda) yaitu disiapkannya Rastra daerah. “Kalau daerah-daerah lain itu, mereka sudah anggarkan Rastrada (Beras Kesejahteraan Daerah – red). Jadi tidak hanya andalkan bantuan dari pusat. Ini penting, karena faktor kemiskinan di NTB yang terbesar itu akibat beras,” saran Hertina.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi NTB, Ridwan Syah saat dimintai tanggapannya mengakui tidak mudah menurunkan angka kemiskinan. Dibutuhkan kerja keras semua pihak agar target RPJMD bisa terwujud.
Diterangkan, target penurunan angka kemiskinan pada RPJMD 2013-2018 setelah revisi sebesar 1 persen per tahun. Pada tahun 2013, angka kemiskinan sebesar 17,25 persen. Ditargetkan selama 5 tahun, bisa turun 5 persen menjadi 12,25 persen. “Semua komponen terutama Kabupaten/kota harus fokus turunkan angka kemiskinan. Radar Lombok juga bantu do’a supaya angka kemiskinan kita turun,” kata Ridwan Syah.
Anggota DPRD NTB, Ruslan Turmuzi menilai berbagai program dan kebijakan TGB-Amin tidak pernah serius ingin mengatasi persoalan NTB. “Kami menilai TGB-Amin ini gagal. Itu karena programnya politis dan populis semata,” ujarnya.
Apabila ingin melihat NTB benar-benar maju dan kemiskinan bisa dikurangi, maka jangan lagi menghabiskan uang hanya untuk program-program politis dan populis. “Faktanya, kita habiskan uang hampir Rp 1 triliun untuk Islamic Center,” ungkap Ruslan.
Ruslan mengaku kecewa selaku parpol pengusung Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) dan Wagub Muhammad Amin dalam Pilkada 2013. Sebab, selama memimpin hingga saat ini pencapaian program yang dijalankan keduanya sama sekali tidak tuntas, bahkan cenderung menyisakan banyak persoalan hingga kini.
Ruslan mengemukakan ada sejumlah persoalan di antaranya beberapa aset potensial yang dijual pemprov tanpa mempertimbangkan kepentingan selanjutnya, seperti penjualan saham 6persen saham yang dimiliki tiga pemda di NTB (Pemprov sebesar 40 persen, Pemkab Sumbawa Barat sebesar 40 persen dan Sumbawa sebesar 20 persen) dengan pola yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, aset pemprov di Lombok Internasional Airport (LIA) yang dijual malah dengan perhitungan oleh PT Angkasa Pura (AP) I. Selanjutnya, aset pengelolaan lahan seluas 1.175 hektare di Mandalika Resort, Lombok Tengah yang diberikan dan dialihkan ke ITDC selaku BUMN tanpa ada usaha menuntutnya kembali.
"Kalau kita kembali melihat sejarah, semua aset itu dirintis mantan Gubernur NTB HL Serinata agar dimiliki oleh daerah tidak lain untuk kesejateraan rakyat. Tapi anehnya, begitu kita kuasai dengan berdarah-darah memperolehnya, malah begitu saja dijual seenaknya semua aset itu oleh Gubernur saat ini. Kan ini jelas sudah tidak benar, mengalihkan fakta sejarah," ucapnya.
Tidak hanya itu, kata Ruslan, klaim jika Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika kini ada pembangunan hotel karena campur tangan gubernur. Menurutnya, hal tersebut tidak benar. Padahal, semua itu dilakukan karena adanya intervensi langsung dari Presiden Joko Widodo yang prihatin atas kondisi 10 tahun areal ribuan hektare tersebut tidak pernah diurus.
"Yang membangun Mandalika itu bukan Pemda NTB, tapi Pak Presiden Jokowi. Ini perlu kita luruskan agar tidak ada klaim dari TGB jika dia yang berhasil membangun di situ," tegas Ruslan.
Disamping itu, Ruslan mengatakan selama memimpin program prioritas yang menjadi unggulan TGB-Amin sebagai janji kampanye saat Pilkada 2013, seperti Sapi, Jagung dan Rumput Laut ( Pijar), angka drop out nol (Adono), angka buta aksara nol (Absano), angka kematian ibu nol (Akino) dan program 200 ribu wirausaha baru, sama sekali tidak terlihat pencapaiannya.
Hal ini terlihat dari target penurunan kemiskinan sesuai indikator kinerja RPJMD 2014-2018 mencapai 14,25 persen, namun realisasinya hanya 16,02 persen. Padahal, tidak sedikit dana daerah melalui APBD NTB yang dikucurkan untuk membiayai program prioritas tersebut selama ini.
"Jika program perioritas ini dikatakan berhasil, tidak mungkin Presiden Jokowi menerbitkan Perpres Nomor 131 tahun 2015 yang menetapkan delapan daerah di NTB masuk daerah tertinggal tahun 2015-2019. Makanya, perlu adanya keterpaduan intervensi oleh pusat untuk menuntaskan keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan di NTB," jelasnya.
Lebih lanjut, ujar Ruslan, yakni terkait tata kelola birokraksi yang di pimpin TGB-Amin dinilai tidak tepat dalam menempatkan para pejabatnya sesuai dengan kompetensi dan keahliannya selama ini. Sehingga, predikat zona kuning dalam hal pelayanan publik di Indonesia sesuai penelitian Ombudsman NTB masih saja mendera SKPD lingkungan Pemerintah Provinsi NTB dalam lima tahun terakhir.
https://radarlombok.co.id/kinerja-pe...b-merosot.html
Diubah oleh dybala.mask 17-03-2018 20:26
0
2.5K
25


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan