Kaskus

News

annisaputrieAvatar border
TS
annisaputrie
Menjegal Keadilan bagi Ahok
Menjegal Keadilan bagi Ahok
Jumat, 16 Maret 2018 15:15 WIB

Menjegal Keadilan bagi Ahok


TUNTUTAN sejumlah orang yang menyebut dirinya Alumni 212 sungguh tak masuk akal. Mereka mengancam akan menurunkan massa besar-besaran dalam sidang peninjauan kembali (PK) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Mereka menuntut agar hakim PK tidak mengabulkan permohonan itu. Hakim Mahkamah Agung yang nanti memutus perkara ini tak boleh terintimidasi. Jangan mengulang vonis pada Ahok yang dijatuhkan majelis karena tekanan massa.

Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah memvonis Ahok dua tahun penjara pada Mei tahun lalu. Hakim menilainya bersalah telah melakukan penodaan agama dalam pernyataannya soal Surat Al-Maidah ayat 51. Vonis ini turun menyusul tekanan massa dari kelompok ”Pembela Islam” yang melakukan serangkaian aksi demo besar di Ibu Kota. Puncak tekanan adalah aksi pada 2 Desember 2016 (belakangan disebut sebagai aksi 212) yang diikuti ratusan ribu orang.


Rangkaian tekanan massa itu tak lepas kaitannya dengan proses hukum yang dijalani Ahok.


Kecut oleh tekanan massa, polisi menetapkannya sebagai tersangka. Pengadilannya berlangsung supercepat. Setelah divonis, Ahok sayangnya memutuskan mencabut memori banding. Dia beralasan tak ingin kegaduhan politik terus berlanjut akibat proses banding itu.


Ahok telah dipenjara. Ia juga kalah dalam pemilihan gubernur. Kini Ahok bukan siapa-siapa. Dia hanya seorang terpidana yang mengajukan haknya untuk mendapat keadilan.


[size={defaultattr}]Peninjauan kembali adalah hak yang dijamin hukum. Dan Ahok punya alasan kuat. Bukti baru yang dia ajukan adalah vonis satu setengah tahun penjara dari Pengadilan Negeri Bandung terhadap Buni Yani. Dosen sebuah perguruan tinggi di Jakarta ini dinyatakan bersalah telah mengedit video pernyataan Ahok soal Surat Al-Maidah. Video suntingan ini yang kemudian menjadi viral dan memicu aksi demo menyerang Ahok. Tim hukum Ahok yakin, tanpa video itu, ledakan kasus Al-Maidah tak akan terjadi.

Selayaknya para hakim di Mahkamah Agung yang kelak menguji PK mempertimbangkan bukti baru itu. Tak hanya vonis Buni Yani, Mahkamah juga harus mempertimbangkan serangkaian kejanggalan dalam proses persidangan Ahok sebelumnya. Lemahnya tuntutan sehingga jaksa gagal membuktikan dakwaan primer, atau sejumlah saksi menguntungkan Ahok yang diabaikan oleh hakim, merupakan sebagian dari kejanggalan itu.[/size]


Kita berharap hakim PK mampu berpikir jernih dan tak terintimidasi. Kasus Ahok bukan sekadar perkara kriminal biasa. Nuansa politik sangat terasa dalam vonis yang harus diterima Ahok. Sidang PK itu sekali lagi akan menjadi ujian penting bagi sistem hukum kita: beranikah para hakim di MA memutuskan perkara sepenuhnya berdasarkan pertimbangan hukum, bukan karena ada intimidasi massa.

Tak kalah mendasar, ini juga akan menjadi ujian: janganlah negara terseret menjadi mobokrasi--istilah bagi negara yang mudah ditekan oleh aksi massa. 

Para penggagas aksi juga semestinya menahan diri. Melakukan kesalahan dengan memaksakan kehendak lewat aksi massa, mereka hendaknya menyadari: PK adalah hak hukum terdakwa untuk membela diri. Kekhawatiran bahwa PK Ahok akan mengantarkan sang terpidana ke panggung politik adalah sikap kekanak-kanakan dan tidak percaya diri.
[size={defaultattr}]https://kolom.tempo.co/read/1070339/menjegal-keadilan-bagi-ahok[/size]

[size={defaultattr}]

[/size]




[ltr]Jumat, 16 Maret 2018[/ltr]

[ltr]MA Jamin Artidjo Dkk Objektif Putuskan Kasus Ahok[/ltr]

[ltr]Kuasa Hukum Ahok tetap meneruskan perkara PK ini dan pasrah pada Tuhan.[/ltr]



[ltr]Menjegal Keadilan bagi AhokTower MA. Foto : ASH[/ltr]

[ltr][size={defaultattr}]
Mahkamah Agung (MA) menjamin Majelis Hakim yang diketuai Artidjo Alkostar yang tengah mengadili permohonan peninjauan kembali (PK) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bakal memutus secara independen dan objektif. Sebab, MA yakin dan percaya akan integritas dan kapasitas Artidjo Alkostar Dkk.       
 
“Kami yakin Artidjo Alkostar dan hakim anggota lain objektif dan ‘jernih’ memutus perkara PK Ahok,” kata Abdullah saat dikonfirmasi Hukumonline di Jakarta, Jum’at (16/3/2018). Pernyataan ini menjawab informasi yang beredar yang menyebut pernah ada kedekatan antara Artidjo Alkostar dan Front Pembela Islam (FPI) pimpinan Rizieq Shihab.    
 
Abdullah menegaskan jangankan perkara Ahok, perkara siapapun, Artidjo Alkostar memutuskan perkara secara objektif dan independen. Sebab, sebagian masyarakat tahu bagaimana kepribadian Hakim Agung Artidjo Alkostar. “Jangankan perkara Ahok, perkara apapun ia akan tetap objektif. Tidak ada kok yang meragukan Artidjo dalam menangani dan memutus perkara. Kita semua tahu siapa Artidjo Alkostar?”
 
Diakuinya, Artidjo sebelumnya berprofesi sebagai lawyer dan aktivis hukum. Tetapi, setelah menjadi Artidjo Alkostar menjadi hakim agung semuanya dilepas. “Itu dulu memang ada kedekatan dengan FPI, itukan dulu. Tetapi sejak jadi hakim agung tidak ada yang bisa mengintervensi dia. Bahkan, kedekatan sesama hakim, pegawainya, temannya, supirnya sampai istrinya pun tidak bisa pengaruhi perkara yang sedang ditanganinya,” kata dia.
 
Dia pun punya pengalaman ketika dirinya masih bertugas sebagai hakim dan pernah berhadapan langsung dengan Artidjo ketika masih menjadi lawyer. “Dia (Artidjo) memang tidak bisa sampai sekarang dipengaruhi. Apalagi, sekarang sudah menjadi hakim agung. “Kita yang sama-sama di MA saja tidak bisa pengaruhi dia,” tegasnya.
 
Menurutnya, kejujuran, kemandirian, independensi, integritas Artidjo Alkostar tidak bisa diragukan lagi. “Semua orang tahu itu. Jadi, janganlah negatif dan harus husnudzon (berbaik sangka). Kami sekali lagi tetap yakin Artidjo ‘jernih’ menangani PK Ahok.
 
Terpisah, Kuasa Hukum Basuki, Josefina Agatha Syukur mengatakan akan tetap melanjutkan permohonan PK ini. “Kita tetap pada PK dan menyerahkan semuanya pada kehendak Tuhan,” kata Josefina, saat dikonfirmasiHukumonline, Jum’at (16/3/2018).   
 
Josefina mempercayakan kepada MA untuk memutuskan permohonan PK ini. “Kita percaya saja, apapun itu (putusannya) akan diubah Tuhan untuk kebaikan pak Ahok,” katanya.
 
Sejak permohonan PK Ahok diajukan pada 2 Februari 2018, Kepaniteraan Pidana MA telah meregistrasi permohonan ini dengan No. 11 PK/Pid/2018. Kemudian menetapkan susunan Majelis Hakim dan mengirimkan berkas permohonan PK ini ke Majelis pada Selasa 13 Maret 2018.  
 
Adapun susunan Majelis Hakim yang bakal memutus permohonan PK Ahok terdiri dari Artidjo Alkostar selaku ketua majelis beranggotakan Salman Luthan dan Sumardijatmo. Diperkirakan permohonan PK yang diajukan Ahok ini diputuskan Majelis Hakim paling lama dua pekan lagi.
 
Melalui kuasa hukum Ahok, Fifi Lety Indra dan Josefina Agatha Syukur melayangkan permohonan PK atas putusan Nomor: 1537/Pid.B/2016/PN.Jkt.Utr yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam putusan PN Jakarta Utara itu, Ahok divonis dua tahun penjara karena terbukti melakukan penodaan agama sebagaimana dakwaan Pasal 156a KUHP pada 9 Mei 2017 lalu. 
 
Pasal itu menyebutkan secara sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama. Hal ini terkait pernyataan Ahok soal Surat Al-Maidah 51 saat berkunjung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, September 2016 lalu.   
 
Alasan utama PK ini mengandung kekhilafan hakim dalam membuat putusan tingkat pertama (PN Jakarta Utara). Setidaknya, ada tujuh poin alasan pengajuan PK ini. Diantaranya, ada kekhilafan hakim dalam putusannya yang tidak mempertimbangkan sejumlah ahli yang dihadirkan Ahok, pidato mendiang Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang membolehkan pemimpin nonmuslim tidak dipertimbangkan majelis, langsung perintah ditahan saat diputus bersalah.

 Alasan lain, Basuki tidak naik banding usai divonis 2 tahun penjara beberapa waktu lalu lantaran situasi kerukunan antarumat beragama yang tidak bagus/kondusif, sehingga Basuki akhirnya memilih menerima vonis. Alasan terpenting yang disebut-sebut sebagai novum (bukti baru) yakni putusan pemidanaan Buni Yani oleh Majelis Hakim PN Bandung pada 14 November 2017. Putusan bersalah Terdakwa Buni Yani ini menjadikan vonis Ahok dinilai keliru dan kontradiktif.    
 
Buni Yani dinyatakan terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Pasal 32 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal 32 ayat (1) UU ITE berbunyi "….mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.”
 
Atas perbuatan terdakwa, Majelis Hakim menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara. Buni Yani dinilai terbukti melawan hukum dengan mengunggah video di akun Facebook tanpa izin Diskominfomas Pemprov DKI Jakarta. Unggahan itu berupa potongan video pidato Ahok pada 27 September 2016, yang diunggah di akun Youtube Pemprov DKI Jakarta. Selain itu, hakim menilai Buni Yani terbukti mengubah durasi video.
 
Video asli berdurasi 1 jam 48 menit 33 detik, sedangkan video yang diunggah Buni di akun Facebook hanya 30 detik. Kini, putusan ini tengah diajukan permohonan banding oleh Buni Yani melalui kuasa hukumnya.  
 
Hingga saat ini, Basuki masih mendekam di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat untuk menjalani vonis dua tahun penjara sejak 9 Mei 2017 karena amar putusan PN Jakarta Utara itu ada perintah langsung ditahan. [/size]
[/ltr]
[size={defaultattr}]http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5aab8d06d4301/ma-jamin-artidjo-dkk-objektif-putuskan-kasus-ahok[/size]

[size={defaultattr}]----------------------------------[/size]

[size={defaultattr}]Bila AHOK bebas ... apalagi sampai ada parpol yang mendaulatnya menjadi Capres atau Cawapres di Pilpres 2019, pasti akan menjadi amunisi baru dan menjadi inspirasi baru bagi munculnya gerakan-gerakan massa anti-AHOK menjelang Pemilu dan Pilpres tahun depan itu. Lihat saja nanti.

[/size]

0
2.9K
40
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan