Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

schacherAvatar border
TS
schacher
Mengapa kapitalisme membuat negara kaya?
https://www.msn.com/en-us/money/comp...?ocid=SK216DHP

Karena kebangkrutan.

Lho?

Kok aneh?

Iya. Dalam kapitalisme, bisnis yang tidak efficient bangkrut. Kelar. Akhirnya yang sisa adalah bisnis yang efficient yang semakin besar.

Ada tidak korupsi dalam bisnis? Ada. Tapi pemimpin bisnis pintar pintar. Korupsi merugikan pemegang saham. Jadi ya dipecat. Kalo tidak dipecat, ya bangkrut bisnis nya.

Mengapa campur tangan pemerintah membuat negara miskin?

Karena pemborosan tidak bangkrut bangkrut.

Si Ahok bangun monas menari dengan biaya hanya 300 juta.

https://megapolitan.kompas.com/read/...ingga-addie-ms

Bandingkan dengan air mancur DPR. Butuh 620 juta untuk renovasi kecil

https://megapolitan.kompas.com/read/...ga-rp-620-juta

Yang mana yang kepilih?

Mengapa bisa begitu?

Amat tidak jelas.

Dalam kapitalisme, setiap customer memilih untuk diri sendiri. Jadi mereka akurat. Kalau harga di toys r us lebih murah dari pada di wallmart ya mereka beli di toys r us.

Dalam pemerintah, kita vote untuk kepentingan orang lain.

Contoh, meskipun Ahok lebih efficient, beberapa orang mungkin merasa diuntungkan oleh Anies, karena seiman atau apa lah. Di sini, kalo toh mereka salah pilih, kerugian itu ditanggung orang lain. Jadi incentive mereka untuk memilih yang efficient lebih tipis.

Sebagai perbandingan, Raja Salman, berinvestasi di Cina, dimana manager, dan CEOnya tapir semua. Karena itu uang dia sendiri, dia memilih investasi yang bagus tanpa mempedulikan agama. Raja Salman sendiri berinvestasi lebih sedikit di indo.

http://www.thejakartapost.com/news/2...nt-jokowi.html

Masalah lain adalah benefit yang tidak jelas.

Dalam perusahaan, kalau laba perusahaan $1 billion, ya itu dibagi rata ke semua pemegang saham. Ada 1 juta pemegang saham ya masing masing dapat $1000. Itu bisa terjadi dalam bentuk dividend atau reinvestment atau kenaikan harga saham.

Kalau di indo, laba tersebut tidak jelas. Ahok efficient. Lalu KJS menerima duit. Iya. Itu KJS. Saya? Saya kan tidak ikut KJS. Ahok menggusur orang tapi menaruh mereka di rusun. Untung tidak? Ya saya tidak ikut digusur. Saya tidak tahu pasti. Yang pro Ahok bilang, tuh dapat rusun enak sekali. Yang anti Ahok bilang, wah dia gusur orang, kejam sekali. Kita memilih berdasarkan apa yang dialami orang lain. Kita peduli pun kita tidak tahu pastsi kebenaran.

Banyak issue dalam politik itu tertutup.

Anies dan Ahok. Mana yang lebih korup? Ya tidak tahu. Semua pendukungnya bilang jagoan mereka lebih bersih. Siapa sih yang korup terang terangan.

Anies dan Ahok, mana yang lebih efficient? Ahok. Bandingkan saja monas menari vs kolam DPRD. Tapi ya itu. Kita tidak punya mindset pemimpin yang lebih bersih itu yang lebih benar. Mengapa? Ya kalo toh bener si Ahok lebih efficient. Apa kita bisa jual kependudukan DKI kita ke daerah lain? Tidak. Apa kita dapat dividend? Tidak. Ya tidak jelas juga kan untung ruginya? Paling waktu kita ngurus dokumen kita berasa, yah dipungli lagi.

Usul saya:

Bagikan sisa anggaran ke pemilih, anggota DPR, dan gubernur

Sisa anggaran 90% bagi dividend ke semua yang punya hak pilih. 2% DPR, 1% gubernur. Ini memberi incentive untuk semua gubernur, semua anggota DPR, dan seluruh pemilih di pemilihan umum, untuk menghemat anggaran.

Kita mampu kok. Kita tidak punya incentive. Itu saja.

Banyak orang malah mengeluhkan anggaran tidak terserah habis jaman Ahok.

Kalau suatu daerah "well governed" pasti banyak orang mau pindah dari daerah lain ke daerah itu. Kependudukan bisa diperjual belikan. Jadi warga Jakarta yang tidak suka di Jakarta, bisa pindah ke Solo. Nah kalau ternyata yang mau pindah ke Jakarta banyak yang pindah ke Solo dikit, mereka bisa dapat uang dari selisih harga kependudukan.

Dengan system yang sekarang, anggota DPR tidak punya incentive untuk menghemat anggaran. Kalau bisa, anggaran yang lebih boros malah lebih menguntungkan bagi mereka. Ini incentive terlalu kuat untuk membuat mereka korupsi.

Misal saya anggota DPR, saya ditawari dua proposal. Satu 10 trilyun. Satu lagi 20 trilyun. Saya pilih yang mana? Kalo saya DPR yang jujur saya pilih 10 trilyun. Tapi itu juga susah. Incentivenya kecil. Rakyat pun tidak tahu yang mana yang bagus. Elektabilitas saya tidak tergantung pilihan saya. Gampang sekali mengclaim kalau yang 20 trilyun adalah pilihan yang lebih bagus.

Anggota DPR yang tidak jujur akan pilih yang 20 trilyun. Dari 20 trilyun itu, 10 trilyun buat pengusaha pertama. 10 trilyunnya bisa dibagi bagi. Jelas saya pilih yang 20 trilyun. Rakyat pun, karena tidak kebagian sisa anggaran, akan tetap memilih anggota DPR yang milih yang 20 trilyun. Ahok sudah menghemat 12 trilyun biaya "pemahaman nenek lu", tetap saja nggak kepilih.



Lihat 12 Trilyun yang dihemat Ahok itu cukup untuk membayar 2.4 juta rupiah ke tiap pemilih. Dengan Ahok tidak jadi gubernur lagi, expectasi 20 Trilyun akan hilang dari anggaran kita tiap tahun.

Kalau uang dibagi ke pemilih, setiap tahun tiap warga yang punya hak pilih bisa mendapat 4 juta rupiah dari penghematan karena mencegah korupsi. Ini memberi incentive untuk memilih partai politik dan gubernur yang efficient.

Tetapi Ahok tidak memberi 2.4 juta ke setiap pemilih. Ahok menyimpannya di Bank DKI. Gubernur selanjutnya tinggal nyolong. Ya in a sense, bukan salah Ahok. Tapi in a sense, kita semua rugi kan?

Tapi kalo sisa anggaran saya kebagian, meskipun sedikit, saya punya incentive buat pilih yang returnnya lebih besar ke saya. Untung rugi lebih jelas terlihat. Di sini efficiency lebih terukur.

Ibaratnya kita beli pensil. Satu perusahaan jual pensil 1000 rupiah. Perusahaan lain jual pensil 5000 rupiah. Ya kita kan langsung bisa lihat harga dan bandingkan.

Begitu juga kalau ada 2 gubernur. Yang satu kita dapat dividend 1 juta per tahun. Yang lain kita dapat dividend 2 juta per tahun. Lalu kita lihat banjir beres tidak, jalan lubang tidak, ya kita bisa lihat lebih jelas yang mana yang beres.

Kuatkan otonomy daerah.

Tidak ada satu daerah yang bagus buat semua orang. Ada yang suka sekularisme. Ada yang suka agama. Ada yang ingin pramuriaan legal dan dipajaki. Ada yang ingin itu dilarang. Biarkan setiap orang pindah ketempat yang mereka suka. Liat yang mana yang maju.

Process ini namanya natural segregation.

Kalau anda suka baju merah yang lain suka baju biru, apa anda musyawarah mufakat cerita mana yang lebih bagus? Tidakkan. Yang suka baju merah beli baju merah. Yang suka baju biru beli baju biru.

Otonomy daerah memungkinkan pemerintah untuk "coba coba". Dalam mekanisme pasar, setiap usaha mulai kecil dulu. Baru kalau berhasil mereka jadi besar seperti uber dan facebook.

Dalam negara, kita tidak bisa mencoba hal kecil kecil dulu.

Coba lihat. Kapitalis radical, liberal radical, libertarian radical, syariah radical, semua tidak punya tempat di negara ini. Akhirnya semua tempat jadi campur campur. Semuanya harus mengakomodasi orang yang preferensinya beda dengan mereka.

Teman saya yang sekuler harus mendengar suara adzan karena tidak ada kota yang sepenuhnya sekuler. Kita juga harus menerima demo FPI yang menghabiskan milyaran rupiah untuk menjatuhkan Ahok.

Sedangkan banyak orang ingin negara lebih religious lagi. Ada yang mau syariah lah apa lah. Mereka juga tidak happy dengan negara yang sekarang ini (dan negara apapun sih, kalau saya lihat).

Banyak orang ingin negara lebih kapitalis lagi. Mereka berpendapat kapitalisme membawa kemakmuran untuk semua orang.

Yang mana yang betul?

Ya coba lah masing masing di kota mereka sendiri dimana majoritas orang memang menginginkan hal itu.

Kalau kita lihat tidak ada negara besar yang tidak punya otonomy daerah. Kerajaan Otoman punya mallet system. PRC mencoba suatu policy kecil dulu. Amerika negara federal dengan states.


Pajaki tanah.

Harga tanah melambung tinggi kalau pemerintahnya bagus. Yang menikmati hanya yang memiliki tanah. Pajaki tanah dan bagikan hasilnya ke semua pemilih. Jadi keuntungan dari pemerintah yang baik lebih merata. Ini memungkinkan pemilih, di pemilihan umum, untuk tau gubernur mana yang lebih bagus.

Yang sekarang ini, si gubernur A efficient. Harga tanah naik. Yang untung pemilik tanah. Lalu majoritas masyarakat pilih gubernur B. Mungkin si gubernur B tidak mengurus banjir dengan baik. Mungkin harga tanah turun. Tapi majoritas masyarakat toh tidak diuntungkan dengan kenaikan harga tanah. Asal gubernur B bagi duit, mungkin mereka prefer B. Nah kepentingan kita jadi tidak searah. Satu tarik ke kiri, satu tarik ke kanan. Nggak bener kan? Lalu dimanfaatkan oleh koruptor.

Optional: Pajaki tindak kriminal konsensual

Sekarang ini, polisi jelas tidak (mau atau mampu) memberantas narkoba dan prostitusi. Tetap saja terjadi. Dan mereka tentu disogok. Buwas sendiri bilang 36 diskotik di indonesia jualan narkoba. Itu majoritas club di indo lho. Kita sama tahu. Mereka dapat ijin. Itu majoritas dari club di indo.

https://news.okezone.com/read/2018/0...darkan-narkoba

Dari pada mereka nyogok polisi, mending uangnya kita pajaki.

Apakah ini ide yang baik? Menurut saya serahkan kembali ke rakyat. Tiap daerah bisa beda beda. Ada yang setuju ada yang tidak. Ya pindahlah ke daerah yang menurut anda lebih masuk akal.

Beberapa states seperti colorado dan washington sudah melegalkan ganja.  [url]https://news.lifS E N S O Rfive-years-effects-legalization-colorado-washington-state/[/url] dan hasilnya tingkat kriminalitas malah lebih rendah.

Di portugal di mana semua narkoba legal, orang yang mati karena narkoba malah jauh lebih sedikit.



Diubah oleh schacher 15-03-2018 15:46
0
1.3K
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan