
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo tak kunjung menandatangani pengesahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD atau MD3 setelah 30 hari disahkan di tingkat paripurna parlemen.
UU MD3 itu dengan demikian mulai berlaku sejak hari ini meski Jokowi tak membubuhi tanda tangannya. UU MD3 ini disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 12 Februari lalu.
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menegaskan UU MD3 sudah sah dan pemerintah wajib menindaklanjuti hal tesebut. Lepas dari itu, kata Margartio, masyarakat akan melihat Jokowi tidak bisa tegas dalam menyikapi masalah ini.
"Jokowi makin kelihatan plin-plan ya. Masyarakat dalam hal ini tetap akan menyalahkan Jokowi karena sikap awalnya yang kaget dan menolak revisi UU MD3, tapi setelah 30 hari ini tidak melakukan apa-apa juga," kata Margarito kepada CNNIndonesia.com, Rabu (14/3).
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly sempat menyebut Presiden Jokowi kaget dengan revisi UU MD3 yang disahkan DPR. Jokowi, kata Yasonna, juga tidak akan menandatanganinya.
Menurut Yasonna, ada sejumlah pasal yang dipersoalkan pemerintah dalam revisi UU MD3. Salah satunya terkait dengan kriminalisasi terhadap penghina martabat anggota DPR.
Menanggapi 'drama' Menteri Yasonna tersebut, Margarito curiga sejak awal ada yang salah di dalam manajemen keputusan pemerintahan Jokowi.
"Menkumham itu kan mewakili presiden. Tapi gimana ceritanya kalau Jokowi kaget atas keputusan yang sudah dibuat Menkumham dan DPR itu?," kata Margartio.
Terpisah, pakar hukum tata negara Denny Indrayana menganggap keputusan Jokowi untuk tidak menandatangani revisi UU MD3 tetap sejalan dengan konstitusi.
Menurut Denny, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 73 ayat 2, rancangan undang-undang yang tidak ditandatangani oleh presiden dalam waktu paling lama 30 hari, terhitung sejak disetujui bersama (antara DPR dan pemerintah), tetap akan sah menjadi undang-undang dan wajib diundang-undangkan.
Denny menambahkan, Kemenkumham wajib mengurus penomoran UU meski tak ada tanda tangan dari presiden. "Itu sudah diatur dalam UU No 12/2011," kata Denny.
Denny menambahkan ada dua opsi lain yang bisa diambil dalam urusan legislasi UU MD3 selain memilih untuk tidak menandatangani. Opsi tersebut adalah aturan di pasal 20 ayat 2 UUD 1945 soal persetujuan antara pemerintah dan DPR dan di pasal 22 UUD 1945 soal opsi menerbitkan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu).
"Tiga-tiganya konstitusional," demikian Denny.
Presiden Jokowi hingga 30 hari sejak UU MD3 diketok parlemen tak kunjung menandatangani hasil revisi undang-undang.
Jokowi mengaku masih ingin meminta pandangan pakar terkait sejumlah pasal yang dinilai meresahkan masyarakat.
Jokowi juga sempat mengatakan tidak akan menerbitkan Perppu untuk menyikapi hasil revisi itu.
Pengesahan revisi UU MD3 oleh DPR dan pemerintah menuai protes dari sejumlah kalangan lantaran ada sejumlah pasal yang dinilai memperluas kewenangan DPR dan mengancam kebebasan berpendapat.
Pasal-pasal yang mendapat sorotan antara lain Pasal 73 tentang pemanggilan paksa, Pasal 122 tentang penghinaan terhadap parlemen, dan Pasal 245 tentang hak imunitas anggota dewan. (gil)
https://m.cnnindonesia.com/nasional/20180314122612-32-282866/uu-md3-berlaku-jokowi-dicap-plin-plan