BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Kisah pembantaian seekor harimau langka di Sumatra Utara

Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) di Kebun Binatang Surabaya di Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Pembantaian harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) di Desa Bangkelang, Batang Natal, Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, pada Minggu (4/3/2018) diduga bukan hanya sebuah akibat dari terjadinya konflik antara manusia dengan hewan.

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara mencurigai terjadinya praktik perburuan liar di balik aksi itu, bukan sekadar seekor harimau yang dibunuh karena mengancam kehidupan warga setempat.

"Kami curiga karena saat petugas dari Balai Konservasi Wilayah III masuk ke Bangkelang, Senin pekan lalu, disandera ratusan warga. Padahal tujuan petugas ke Desa Bangkelang untuk menyelamatkan Harimau yang masuk ke pemukiman penduduk Bangkelang," kata kata Kepala Balai Besar KSDA, Hotmauli Sianturi, kepada Tempo.co (5/3).

Sebanyak 10 aparat dari petugas BBKSDA, Balai Taman Nasional Batang Gadis (TNBG), dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) pun sempat disekap oleh warga sekitar. "Selain itu, tim kita dimaki-maki, kendaraan dinas kita juga di rusak," kata Hotmauli pada Viva.co.id.

Kecurigaan juga muncul karena hilangnya kulit bagian dahi dan muka harimau, kulit dan kuku kedua kaki belakang, dan kulit bagian ekor. Juga ada bekas luka lama pada bagian kepala di bawah telinga harimau jantan berusia antara 2-3 tahun, panjang 248 cm dan tinggi 104 cm tersebut.

Kisah pembantaian terhadap harimau tersebut dimulai ketika beredar kabar munculnya siluman harimau berkepala manusia di desa tersebut pada 16 Februari 2018.

Sekitar 50 warga dari empat desa--Hutapangan, Huta Lobu, Bangkelang, dan Tambang Kaluang--melakukan pencarian. Mereka menemukan sebuah gua dan kemudian menemukan harimau tersebut.

Sang harimau lantas menyerang kelompok warga dan salah seorang di antara mereka, Arkat (48), menderita luka cakar pada kaki dan mendapat 46 jahitan.

Sehari setelahnya, 17 Februari, warga tersebut lantas meminta bantuan kepada Kepolisian Resor dan Koramil Batang Natal untuk menangkap harimau tersebut. Kepolisian lalu berkoordinasi dengan BBKSDA dan TNG untuk mencarinya. Namun harimau itu tak ditemukan.

Pada 24 Februari, harimau itu muncul lagi di Desa Ampung Siala, lalu dua hari kemudian terlihat lagi di Desa Hutapangan.

Menurut BBKSDA Sumut, saat itulah warga desa menolak mereka masuk ke kawasan desa. Mereka memaksa tim untuk membunuh harimau itu dan penyanderaan pun terjadi.

Lalu, menurut siaran pers BBKSDA Sumut, tim tersebut dipaksa menandatangani kesepakatan yang isinya, antara lain, tidak menuntut jika dilakukan pembunuhan terhadap satwa buas oleh masyarakat dan aparat keamanan demi keamanan warga. Juga berjanji tidak akan datang lagi ke Desa Hatupangan dan sekitarnya.

Untuk mengatasi hambatan warga tersebut, BBKSDA dan TNBG kemudian berkoordinasi dan meminta bantuan kepada Pemerintah Kabupaten Madina.

Bupati Medina, Dahlan Hasan Nasution, menurut Hotmauli kemudian menyepakati skenario pemasangan kandang jebak (box trap) yang sebelumnya ditolak warga.

Pada Minggu pagi (4/3) TNBG menerima laporan dari Danramil Batang Natal bahwa harimau tersebut terlihat lagi di kolong rumah warga. Mereka pun mempersiapkan peralatan, termasuk senapan bius.

Akan tetapi, ketika sampai di sana, warga kembali menghalangi anggota tim yang ingin masuk ke desa. Ketika harimau itu sudah terbunuh dan jasadnya kemudian diserahkan kepada polisi, beberapa bagian tubuhnya sudah hilang.

Beberapa sampel organ harimau tersebut lalu diambil untuk diteliti, sementara bangkai yang tersisa kemudian dibakar di Polres Batang Natal untuk menghindari kemungkinan penyebaran penyakit.

"Petugas kami juga telah mengedukasi masyarakat untuk tidak membunuh harimau langka itu. Namun tetap saja," kata Hotmauli.

BBKSDA dan TNBG menyatakan akan bekerja sama dengan aparat pemerintahan setempat dan Bupati Madina untuk mengedukasi masyarakat mengenai penanganan konflik satwa liar.

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, seperti dikabarkan Harian Kompas (31/7/2017), populasi harimau sumatra pada 2017 mencapai 600 ekor, naik 30 persen dalam 10 tahun terakhir.

Namun, menurut Regional Coordinator Sumatra Tiger Project dari UNDP (Program Pembangunan PBB) jumlahnya hanya 300-400 ekor.

Harimau Sumatera merupakan hewan langka endemik Pulau Sumatera yang saat ini masuk dalam kategori "Sangat Kritis Terancam Punah" (Critically Endangered) dalam Daftar Merah IUCN (The International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources).

Keberadaan hewan langka di Indonesia dilindungi oleh Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Pantera tigris sumatrae juga menjadi salah satu dari 294 jenis tanaman dan satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...-sumatra-utara

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Harga batu bara di antara beban PLN dan kerugian pengusaha

- Jangan bicara transportasi darat di Asmat

- Warga Dayak kawal pilgub Kaltim

anasabila
tien212700
tien212700 dan anasabila memberi reputasi
2
10.5K
94
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan