- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Ndas Glundung: Si Kecil yang Buas (horor fiksi)


TS
dodydrogba
Ndas Glundung: Si Kecil yang Buas (horor fiksi)
[size="4"]
Sekedar share cerita horor gan, terinspirasi dari mahluk gaib lokal, das Glundung. Semoga bisa menghibur
Bab1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Di sebuah desa yang indah nan asri, terdapat sebuah komplek perumahan yang sangat luas dan lebar. Komplek perumahan megah yang bernama Batu Candi itu sendiri masih dalam tahap pembangunan. Walau begitu, dari fondasinya dapat terlihat kalau rumah - rumah di komplek baru tersebut mempunyai corak minimalis dan unik, sebagian ada yang sudah jadi dan sebagian ada yang bertingkat dua. Salah satunya rumah dari keluarga Rendi, satu dari sepuluh keluarga yang sudah menghuni sebuah rumah di komplek tersebut. Penghuni komplek tersebut memang masih sedikit, selain sebagian rumah masih tahap pembangunan, tak semua orang mungkin bisa membeli karena harganya yang sedikit lebih mahal dari biasanya. Keluarga Rendi sebenarnya baru pindah setahun yang lalu, kini ia dan keluarganya sudah beradaptasi secara baik dengan lingkungan sekitar. Ibunya seorang staf marketing handal di salah satu perusahaan yang berada tak jauh dari desa itu, kakaknya Rani masih duduk di bangku SMA, sementara Rendi sendiri masih duduk di bangku kelas enam SD.
Kini ia bersama dua temannya, Raka dan Reyhan tengah pulang sekolah, menaiki sepeda melewati jalan - jalan perumahan dengan riang gembira. Sesampainya di sebuah pertigaan, mereka pun berpisah. Sementara Rendi harus terus bergerak lurus, perjalanan menuju komplek perumahannya masih sedikit jauh. Ia masih harus melewati sebuah taman permainan dekat komplek perumahannya. Dengan penuh semangat, ia terus mengayuh sepedanya dengan cepat agar bisa melaju kencang.
Tak disangka - sangka ia hampir mendekati taman itu, namun di saat yang sama perutnya mulai keroncongan. Kebetulan ia melirik seorang bapak si penjual roti bakar langganannya sedang singgah di taman itu. Tak pikir panjang, ia pun segera mengayuh sepedanya lalu menepikannya di taman tersebut dan menuju tukang roti bakar langganannya itu.
"Pak lagi sibuk ya??"
"Ah enggak kok dek, mau pesan apa nih?"
"Seperti biasa pak!!"
"Roti bakar isi cokelat keju ya."
"Yap."
"Oke, pesannya segera dibuat. Tunggu sebentar ya dek."
"Sipp... Pak!"
Rendi yang tak kuasa menahan nafsu laparnya akhirnya bisa juga memesan roti bakar kesayangannya itu. Sambil mengisi waktu, ia pun meluangkan waktunya sambil bermain bola. Sebuah bola karet berukuran sedang ia ambil dari keranjang sepedanya. Lalu dipantulkannya dengan kuat ke depan hingga bergerak memantul menuju sebuah lapangan futsal sekaligus voli dan badminton, ia pun mengejar di belakangnya. Setelah itu dengan leluasa ia menendang keras bola tersebut ke arah gawang berukuran sedang yang kosong tak terjaga. Sepak bola dan futsal memang olahraga kegemaran Randi, maka tak heran ia bisa merasa senang dan jago dalam memainkannya. Beberapa kali ia mengeluarkan tendangan dahsyat sampai akhirnya tendanganya itu menukik lalu melenceng agak jauh dari gawang tersebut. Bola itu terjatuh di rumput dan terus bergelinding cepat sampai akhirnya berhenti di dekat sebuah pohon cemara yang tinggi.
Sempat panik karena takut bolanya menghilang, Rendi pun bergegas mencari bola tersebut ke arah tempat benda miliknya itu mendarat. Ia mencari ke sana ke mari masih belum dapat juga. Dengan sebuah usaha yang tak kenal lelah, ia akhirnya berhasil menemukan bola tersebut. Tapi sepertinya ada yang mengganjal di pikirannya ketika melihat bolanya bersender dekat pohon itu. Di sampingnya ada sebuah benda aneh yang mirip telur namun sebesar telapak tangan.
"Ah, akhirnya aku temukan juga kamu bola sialan," Rendi bersyukur lalu dengan cepat melirik ke arah samping bolanya.
"Eh.. Ini apa ya? Bola bukan, telur bukan, aneh banget ya benda ini," setelah menatap lama, Rendi yang penasaran langsung mengulurkan kedua tangannya lalu mengambil benda tersebut.
"Benda apa ya ini, apa jangan - jangan telur alien ya? Ah tidak mungkin, ngapain alien bertelur di sini. Kayak tidak ada tempat lain saja," pikirnya dengan penuh rasa penasaran.
Rendi memang sedikit beda dengan anak lainnya, bahkan ketika kecil dulu sempat menyuri telur dari sarang biawak karena tantangan dari teman - temannya. Alhasil, ia kena ocehan pedas dari ibunya sekaligus hukuman tak boleh keluar rumah karena bermain - main dengan bahaya yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Walau begitu, ia juga manusia biasa, terkadang bisa takut terhadap hal - hal yang berada di luar nalar seperti hantu misalnya. Sama seperti saat ini, masih ada jiwa nekad dalam tubuhnya, ia pun berniat membawa benda aneh itu ke rumahnya. Siapa tahu ia bisa terkenal di sekolah nanti karena membawa benda yang sangat unik yang tak pernah ditemukan di belahan dunia mana pun.
"Aaa..aku punya ide bagus, bagaimana kalau benda ini ku bawa pulang saja? Benda unik seperti ini, kan bisa bikin aku terkenal di sekolahan, terus aku di puja - puji deh."
Rendi akhirnya memutuskan untuk membawanya, namun sebelum itu, ia harus kembali terlebih dahulu untuk membayar roti bakar pesanannya itu. Ia memasukan benda aneh itu ke dalam tasnya, begitu pula dengan roti bakarnya. Sedangkan bolanya, ia taruh kembali ke dalam keranjang sepeda. Ia kembali meluncur di jalanan, menuju hunian yang paling nyaman yaitu rumahnya sendiri.
-
Waktu menunjukkan jam sembilan malam, Rendi masih saja belum terlihat mengantuk. Ia tak bisa melepaskan pandangannya dari benda aneh temuannya itu. Sesekali ia colokan sebuah lidi ke benda itu, dan tak ada reaksi sama sekali. Kalau dilihat - lihat, tekstur kulit benda itu seperti kulit manusia namun tanpa bulu. Sepintas seperti terlihat dua garis tipis yang kecil di bagian depan telur itu, di bawahnya terdapat garis panjang yang sedikit lebar. Rendi tak habis pikir, andai saja ia tak ke taman itu, mungkin tidak dapat benda aneh ini. Apa mungkin teman - temannya atau gurunya tahu soal ini, entahlah, yang jelas ia berniat membawanya esok hari. Ia sendiri juga tak yakin kalau kakaknya yang sok sibuk, jail dan bawel itu beserta ibunya yang sangat - sangat sibuk itu tahu soal benda ini. Maka ia pun merahasiakan benda itu untuk sementara waktu sampai ia tahu apa sebenarnya benda itu.
Ketika masih asyik memandangi benda tersebut di meja belajarnya, tiba - tiba matanya terbelalak. Ia teringat akan sesuatu penting di hari esok.
"Astaga, aku lupa, besok kan aku harus maju buat pelajaran Bahasa Indonesia. Mendingan aku tidur dulu sekarang. Kamu di sini saja ya, jangan ke mana - mana!!"
Setelah mengelus - elus benda itu ia pun menuju tempat tidurnya. Merebahkan diri agar bisa tertidur nyenyak, lalu memejamkan matanya. Dalam hati ia berharap bisa dalam kondisi bugar untuk tugas sekolah yang berat di hari esok.
Sekedar share cerita horor gan, terinspirasi dari mahluk gaib lokal, das Glundung. Semoga bisa menghibur
Bab1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Spoiler for Bab 1:
Di sebuah desa yang indah nan asri, terdapat sebuah komplek perumahan yang sangat luas dan lebar. Komplek perumahan megah yang bernama Batu Candi itu sendiri masih dalam tahap pembangunan. Walau begitu, dari fondasinya dapat terlihat kalau rumah - rumah di komplek baru tersebut mempunyai corak minimalis dan unik, sebagian ada yang sudah jadi dan sebagian ada yang bertingkat dua. Salah satunya rumah dari keluarga Rendi, satu dari sepuluh keluarga yang sudah menghuni sebuah rumah di komplek tersebut. Penghuni komplek tersebut memang masih sedikit, selain sebagian rumah masih tahap pembangunan, tak semua orang mungkin bisa membeli karena harganya yang sedikit lebih mahal dari biasanya. Keluarga Rendi sebenarnya baru pindah setahun yang lalu, kini ia dan keluarganya sudah beradaptasi secara baik dengan lingkungan sekitar. Ibunya seorang staf marketing handal di salah satu perusahaan yang berada tak jauh dari desa itu, kakaknya Rani masih duduk di bangku SMA, sementara Rendi sendiri masih duduk di bangku kelas enam SD.
Kini ia bersama dua temannya, Raka dan Reyhan tengah pulang sekolah, menaiki sepeda melewati jalan - jalan perumahan dengan riang gembira. Sesampainya di sebuah pertigaan, mereka pun berpisah. Sementara Rendi harus terus bergerak lurus, perjalanan menuju komplek perumahannya masih sedikit jauh. Ia masih harus melewati sebuah taman permainan dekat komplek perumahannya. Dengan penuh semangat, ia terus mengayuh sepedanya dengan cepat agar bisa melaju kencang.
Tak disangka - sangka ia hampir mendekati taman itu, namun di saat yang sama perutnya mulai keroncongan. Kebetulan ia melirik seorang bapak si penjual roti bakar langganannya sedang singgah di taman itu. Tak pikir panjang, ia pun segera mengayuh sepedanya lalu menepikannya di taman tersebut dan menuju tukang roti bakar langganannya itu.
"Pak lagi sibuk ya??"
"Ah enggak kok dek, mau pesan apa nih?"
"Seperti biasa pak!!"
"Roti bakar isi cokelat keju ya."
"Yap."
"Oke, pesannya segera dibuat. Tunggu sebentar ya dek."
"Sipp... Pak!"
Rendi yang tak kuasa menahan nafsu laparnya akhirnya bisa juga memesan roti bakar kesayangannya itu. Sambil mengisi waktu, ia pun meluangkan waktunya sambil bermain bola. Sebuah bola karet berukuran sedang ia ambil dari keranjang sepedanya. Lalu dipantulkannya dengan kuat ke depan hingga bergerak memantul menuju sebuah lapangan futsal sekaligus voli dan badminton, ia pun mengejar di belakangnya. Setelah itu dengan leluasa ia menendang keras bola tersebut ke arah gawang berukuran sedang yang kosong tak terjaga. Sepak bola dan futsal memang olahraga kegemaran Randi, maka tak heran ia bisa merasa senang dan jago dalam memainkannya. Beberapa kali ia mengeluarkan tendangan dahsyat sampai akhirnya tendanganya itu menukik lalu melenceng agak jauh dari gawang tersebut. Bola itu terjatuh di rumput dan terus bergelinding cepat sampai akhirnya berhenti di dekat sebuah pohon cemara yang tinggi.
Sempat panik karena takut bolanya menghilang, Rendi pun bergegas mencari bola tersebut ke arah tempat benda miliknya itu mendarat. Ia mencari ke sana ke mari masih belum dapat juga. Dengan sebuah usaha yang tak kenal lelah, ia akhirnya berhasil menemukan bola tersebut. Tapi sepertinya ada yang mengganjal di pikirannya ketika melihat bolanya bersender dekat pohon itu. Di sampingnya ada sebuah benda aneh yang mirip telur namun sebesar telapak tangan.
"Ah, akhirnya aku temukan juga kamu bola sialan," Rendi bersyukur lalu dengan cepat melirik ke arah samping bolanya.
"Eh.. Ini apa ya? Bola bukan, telur bukan, aneh banget ya benda ini," setelah menatap lama, Rendi yang penasaran langsung mengulurkan kedua tangannya lalu mengambil benda tersebut.
"Benda apa ya ini, apa jangan - jangan telur alien ya? Ah tidak mungkin, ngapain alien bertelur di sini. Kayak tidak ada tempat lain saja," pikirnya dengan penuh rasa penasaran.
Rendi memang sedikit beda dengan anak lainnya, bahkan ketika kecil dulu sempat menyuri telur dari sarang biawak karena tantangan dari teman - temannya. Alhasil, ia kena ocehan pedas dari ibunya sekaligus hukuman tak boleh keluar rumah karena bermain - main dengan bahaya yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Walau begitu, ia juga manusia biasa, terkadang bisa takut terhadap hal - hal yang berada di luar nalar seperti hantu misalnya. Sama seperti saat ini, masih ada jiwa nekad dalam tubuhnya, ia pun berniat membawa benda aneh itu ke rumahnya. Siapa tahu ia bisa terkenal di sekolah nanti karena membawa benda yang sangat unik yang tak pernah ditemukan di belahan dunia mana pun.
"Aaa..aku punya ide bagus, bagaimana kalau benda ini ku bawa pulang saja? Benda unik seperti ini, kan bisa bikin aku terkenal di sekolahan, terus aku di puja - puji deh."
Rendi akhirnya memutuskan untuk membawanya, namun sebelum itu, ia harus kembali terlebih dahulu untuk membayar roti bakar pesanannya itu. Ia memasukan benda aneh itu ke dalam tasnya, begitu pula dengan roti bakarnya. Sedangkan bolanya, ia taruh kembali ke dalam keranjang sepeda. Ia kembali meluncur di jalanan, menuju hunian yang paling nyaman yaitu rumahnya sendiri.
-
Waktu menunjukkan jam sembilan malam, Rendi masih saja belum terlihat mengantuk. Ia tak bisa melepaskan pandangannya dari benda aneh temuannya itu. Sesekali ia colokan sebuah lidi ke benda itu, dan tak ada reaksi sama sekali. Kalau dilihat - lihat, tekstur kulit benda itu seperti kulit manusia namun tanpa bulu. Sepintas seperti terlihat dua garis tipis yang kecil di bagian depan telur itu, di bawahnya terdapat garis panjang yang sedikit lebar. Rendi tak habis pikir, andai saja ia tak ke taman itu, mungkin tidak dapat benda aneh ini. Apa mungkin teman - temannya atau gurunya tahu soal ini, entahlah, yang jelas ia berniat membawanya esok hari. Ia sendiri juga tak yakin kalau kakaknya yang sok sibuk, jail dan bawel itu beserta ibunya yang sangat - sangat sibuk itu tahu soal benda ini. Maka ia pun merahasiakan benda itu untuk sementara waktu sampai ia tahu apa sebenarnya benda itu.
Ketika masih asyik memandangi benda tersebut di meja belajarnya, tiba - tiba matanya terbelalak. Ia teringat akan sesuatu penting di hari esok.
"Astaga, aku lupa, besok kan aku harus maju buat pelajaran Bahasa Indonesia. Mendingan aku tidur dulu sekarang. Kamu di sini saja ya, jangan ke mana - mana!!"
Setelah mengelus - elus benda itu ia pun menuju tempat tidurnya. Merebahkan diri agar bisa tertidur nyenyak, lalu memejamkan matanya. Dalam hati ia berharap bisa dalam kondisi bugar untuk tugas sekolah yang berat di hari esok.
Diubah oleh dodydrogba 15-03-2018 12:49


anasabila memberi reputasi
1
2.7K
Kutip
10
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan