- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
[B] Rindu Itu Milik Orang Kaya [/B]


TS
annirobiah
[B] Rindu Itu Milik Orang Kaya [/B]
Begini jadinya klo Dilan dibawa ke kampus....
"Jangan rindu, berat. Kamu gak akan kuat. Biar aku saja".
"Kalian tau siapa yang ngucapin ini? Yang pasti bukan saya. Hahaha", ucap lelaki tua itu dengan suara dan mimik yang menggemaskan. Ia dosenku, tapi gelagatnya mirip seorang pelawak yang sering disapa Doyok.
"Yang ngomong kek gitu namanya Dilan. Kalian tau siapa Dilan itu?", lagi-lagi ia bertanya pada kami.
"Tau, Pak!". Serempak mahasiswa yang tengah kuliah di salah satu kelas di gedung fakultas ilmu budaya menjawabnya.
"Klo yang ngomong kek gitu bukan Dilan, tapi saya, bagaimana?"
"Jangan, Pak! Berat. Kasian filmya, gak laku". Seseorang bersuara, sejurus kemudian gelak tawa tercipta memenuhi seisi ruangan.
Lelaki itu tersenyum. Gurat-gurat wajahnya semakin tampak terlihat, melukiskan bahwa ia tak lagi semuda jiwanya.
"Pragmatik itu membicarakan hubungan bahasa dengan pemakainya. Artinya, bahasa itu dapat dianalisis melalui pemakainya", lanjutnya memulai perkuliahan.
"Kalian gak ngerti, ya? Sama, saya juga". Lelaki itu kemudian tertawa.
"Kalian kenal Dilan? Ayo kita analisis secara pragmatik".
Kami masih terdiam, menebak-nebak ke mana arah perkuliahan kali ini.
"Dilan itu laki-laki atau perempuan?", ia mulai memunculkan pertanyaan.
"Laki-laki, Pak!"
"Masih sekolah atau enggak?"
"Masih, Pak! SMA"
"Dia kaya atau enggak?"
"Kaya, Pak!"
"Dia baik atau buruk?"
"Baik, Pak! Tapi, bandel"
"Ntar, ini gimana? Baik apa bandel?", ia memunggungi papan tulis atas jawaban yang diterimanya. Semburat bingung tergores di wajah hitam manisnya.
"Baik, Pak! Tapi, bandel juga."
"Bandel lawannya apa? Ada baik, ada buruk. Klo bandel apa?"
"Nakal, Pak!"
"Jugul!", seseorang menjawab dengan bahasa daerahnya.
"Itu sinonimnya. Kalian ini... ada-ada aja".
"Hahahaha".
"Yaudah, kita buat bandel aja. Trus Dilan itu pinter atau bodoh?", lelaki itu melanjutkan pertanyaannya.
"Pinter, Pak!"
"Apa lagi, ya?". Ia berpikir sejenak kemudian melanjutkan, "Dilan ngomong kek gitu di mana?"
"Wartel, Pak!"
"Apa? Wortel?"
"Telepon umum, Pak!"
"Siang atau malam?"
"Malam. Hujan gerimis", entah siapa yang menjawab ini. Yang pasti semuanya tertawa. Menertawakan betapa ia benar-benar mengikuti film itu.
"Dia ngomong gitu sama siapa?"
"Cewek, Pak!"
"Dilan itu kaya. Wajar dia bilang rindu. Orang miskin boro-boro mikirin rindu, mikir makan aja udah berat". Kami terdiam mendengarkannya.
"Rindu itu milik orang kaya. Klo Dilan miskin, gak akan dia bilang rindu itu berat. Yang berat sama orang miskin itu cari makan", ia melanjutkan dan kami lagi-lagi masih terdiam.
"Kalian belom ngerti, ya? Saya juga loh". Seisi kelas mendadak tertawa mendengar ucapan lelaki itu.
"Dilan itu anak SMA kan, ya? Klo saya yang ngomong pasti gak bakal kek gitu. Karena yang berat sama saya itu bukan rindu, tapi ngajarin kalian pragmatik. Hahahaha".
"Ciieee, bapak ini curhat", seorang temanku berbisik disambung gelak tawa beberapa orang yang mendengarnya.
"Dilan juga pinter. Klo orang bodoh, dia gak mikirin rindu. Yang berat sama dia itu pelajaran fisika, kimia, matematika. Ngapain dia repot-repot mikir rindu, klo pelajaran aja udah bikin dia susah"
"Karena Dilan laki-laki, makanya dia bilang, "jangan rindu, berat. Kamu gak akan kuat. Biar aku saja". Karena laki-laki yang bakal sanggup nahan beban berat, makanya dia bilang, "Biar aku saja".
"Dan bandel. Karena hanya orang bandel yang mau nerima itu. Orang-orang bandel yang mau mikul hal berat sendirian. "Kamu gak akan kuat. Biar aku saja". Dilan mau nunjukin klo dia itu kuat ngerasain itu sendiri".
"Ini dia bandel nih! Dia rindu terus", Ega mulai membicarakanku dengan Enji.
"Ehh... gadak loh. Apanya kelen?", aku menggerutu.
"Iya. Bandel dia". Mereka kemudian tertawa-tawa.
"Jadi, rindu itu cuma boleh dimiliki oleh orang kaya, pinter, dan yang penting bandel. Karena klo gak bandel, dia gak bakal mau nerima itu sendirian".
"Hahaha, Dilan itu sok kali yakan? Sok kuat!", lelaki itu melanjutkan kemudian tertawa. Kami juga.
"Jadi, begitulah kira-kira cara kerja pragmatik. Paham kan? Kalian pahamkan ajalah. Klo gak paham, gak tau lagi saya cemana bilangnya. Itulah cuma yang saya bisa".
Quote:
"Jangan rindu, berat. Kamu gak akan kuat. Biar aku saja".
"Kalian tau siapa yang ngucapin ini? Yang pasti bukan saya. Hahaha", ucap lelaki tua itu dengan suara dan mimik yang menggemaskan. Ia dosenku, tapi gelagatnya mirip seorang pelawak yang sering disapa Doyok.
"Yang ngomong kek gitu namanya Dilan. Kalian tau siapa Dilan itu?", lagi-lagi ia bertanya pada kami.
"Tau, Pak!". Serempak mahasiswa yang tengah kuliah di salah satu kelas di gedung fakultas ilmu budaya menjawabnya.
"Klo yang ngomong kek gitu bukan Dilan, tapi saya, bagaimana?"
"Jangan, Pak! Berat. Kasian filmya, gak laku". Seseorang bersuara, sejurus kemudian gelak tawa tercipta memenuhi seisi ruangan.
Lelaki itu tersenyum. Gurat-gurat wajahnya semakin tampak terlihat, melukiskan bahwa ia tak lagi semuda jiwanya.
"Pragmatik itu membicarakan hubungan bahasa dengan pemakainya. Artinya, bahasa itu dapat dianalisis melalui pemakainya", lanjutnya memulai perkuliahan.
"Kalian gak ngerti, ya? Sama, saya juga". Lelaki itu kemudian tertawa.
"Kalian kenal Dilan? Ayo kita analisis secara pragmatik".
Kami masih terdiam, menebak-nebak ke mana arah perkuliahan kali ini.
"Dilan itu laki-laki atau perempuan?", ia mulai memunculkan pertanyaan.
"Laki-laki, Pak!"
"Masih sekolah atau enggak?"
"Masih, Pak! SMA"
"Dia kaya atau enggak?"
"Kaya, Pak!"
"Dia baik atau buruk?"
"Baik, Pak! Tapi, bandel"
"Ntar, ini gimana? Baik apa bandel?", ia memunggungi papan tulis atas jawaban yang diterimanya. Semburat bingung tergores di wajah hitam manisnya.
"Baik, Pak! Tapi, bandel juga."
"Bandel lawannya apa? Ada baik, ada buruk. Klo bandel apa?"
"Nakal, Pak!"
"Jugul!", seseorang menjawab dengan bahasa daerahnya.
"Itu sinonimnya. Kalian ini... ada-ada aja".
"Hahahaha".
"Yaudah, kita buat bandel aja. Trus Dilan itu pinter atau bodoh?", lelaki itu melanjutkan pertanyaannya.
"Pinter, Pak!"
"Apa lagi, ya?". Ia berpikir sejenak kemudian melanjutkan, "Dilan ngomong kek gitu di mana?"
"Wartel, Pak!"
"Apa? Wortel?"
"Telepon umum, Pak!"
"Siang atau malam?"
"Malam. Hujan gerimis", entah siapa yang menjawab ini. Yang pasti semuanya tertawa. Menertawakan betapa ia benar-benar mengikuti film itu.
"Dia ngomong gitu sama siapa?"
"Cewek, Pak!"
"Dilan itu kaya. Wajar dia bilang rindu. Orang miskin boro-boro mikirin rindu, mikir makan aja udah berat". Kami terdiam mendengarkannya.
"Rindu itu milik orang kaya. Klo Dilan miskin, gak akan dia bilang rindu itu berat. Yang berat sama orang miskin itu cari makan", ia melanjutkan dan kami lagi-lagi masih terdiam.
"Kalian belom ngerti, ya? Saya juga loh". Seisi kelas mendadak tertawa mendengar ucapan lelaki itu.
"Dilan itu anak SMA kan, ya? Klo saya yang ngomong pasti gak bakal kek gitu. Karena yang berat sama saya itu bukan rindu, tapi ngajarin kalian pragmatik. Hahahaha".
"Ciieee, bapak ini curhat", seorang temanku berbisik disambung gelak tawa beberapa orang yang mendengarnya.
"Dilan juga pinter. Klo orang bodoh, dia gak mikirin rindu. Yang berat sama dia itu pelajaran fisika, kimia, matematika. Ngapain dia repot-repot mikir rindu, klo pelajaran aja udah bikin dia susah"
"Karena Dilan laki-laki, makanya dia bilang, "jangan rindu, berat. Kamu gak akan kuat. Biar aku saja". Karena laki-laki yang bakal sanggup nahan beban berat, makanya dia bilang, "Biar aku saja".
"Dan bandel. Karena hanya orang bandel yang mau nerima itu. Orang-orang bandel yang mau mikul hal berat sendirian. "Kamu gak akan kuat. Biar aku saja". Dilan mau nunjukin klo dia itu kuat ngerasain itu sendiri".
"Ini dia bandel nih! Dia rindu terus", Ega mulai membicarakanku dengan Enji.
"Ehh... gadak loh. Apanya kelen?", aku menggerutu.
"Iya. Bandel dia". Mereka kemudian tertawa-tawa.
"Jadi, rindu itu cuma boleh dimiliki oleh orang kaya, pinter, dan yang penting bandel. Karena klo gak bandel, dia gak bakal mau nerima itu sendirian".
"Hahaha, Dilan itu sok kali yakan? Sok kuat!", lelaki itu melanjutkan kemudian tertawa. Kami juga.
"Jadi, begitulah kira-kira cara kerja pragmatik. Paham kan? Kalian pahamkan ajalah. Klo gak paham, gak tau lagi saya cemana bilangnya. Itulah cuma yang saya bisa".
Diubah oleh annirobiah 04-03-2018 13:53
0
1.3K
Kutip
9
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan