Quote:
Bangun jembatan beton di Jayawijaya biayanya Rp 16 miliar
Ilustrasi, jembatan Hamadi-Holtekam di Kota Jayapura, yang masih dalam tahap pembangunan – Jubi/Dok. BUMN
Papua No. 1 News Portal | Jubi,
Wamena, Jubi – Membangun jembatan pendek bentang 15 dengan konstruksi beton konvensional yaitu gelagar dan lantai beton, atau keseluruhan bangunan menggunakan beton, di Kabupaten Jayawijaya membutuhkan dana sekitar Rp 15 miliar hingga Rp16 miliar per unit.
"Tingkat kemahalan pembangunan jembatan di wilayah pegunungan tengah Papua berbeda dengan daerah lain di wilayah pesisir. Mahalnya pembangunan jembatan di sana karena akses pendistribusian barang dari luar wilayah hanya mengandalkan moda transportasi udara," kata Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 41 di Satker Pelaksana Jalan Nasional (PJN) Wilayah IV Provinsi Papua yang berbasis di Jayawijaya, Monang Tobing, di Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya, Sabtu (3/3/2018).
"Persoalannya adalah harga semen. Yang pasti di daerah gunung sini berbeda dengan yang di wilayah pesisir. Katakanlah kalau umpamanya harga semen di Jayapura Rp 90 ribu per zak, ditambah angkutan Rp 450 ribu, berarti sudah Rp 500 ribu lebih di Wamena," katanya menambahkan.
Walau demikian, Kementerian PUPR melalui PJN Jayawijaya terus mendorong agar pembangunan berbagai jembatan di wilayah itu menggunakan konstruksi beton agar memiliki daya tahan cukup lama dibandingkan jembatan kayu.
"Biaya pembangunan jembatan di Papua khususnya di Jayawijaya ini sangat mahal, sebab angkutannya saja, itu tergantung dari bentang. Seperti yang bentang 60, itu angkutan saja, per kilogramnya Rp 20 ribu hingga Rp 23 ribu. Angkutan dari Jayapura ke Wamena (Jayawijaya)," katanya.
Terlepas dari biaya angkutan pesawat yang mencapai Rp 23 ribu per kilogram, biaya lain yang dihitung adalah pendistribusian dari dermaga laut Kota Jayapura ke Bandara Sentani di Kabupaten Jayapura serta dari Bandara Wamena ke lokasi pembuatan jembatan. (*)
Mengapa selalu alasan konyol selalu di pakai dalam pembangunan di Papua ... 
Suatu hal yg tdk bisa saya terima dengan akal sehat ....
Harusnya pembangunan itu sistemnya bertahap seperti air mengalir (step by step)... bukannya lompat2 ...
Seperti kondisi alam papua.... ya dari pinggiran dulu menuju pedalaman...
Kalau lompat2 begitu... akan menimbulkan biaya tinggi ...