Nasib Bank Muamalat Indonesia kembali terkatung-katung pasca batalnya PT Minna Padi Tbk (PADI) sebagai pembeli siaga saham baru (rights issue) bank tersebut. Padahal, kondisi bank syariah tertua di Indonesia ini kian mengkhawatirkan seiring penurunan
rasio kecukupan modal (CAR) ke level 11,58% dan meningkatnya rasio pembiayaan bermasalah. Tanpa pemodal baru, nasib Muamalat berpotensi jadi beban baru pemerintah.
Dari laporan keuangan publikasi per 30 September 2017, rasio pembiayaan bermasalah bruto atau non-performing financing (NPF) gross Bank Muamalat naik 11 basis poin menjadi
4,54%. Adapun, NPF net bank melonjak 115 basis poin menjadi
3,07%.Padahal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator mematok rasio pembiayaan bermasalah net setiap bank harus di bawah 3%.
Dua indikator itu menunjukkan perlu segera adanya suntikan modal ke Muamalat agar CAR bank ini tidak terus jatuh di bawah ketentuan yaitu minimal 8%. Skema yang sudah disusun adalah melalui penerbitan saham baru yang akan dibeli oleh investor anyar.
Dalam prospektus rights issue Bank Muamalat yang diumumkan 16 Oktober 2017,
perseroan berencana menerbitkan 80 miliar saham seri B atau setara 51% dari total saham. Target perolehan dananya mencapai Rp 4,5 triliun.
Perusahaan sekuritas Minna Padi semula ditunjuk sebagai pembeli siaga saham baru tersebut. Syaratnya, pengurus dan pengelola perusahaan sekuritas itu harus lolos uji kepatutan (fit and proper test) OJK. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan pada 31 desember 2017, Minna Padi dikabarkan gagal mengantongi persyaratan tersebut.
Alhasil, mereka juga gagal memenuhi Conditional Share Subscription Agreement (CSSA) sehingga rencana menjadi pengendali baru Muamalat kandas. Meski begitu, Minna Padi mengaku masih menjadi fasilitator bagi calon investor dari dalam maupun luar negeri yang berminat masuk ke bank tersebut.
Salah satu sekuritas BUMN, yakni Bahana Sekuritas, dikabarkan akan memimpin
konsorsium investor baru Bank Muamalat. Peminat lainnya adalah Ilham Habibie, putra sulung BJ Habibie, yang disebut mewakili Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta Paytren Aset Manajemen, perusahaan manajer investasi syariah yang didirikan Yusuf Mansyur.
Sayangnya, Direktur Utama Bahana Sekuritas Feb Sumandar tidak mengonfirmasi
pertanyaan D-Inside mengenai kabar tersebut. Begitu pula dengan Ilham Habibie.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, mengaku belum menerima laporan mengenai calon-calon investor baru tersebut. "Belum ada perkembangan lebih lanjut terkait investor itu. Mana suratnya? Pemegang saham pengendali (Bank Muamalat) belum kirim suratnya ke otoritas kalau itu (Minna Padi) batal," katanya, akhir pekan lalu.
Wimboh pun menegaskan kondisi Bank Muamalat masih aman meskipun ada masalah pembiayaan macet yang harus diselesaikan. Namun, munculnya nama Bahana --perusahaan sekuritas BUMN-- sebagai calon investor baru mengindikasikan adanya keterlibatan pemerintah untuk menyelematkan Muamalat.
Seorang sumber di industri keuangan menyatakan, pemerintah tentu tidak
menginginkan Muamalat sekarat hingga harus diselamatkan pemerintah melalui
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Berstatus bank syariah tertua di Indonesia,
sekaratnya Muamalat bakal menimbulkan citra negatif bagi pemerintah menjelang pemilihan umum legislatif dan presiden tahun depan.
Masalah menahun
Masalah pembiayaan macet membayangi Bank Muamalat sejak 2015.
Rasio NPF gross sempat menyentuh 7,23% pada semester I 2016, sedangkan NPF net mencapai 4,61%. Kondisi ini berangsur-angsur membaik, NPF gross pada akhir 2016 menjadi 3,83% sedangkan NPF net 1,4%. Namun, pembiayaan macet kembali memburuk pada Maret dan Juni 2017 hingga ke level 4,56% dan 4,95% untuk NPF gross.
Direktur Utama Bank Muamalat Achmad Kusna Permana, yang menggantikan Endy PR Abdurrachman sejak 20 September 2017,
mengatakan pembenahan NPF menjadi fokus manajemen baru bank umum syariah tersebut. "Tahun 2018 kami akan membereskan NPF-nya dulu, masih konsolidasi," kata Permana, awal Januari lalu.
Permana, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Unit Usaha Syariah (UUS) Bank Permata Tbk (BNLI), menyiapkan tiga strategi untuk mengurai pembiayaan bermasalah dibank yang dinahkodainya. Bank akan menambah sumber daya manusia yang menangani pembiayaan bermasalah. Selain itu, menempuh pendekatan hukum dan pendekatan lainnya kepada para debitor bermasalah. Setelah masalah pembiayaan macet beres, Muamalat akan menata diri untuk mengejar pertumbuhan. Namun, gerak bank ini akan lebih leluasa jika tambahan
modal segera direalisasikan oleh investor baru.
Jika dirunut sejarahnya, pendirian Muamalat sebagai bank syariah pertama di Indonesia digagas oleh ICMI, MUI, dan para pengusaha muslim yang kemudian didukung pemerintah. Bank resmi beroperasi 1 Mei 1992. Islamic Development Bank (IDB) masuk ke Muamalat tahun 1999 untuk membantu bank tersebut bangkit dari dampak krisis 1998.
Berdasarkan laporan keuangan Muamalat per 30 September 2017, pemegang saham pengendalinya saat ini adalah
IDB sebanyak 32,74%; Boubyan Bank 22%; Atwill Holdings Limited 17,91%; dan National Bank of Kuwait 8,45%. Selain itu, IDF Investment Foundation 3,48%; BMF Holdings Ltd 2,84%; Reza Rhenaldi Syaiful 1,67%; Dewi Monita 1,67%; Andre Mirza Hartawan 1,66%; Koperasi Perkayuan Apkindo-MPI 1,39%, dan pemegang saham lainnya 6,19%.
Sebelum kemelut ini muncul, IDB dan beberapa pemegang saham asal Timur Tengah berencna melepas sahamnya di Muamalat tahun 2011. Sebab, IDB terikat ketentuan baru yang tidak memperbolehkan mereka memiliki saham di bank lebih dari 20%.
Nama-nama calon investor baru datang silih berganti, dari Standard Chartered Bank, Bank Mega, Bank Permata, OCBC, hingga Qatar Islamic Bank. Namun, penawaran saham itu gagal karena tidak tercapai kesepakatan harga.
Kali ini IDB menginginkan calon investor baru bisa membawa Bank Muamalat ke level yang lebih tinggi. Salah satunya adalah menjadikan Muamalat sebagai bank infrastruktur syariah. Seperti diketahui, Indonesia bersama Turki dan IDB pernah memiliki inisiatif untuk membangun bank infrastruktur syariah. Pemerintah Indonesia siap menyetorkan modal awal US$ 300 juta ke dalam bank tersebut.
https://dinside.katadata.co.id/berit...-bank-muamalat<--- harus log in biar bisa akses seluruh berita.
1. Mina Padi bisa gagal jadi pemegang saham; soale CSSA sudah berakhir .. jadi mereka gak lagi standby buyer.. jika demikian, maka Muamalat harus cepat2 cari investor lain ..
2. Muamalat harus cepat2 dapat tambahan modal karena CAR nya udah tipis 11.58% sementara NPF nettnya aja lebih dari 3% .. (gross nya lebih dari 4% .. bahkan pernah sampe 7% walaupun sekarang udah turun)
3.
4. satu lagi kenapa Muamalat butuh investor baru adalah karena pemegang saham pengendali saat ini yaitu IDF (Islamic Development Bank) ternyata punya ketentuan internal baru bahwa mereka hanya boleh maksimal 20% saham .. so bisa jadi IDF harus jual sahamnya tapi bisa juga tidak bila ada investor lain nambah saham sehingga total saham IDF terdelusi menjadi maksimal 20% .. dan itu butuh dana segar yang banyak
5. Laba turun dan berpotensi semakin menurun jika proses perbaikan NPF tidak berjalan seperti yang diharapkan .. sehingga akan semakin menekan CAR nya Muamalat
so .. bisa dibayangkan apa yang dihadapi oleh manajemen Muamalat saat ini .. maju kena, mundur kena