- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- Image
Review Film Dilan 1990


TS
noramenulis
Review Film Dilan 1990
Hai Dears, mana koornya buat penonton Dilan?. Hehe. Udah berapa juta tuh penontonnya yak? Ah, kerjasama dan kerja kerasnya Ayah Pidi, Fajar Bustomi, Dilan, Milea, Bi Eem dan yang lainnya gak sia-sia ya Dears. Kenapa saya nyebut Bi Eem? Iyalah, soalnya kalau nggak ada warungnya Bi Eem, Dilan sama Milea mau jadian dimana? Hehe.
“Jangan Rindu, berat. Kamu nggak akan kuat. Biar aku saja.” – Dilan, 1990.
Hayoooo, siapa yang udah hapal kata-kata ini sampai meninggal? Wkwk. Bahkan jadi kalimat pamungkas saat ketemu si Doi. Whoaaa. Sosok Dilan yang diperankan oleh Iqbal Diafakhari Ramadhan dan Milea yang diperankan oleh Vanessa Pricilla sejak kemunculan trillernya beberapa bulan yang lalu memang sudah membayangi benak pecinta drama romance di bumi Indonesia. Ciiieeee ehehehe.
Awalnya banyak banget kasak-kusuk tentang sosok Iqbal yang nggak cocok memerankan sosok Dilan. Katanya Iqbal keliatan lugu, polos dan gak punya tampang nakal yang cocok buat jadi Dilan. Terus kalian semua yang pada ngomong gitu bisa memerankan Dilan? Hai, hai hai, nyatanya setelah nonton Dilan pada muji-muji Iqbal. Malu saya. Hehehe. Sampai-sampai sudah ada yang men-judge duluan bahwa film Dilan nggak ada bedanya dengan film lain yang berbeda dari novelnya. Tapi Dilan sudah mampu menepis semua keraguan itu. Waaahh, legaaaa, karena sebagai pecinta Dilan saya tentunya menginginkan yang terbaik dari film tersebut. Dan kyaaaaa! Ternyata berhasil.
Setiap Dilan muncul dengan gayanya yang konyol namun tetap cool, rasanya saya ingin melempar sandal saja ke arah layar bioskop yang besar itu. Ditambah dengan kesederhanaan Milea membuat cerita Dilan begitu melekat hingga kita bisa menebak alur cerita di film karena begitu sesuai dengan isi buku. Tapi meskipun begitu, adalah kejutan ketika talent-nya mampu menggambarkan cerita dengan hampir sempurna. Itulah yang membuat film Dilan sangat digemari.
Tim artistic dari film Dilan 1990 juga patut diacungi jempol. Saya kagum dengan penataan segala sesuatu yang berkisar di tahun 90-an itu begitu detail. Nah, karena setiap kelebihan itu pasti ada kekurangan yang mendampingi, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan semata, maka kekurangannya adalah beberapa adegan ada yang terlihat garing. Seperti saat tertawa, actingnya seperti tidak natural. Terus saat Bunda nyetir mobil, nampak sekali seperti di edit. At least, kekurangan itu tertutupi dengan keseluruhan film yang kocak, lelucon dan rayuan Dilan begitu mengalir dan nggak lebay. Suasananya juga mampu membawa kita ke Bandung di tahun 1990. Segala kekurangn semoga menjadi pembelajaran untuk merilis Dilan 1991. Ditunggu!
“Jangankan Anhar yang nampar Lia, kepala Sekolah berani nampar Lia, kubakar sekolah ini!” Nah lho, Pak Suripto aja sampai kabur. Hehehe. Dilan yang cool, pemberani dan gokil, ah, kumau satu. Wkwkkw.
Baiklah Dears, udah cukup nih unek-unek, pesan dan kesan dari saya tentang film Dilan. Nah, jika kalian mau nambahin silahkan kita bertukar pikiran di kolom komentar ya qaqa… hehe. Salam Rindu dari motornya Dilan …

“Jangan Rindu, berat. Kamu nggak akan kuat. Biar aku saja.” – Dilan, 1990.
Hayoooo, siapa yang udah hapal kata-kata ini sampai meninggal? Wkwk. Bahkan jadi kalimat pamungkas saat ketemu si Doi. Whoaaa. Sosok Dilan yang diperankan oleh Iqbal Diafakhari Ramadhan dan Milea yang diperankan oleh Vanessa Pricilla sejak kemunculan trillernya beberapa bulan yang lalu memang sudah membayangi benak pecinta drama romance di bumi Indonesia. Ciiieeee ehehehe.
Awalnya banyak banget kasak-kusuk tentang sosok Iqbal yang nggak cocok memerankan sosok Dilan. Katanya Iqbal keliatan lugu, polos dan gak punya tampang nakal yang cocok buat jadi Dilan. Terus kalian semua yang pada ngomong gitu bisa memerankan Dilan? Hai, hai hai, nyatanya setelah nonton Dilan pada muji-muji Iqbal. Malu saya. Hehehe. Sampai-sampai sudah ada yang men-judge duluan bahwa film Dilan nggak ada bedanya dengan film lain yang berbeda dari novelnya. Tapi Dilan sudah mampu menepis semua keraguan itu. Waaahh, legaaaa, karena sebagai pecinta Dilan saya tentunya menginginkan yang terbaik dari film tersebut. Dan kyaaaaa! Ternyata berhasil.
Setiap Dilan muncul dengan gayanya yang konyol namun tetap cool, rasanya saya ingin melempar sandal saja ke arah layar bioskop yang besar itu. Ditambah dengan kesederhanaan Milea membuat cerita Dilan begitu melekat hingga kita bisa menebak alur cerita di film karena begitu sesuai dengan isi buku. Tapi meskipun begitu, adalah kejutan ketika talent-nya mampu menggambarkan cerita dengan hampir sempurna. Itulah yang membuat film Dilan sangat digemari.
Tim artistic dari film Dilan 1990 juga patut diacungi jempol. Saya kagum dengan penataan segala sesuatu yang berkisar di tahun 90-an itu begitu detail. Nah, karena setiap kelebihan itu pasti ada kekurangan yang mendampingi, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan semata, maka kekurangannya adalah beberapa adegan ada yang terlihat garing. Seperti saat tertawa, actingnya seperti tidak natural. Terus saat Bunda nyetir mobil, nampak sekali seperti di edit. At least, kekurangan itu tertutupi dengan keseluruhan film yang kocak, lelucon dan rayuan Dilan begitu mengalir dan nggak lebay. Suasananya juga mampu membawa kita ke Bandung di tahun 1990. Segala kekurangn semoga menjadi pembelajaran untuk merilis Dilan 1991. Ditunggu!
“Jangankan Anhar yang nampar Lia, kepala Sekolah berani nampar Lia, kubakar sekolah ini!” Nah lho, Pak Suripto aja sampai kabur. Hehehe. Dilan yang cool, pemberani dan gokil, ah, kumau satu. Wkwkkw.
Baiklah Dears, udah cukup nih unek-unek, pesan dan kesan dari saya tentang film Dilan. Nah, jika kalian mau nambahin silahkan kita bertukar pikiran di kolom komentar ya qaqa… hehe. Salam Rindu dari motornya Dilan …



anasabila memberi reputasi
1
3.9K
17


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan