- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Soal Interpelasi, Pengamat: Anies-Sandi Selalu Dihadapkan dengan Catatan Negatif


TS
dishwala
Soal Interpelasi, Pengamat: Anies-Sandi Selalu Dihadapkan dengan Catatan Negatif
JAKARTA, NNC - Wacana Fraksi PDIP dan Nasdem DPRD DKI Jakarta menggunakan hak interpelasi atas Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, terus bergulir kian kencang.
Hal ini karena dalam pandangan kedua fraksi, kebijakan Anies-Sandi banyak melanggar undang-undang (UU) dan peraturan daerah (Perda). Hak interpelasi ini diajukan dengan niat untuk melakukan koreksi atas kebijakan Anies-Sandi.
Fraksi PDIP dan Nasdem menegaskan akan memaksimalkan fungsi pengawasan. Fraksi PDIP dan Nasdem berargumentasi, setidaknya ada dua kebijakan Anies-Sandi yang melanggar UU dan Perda.
Pertama, kebijakan penataan kawasan Tanah Abang dengan penempatan PKL di salah satu ruas jalan di depan Stasiun Tanah Abang.
Kebijakan tersebut dinilai melanggar sejumlah aturan, seperti Pasal 25, 27, dan 61 Peraturan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum; Pasal 25, 28, dan 275 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
Alasan kedua Fraksi PDIP dan Nasdem mengajukan hak interpelasi, terkait pemberian izin penyelenggaraan kegiatan besar di Monas.
Kebijakan pembukaan Monas untuk kegiatan masyarakat ini telah mengesampingkan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1995. Dalam aturan tersebut, Monas seharusnya menjadi kawasan yang steril untuk kegiatan-kegiatan besar karena berdekatan dengan Istana Kepresidenan.
Menanggapi hal tersebut, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mengatakan bahwa Anies-Sandi akan selalu dihadapkan dengan catatan negatif jika kerap menabrak aturan.
"Dalam perspektif kebijakan publik, seyogyanya Gubernur DKI menjadikan peraturan sebagai pijakan untuk menelurkan kebijakan. Karena, perjalanan pemerintahan Anies-Sandi akan selalu diperhadapkan dengan catatan negatif jika kerap menabrak aturan," kata Trubus kepada NNC, Kamis (14/2/2018).
Selain soal Tanah Abang dan Monas, Trubus juga menyinggung rencana Anies memperbolehkan kembali becak beroperasi di Ibu Kota. Padahal, Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Moda Transportasi dan Perda Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketertiban, tegas melarang pengoperasian becak.
Soal hak interpelasi, Trubus menyebut hal itu dilindungi UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). soal Hak Interplasi, disebutkan pada Pasal 322 ayat (1) DPRD provinsi berhak mengajukan, Hak Interplasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat (HMP).
Pasal 322 Pada ayat (2) menyebutkan, hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah hak DPRD provinsi untuk meminta keterangan kepada gubernur mengenai kebijakan pemerintah provinsi yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Trubus menambahkan, dalam konteks kebijakan publik, perlu ada penelitian lebih mendalam dan komprehensif apakah interpelasi itu memenuhi persyaratan atau tidak, karena hak interpelasi diusulkan paling sedikit oleh 7 (tujuh) orang anggota dan lebih dari satu fraksi.
"Selain itu, perlu dikaji lagi apakah interpelasi itu tidak akan menimbulkan hal yang kontradiktif, terutama dengan keberpihakan Gubernur Anies Baswedan kepada rakyat miskin, marjinal, dan terpinggirkan," paparnya.
Dijelaskan Trubus, permasalahan selanjutnya apakah ada kebijakan Anis-Sandi yang begitu kritis sehingga DPRD harus menggunakan hak interpelasi, meskipun hak interpelasi adalah hak DPRD, sebagaimana diatur pasal 63 huruf a UU Nomor 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Karenanya, Trubus mengungkapkan, jika hak interpelasi benar-benar terjadi, maka harus menjadi jalan menuju dialog yang positif-konstruktif antara legislatif dan eksekutif. Ada adu argumen yang rasional.
"Prinsipnya bukan arena ngotot-ngototan dan ngeyel, tetapi bagaimana keduanya mencari titik temu yang konstruktif," pungkasnya.
Sehingga pengajuan hak interpelasi bukan malah menjadi kontraproduktif yang merugikan masyarakat DKI Jakarta, karena menjadi gaduh, muncul pertentangan yang tajam, konflik kekerasan, dan lain-lain.
"Arahkan untuk perbaikan kebijakan, bukan untuk pemakzulan politik. Bagaimana pun, kondusifitas Jakarta harus dijaga. Kepentingan publik harus lebih dominan untuk diperhatikan, bukan sebaliknya," tutup Trubus.
http://www.netralnews.com/news/megapolitan/read/128005/soal.interpelasi..pengamat.anies.sandi.s
SETA MENUNGGU LAWAKAN2 SELANJUTNYA DARI KADIR DOYOK..
Hal ini karena dalam pandangan kedua fraksi, kebijakan Anies-Sandi banyak melanggar undang-undang (UU) dan peraturan daerah (Perda). Hak interpelasi ini diajukan dengan niat untuk melakukan koreksi atas kebijakan Anies-Sandi.
Fraksi PDIP dan Nasdem menegaskan akan memaksimalkan fungsi pengawasan. Fraksi PDIP dan Nasdem berargumentasi, setidaknya ada dua kebijakan Anies-Sandi yang melanggar UU dan Perda.
Pertama, kebijakan penataan kawasan Tanah Abang dengan penempatan PKL di salah satu ruas jalan di depan Stasiun Tanah Abang.
Kebijakan tersebut dinilai melanggar sejumlah aturan, seperti Pasal 25, 27, dan 61 Peraturan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum; Pasal 25, 28, dan 275 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
Alasan kedua Fraksi PDIP dan Nasdem mengajukan hak interpelasi, terkait pemberian izin penyelenggaraan kegiatan besar di Monas.
Kebijakan pembukaan Monas untuk kegiatan masyarakat ini telah mengesampingkan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1995. Dalam aturan tersebut, Monas seharusnya menjadi kawasan yang steril untuk kegiatan-kegiatan besar karena berdekatan dengan Istana Kepresidenan.
Menanggapi hal tersebut, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mengatakan bahwa Anies-Sandi akan selalu dihadapkan dengan catatan negatif jika kerap menabrak aturan.
"Dalam perspektif kebijakan publik, seyogyanya Gubernur DKI menjadikan peraturan sebagai pijakan untuk menelurkan kebijakan. Karena, perjalanan pemerintahan Anies-Sandi akan selalu diperhadapkan dengan catatan negatif jika kerap menabrak aturan," kata Trubus kepada NNC, Kamis (14/2/2018).
Selain soal Tanah Abang dan Monas, Trubus juga menyinggung rencana Anies memperbolehkan kembali becak beroperasi di Ibu Kota. Padahal, Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Moda Transportasi dan Perda Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketertiban, tegas melarang pengoperasian becak.
Soal hak interpelasi, Trubus menyebut hal itu dilindungi UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). soal Hak Interplasi, disebutkan pada Pasal 322 ayat (1) DPRD provinsi berhak mengajukan, Hak Interplasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat (HMP).
Pasal 322 Pada ayat (2) menyebutkan, hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah hak DPRD provinsi untuk meminta keterangan kepada gubernur mengenai kebijakan pemerintah provinsi yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Trubus menambahkan, dalam konteks kebijakan publik, perlu ada penelitian lebih mendalam dan komprehensif apakah interpelasi itu memenuhi persyaratan atau tidak, karena hak interpelasi diusulkan paling sedikit oleh 7 (tujuh) orang anggota dan lebih dari satu fraksi.
"Selain itu, perlu dikaji lagi apakah interpelasi itu tidak akan menimbulkan hal yang kontradiktif, terutama dengan keberpihakan Gubernur Anies Baswedan kepada rakyat miskin, marjinal, dan terpinggirkan," paparnya.
Dijelaskan Trubus, permasalahan selanjutnya apakah ada kebijakan Anis-Sandi yang begitu kritis sehingga DPRD harus menggunakan hak interpelasi, meskipun hak interpelasi adalah hak DPRD, sebagaimana diatur pasal 63 huruf a UU Nomor 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Karenanya, Trubus mengungkapkan, jika hak interpelasi benar-benar terjadi, maka harus menjadi jalan menuju dialog yang positif-konstruktif antara legislatif dan eksekutif. Ada adu argumen yang rasional.
"Prinsipnya bukan arena ngotot-ngototan dan ngeyel, tetapi bagaimana keduanya mencari titik temu yang konstruktif," pungkasnya.
Sehingga pengajuan hak interpelasi bukan malah menjadi kontraproduktif yang merugikan masyarakat DKI Jakarta, karena menjadi gaduh, muncul pertentangan yang tajam, konflik kekerasan, dan lain-lain.
"Arahkan untuk perbaikan kebijakan, bukan untuk pemakzulan politik. Bagaimana pun, kondusifitas Jakarta harus dijaga. Kepentingan publik harus lebih dominan untuk diperhatikan, bukan sebaliknya," tutup Trubus.
http://www.netralnews.com/news/megapolitan/read/128005/soal.interpelasi..pengamat.anies.sandi.s
SETA MENUNGGU LAWAKAN2 SELANJUTNYA DARI KADIR DOYOK..
0
2K
21


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan