- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Rizal Ramli Sebut Jokowi akan Ditinggal Rakyat


TS
selldomba
Rizal Ramli Sebut Jokowi akan Ditinggal Rakyat
Red: Nidia Zuraya | Rep: Amri Amrullah
Menurut Rizal Ramli, elektabilitas Jokowi merosot karena tiga hal.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi ekonomi yang masih stagnan tanpa pertumbuhan menjadi persoalan pelik bagi kerja ekonomi Presiden Joko Widodo di sisa masa pemerintahannya. Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli memandang bila cara presiden masih mengikuti cara lama neoliberalisme mengatasi persoalan ekonomi bangsa, maka Jokowi akan ditinggal rakyat di 2019.
"Yang senang dengan pak Jokowi kepuasanya lumayan tinggi 60 persen, tapi elektabilitasnya merosot," kata Rizal Ramli dalam salah satu acara diskusi Ekonomi Indonesia di Tahun Politik di DPP PAN, Rabu (14/2).
Merosotnya elektabilitas Presiden Jokowi ini, menurut mantan Menko Ekuin era GusDur ini karena tiga hal. Pertama soal isu keislaman. Dimana secara umum Jokowi dianggap tidak memberikan keadilan hukum terhadap umat Islam. Dalam beberapa kasus bahkan umat Islam merasa dikriminalisasikan.
Kedua, lanjut dia, kondisi ekonomi yang memang mandek diperparah dengan daya beli golongan kelas menengah bawah yang terus menurun. Dan ketiga soal sectoral policy atau kebijakan sektoral pemerintah yang salah.
Soal kesalahan kebijakan sektoral ini, ujar Rizal Ramli sebagian besar karena Jokowi yang masih menggunakan cara-cara ekonomi neoliberal. Misalnya dengan memperbanyak impor gula dan gula rafinasi sehingga petani tebu tidak senang.
Kemudian ketika petani lagi panen bawang di brebes, tapi pemerintah malah impor bawang dengan jumlah yang luar biasa. Akhirnya harga panen bawang jatuh dan petani bawang kecewa. Ditambah ketika petani lagi panen beras, pemerintah malah impor beras padahal tidak terlalu diperlukan.
Jadi tiga faktor ini, menurut dia, yang menurunkan elektabilitas Jokowi, mulai soal Islam, soal ekonomi yang mandek dan daya beli yang merosot dan ketiga kebijakan ekonomi sektoral yang salah karena pro impor. Kebijakan pro impor ini mengecewakan banyak rakyat dan petani, mulai dari petani garam hingga petani beras.
"Pertanyaanya apakah Jokowi akan membiarkan terus cara neoliberal ini sehingga ekonomi kian merosot dan akhirnya orang berpikir tentang calon alternatif. Atau pak Jokowi perlu melakukan perubahan yang drastis agar tidak lagi ikut garis politik neo liberalisme," imbuhnya.
Karena ini semua adalah cara-cara ekonomi neoliberalisme yang sudah pasti merugikan rakyat dari kelas menengah bawah. Dimana jumlahnya sangat signifikan untuk mencari calon alternatif.
Sedangkan cara ekonomi neoliberalisne itu sebenarnya adalah pintu masuk dari neokolonialisme yang akhirnya pasti merugikan rakyat Indonesia. Cara lama neoliberalisme ini mengontrol sebuah negara seperti Indonesia adalah dengan lilitan hutang.
"Semakin kita terjerat hutang semakin kita dibujuk untuk mengambil kebijakan neoliberalisme yang merugikan. Karena itu menurut saya pak Jokowi kini ada dipersimpangan jalan."
"Kalau gini gini terus ekonomi kita akan tetap mandek. Atau pak jokowi banting stir meninggalkan garis neoliberalisme. Jadi pilihan ada di pak Jokowi di sisa masa jabatan ini," ungkap mantan Dirut Bulog periode 200-2001 ini.
http://m.republika.co.id/amp_version/p456ay383
Hmmm..
Menurut Rizal Ramli, elektabilitas Jokowi merosot karena tiga hal.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi ekonomi yang masih stagnan tanpa pertumbuhan menjadi persoalan pelik bagi kerja ekonomi Presiden Joko Widodo di sisa masa pemerintahannya. Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli memandang bila cara presiden masih mengikuti cara lama neoliberalisme mengatasi persoalan ekonomi bangsa, maka Jokowi akan ditinggal rakyat di 2019.
"Yang senang dengan pak Jokowi kepuasanya lumayan tinggi 60 persen, tapi elektabilitasnya merosot," kata Rizal Ramli dalam salah satu acara diskusi Ekonomi Indonesia di Tahun Politik di DPP PAN, Rabu (14/2).
Merosotnya elektabilitas Presiden Jokowi ini, menurut mantan Menko Ekuin era GusDur ini karena tiga hal. Pertama soal isu keislaman. Dimana secara umum Jokowi dianggap tidak memberikan keadilan hukum terhadap umat Islam. Dalam beberapa kasus bahkan umat Islam merasa dikriminalisasikan.
Kedua, lanjut dia, kondisi ekonomi yang memang mandek diperparah dengan daya beli golongan kelas menengah bawah yang terus menurun. Dan ketiga soal sectoral policy atau kebijakan sektoral pemerintah yang salah.
Soal kesalahan kebijakan sektoral ini, ujar Rizal Ramli sebagian besar karena Jokowi yang masih menggunakan cara-cara ekonomi neoliberal. Misalnya dengan memperbanyak impor gula dan gula rafinasi sehingga petani tebu tidak senang.
Kemudian ketika petani lagi panen bawang di brebes, tapi pemerintah malah impor bawang dengan jumlah yang luar biasa. Akhirnya harga panen bawang jatuh dan petani bawang kecewa. Ditambah ketika petani lagi panen beras, pemerintah malah impor beras padahal tidak terlalu diperlukan.
Jadi tiga faktor ini, menurut dia, yang menurunkan elektabilitas Jokowi, mulai soal Islam, soal ekonomi yang mandek dan daya beli yang merosot dan ketiga kebijakan ekonomi sektoral yang salah karena pro impor. Kebijakan pro impor ini mengecewakan banyak rakyat dan petani, mulai dari petani garam hingga petani beras.
"Pertanyaanya apakah Jokowi akan membiarkan terus cara neoliberal ini sehingga ekonomi kian merosot dan akhirnya orang berpikir tentang calon alternatif. Atau pak Jokowi perlu melakukan perubahan yang drastis agar tidak lagi ikut garis politik neo liberalisme," imbuhnya.
Karena ini semua adalah cara-cara ekonomi neoliberalisme yang sudah pasti merugikan rakyat dari kelas menengah bawah. Dimana jumlahnya sangat signifikan untuk mencari calon alternatif.
Sedangkan cara ekonomi neoliberalisne itu sebenarnya adalah pintu masuk dari neokolonialisme yang akhirnya pasti merugikan rakyat Indonesia. Cara lama neoliberalisme ini mengontrol sebuah negara seperti Indonesia adalah dengan lilitan hutang.
"Semakin kita terjerat hutang semakin kita dibujuk untuk mengambil kebijakan neoliberalisme yang merugikan. Karena itu menurut saya pak Jokowi kini ada dipersimpangan jalan."
"Kalau gini gini terus ekonomi kita akan tetap mandek. Atau pak jokowi banting stir meninggalkan garis neoliberalisme. Jadi pilihan ada di pak Jokowi di sisa masa jabatan ini," ungkap mantan Dirut Bulog periode 200-2001 ini.
http://m.republika.co.id/amp_version/p456ay383
Hmmm..

0
8.8K
92


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan