- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
- Lantunan Sebuah Memori 


TS
dysnafr
Lantunan Sebuah Memori

Quote:
Aku terdiam, pandanganku terpaku pada dirimu yang dengan anggunnya terduduk di hadapan sebuah piano. Aku mulai beranjak dari tempatku berdiri, melangkah untuk menghampirimu. Kamu adalah pemandangan terbaik yang bisa kusaksikan dengan mataku sendiri sepanjang umurku menempuh kehidupan. Segala tentang dirimu selalu bisa membuatku terpana penuh kekaguman.
Mata birumu dengan lihai menerawang deretan partitur yang terpampang di hadapanmu. Kubelai rambutmu dengan perlahan. Tak perlu kuucapkan lagi dengan mulutku, tapi kau tahu bahwa ini lah saatnya. Kamu yang selalu berada di sisiku ketika aku tengah berada di puncak perjuanganku untuk mengalahkan kanker yang telah lama mendera diriku. Aku percaya, dan kamu pun kutahu juga pasti meyakininya, bahwa tak ada yang lebih pantas selain dirimu atas lagu ini setelah segala hal yang engkau berikan untuk membantuku melalui masa-masa beratku.
Keheningan seketika terasa saat kedua tanganmu menyusuri ruas-ruas piano dan nada-nada merdu mulai mengalir, membawa ketenangan dalam hatiku. Senyuman yang kau tunjukkan di wajahmu sembari tanganmu berdansa di atas piano itu membuatku semakin tak kuasa untuk menahan diriku ini untuk duduk di sampingmu dan bergabung memainkan lagu tersebut bersamamu. Begitu kuat hasrat ini untuk kulawan, namun aku tahu aku tak bisa melakukannya karena lagu ini telah menjadi milikmu dan hanya kamu seorang yang dapat memainkannya.
Aku berpindah agar dapat berdiri tepat di belakangmu dan ku letakkan telapak tanganku di kedua bahumu. Kucoba membisikkan sesuatu ke telingamu. “Kamu yang terbaik, sayang.” hanya itu lah kata yang dapat terlontar dari mulutku dan air matamu mulai meluruh. Aku bangga pada dirimu, dan kamu berhak untuk bahagia atas apa yang telah kau berhasil lakukan. Lagu ini adalah suatu titik kulminasi dari segala pencapaianmu.
Emosi yang kau luapkan dalam alunan irama yang engkau perlihatkan menyelimuti ruangan ini dengan penuh kehangatan. Tanganmu tampak gemetar saat nada terakhir engkau bunyikan. “Terima kasih.” pintaku dalam hati. Terima kasih sudah melantunkan lagu terakhir yang kuciptakan untukmu dengan teramat indah. Kisah ini, kisahku, kisahmu, semua terasa begitu tepat. Aku menolehkan pandanganku dan kulihat seluruh penonton yang memenuhi tribun memberikan tepuk tangan yang begitu riuh kepadamu.
Kini aku sudah bisa tenang. Kamu akan segera memasuki tahap baru dalam hidupmu, tahap baru yang akan bisa kau jalani seutuhnya tanpa diriku. Sudah saatnya aku pamit dan pasti kita akan bertemu lagi. Nikmatilah momen ini, buatlah semua orang di sekitarmu selalu bahagia dengan senyumanmu dan buat mereka terpukau dengan keelokan permainan pianomu. Salam sayang selalu dari aku, kepingan terakhir diriku yang masih tersisa di memorimu.
Mata birumu dengan lihai menerawang deretan partitur yang terpampang di hadapanmu. Kubelai rambutmu dengan perlahan. Tak perlu kuucapkan lagi dengan mulutku, tapi kau tahu bahwa ini lah saatnya. Kamu yang selalu berada di sisiku ketika aku tengah berada di puncak perjuanganku untuk mengalahkan kanker yang telah lama mendera diriku. Aku percaya, dan kamu pun kutahu juga pasti meyakininya, bahwa tak ada yang lebih pantas selain dirimu atas lagu ini setelah segala hal yang engkau berikan untuk membantuku melalui masa-masa beratku.
Keheningan seketika terasa saat kedua tanganmu menyusuri ruas-ruas piano dan nada-nada merdu mulai mengalir, membawa ketenangan dalam hatiku. Senyuman yang kau tunjukkan di wajahmu sembari tanganmu berdansa di atas piano itu membuatku semakin tak kuasa untuk menahan diriku ini untuk duduk di sampingmu dan bergabung memainkan lagu tersebut bersamamu. Begitu kuat hasrat ini untuk kulawan, namun aku tahu aku tak bisa melakukannya karena lagu ini telah menjadi milikmu dan hanya kamu seorang yang dapat memainkannya.
Aku berpindah agar dapat berdiri tepat di belakangmu dan ku letakkan telapak tanganku di kedua bahumu. Kucoba membisikkan sesuatu ke telingamu. “Kamu yang terbaik, sayang.” hanya itu lah kata yang dapat terlontar dari mulutku dan air matamu mulai meluruh. Aku bangga pada dirimu, dan kamu berhak untuk bahagia atas apa yang telah kau berhasil lakukan. Lagu ini adalah suatu titik kulminasi dari segala pencapaianmu.
Emosi yang kau luapkan dalam alunan irama yang engkau perlihatkan menyelimuti ruangan ini dengan penuh kehangatan. Tanganmu tampak gemetar saat nada terakhir engkau bunyikan. “Terima kasih.” pintaku dalam hati. Terima kasih sudah melantunkan lagu terakhir yang kuciptakan untukmu dengan teramat indah. Kisah ini, kisahku, kisahmu, semua terasa begitu tepat. Aku menolehkan pandanganku dan kulihat seluruh penonton yang memenuhi tribun memberikan tepuk tangan yang begitu riuh kepadamu.
Kini aku sudah bisa tenang. Kamu akan segera memasuki tahap baru dalam hidupmu, tahap baru yang akan bisa kau jalani seutuhnya tanpa diriku. Sudah saatnya aku pamit dan pasti kita akan bertemu lagi. Nikmatilah momen ini, buatlah semua orang di sekitarmu selalu bahagia dengan senyumanmu dan buat mereka terpukau dengan keelokan permainan pianomu. Salam sayang selalu dari aku, kepingan terakhir diriku yang masih tersisa di memorimu.
Quote:
Cerita pendek ini juga dipublikasikan di:http://writinginhelvetica.wordpress.com
Diubah oleh dysnafr 01-02-2018 14:15


anasabila memberi reputasi
1
989
Kutip
3
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan