Kaskus

News

vidya08Avatar border
TS
vidya08
Ngawur! Politisi Gerindra Sebut Demokrasi Hari Ini Sama Dengan Masa Orde Baru
Ngawur! Politisi Gerindra Sebut Demokrasi Hari Ini Sama Dengan Masa Orde Baru
Hadirnya oposisi dalam sistem demokrasi merupakan hal yang sangat semestinya. Namun, menjadi oposisi yang sehat atau atau tidak, itu adalah pilihan.

Menjadi oposisi dalam sistem politik demokrasi artinya menjadi penyeimbang kekuasaan. Ia ibarat menjadi rem bagi kendaraan, tapi tak pernah ingin menghentikan laju kendaraannya. Ia menjaga agar kekuasaan tidak sewenang-wenang, tanpa ada niat untuk meruntuhkan negaranya.

Seperti itulah oposisi yang sehat. Kritik yang diajukan untuk memperbaiki kondisi bangsa dan negara, bukan sebaliknya justru untuk menyebarkan fitnah dan informasi hoax hanya demi merebut kekuasaan dari pemerintahan yang sah.

Namun, tampaknya di negara kita belum hadir oposisi yang sehat tersebut. Sepertinya lebih banyak wujud oposisi seperti yang kedua di atas. Partai Gerindra dan para sekutunya sejauh ini belum bisa dikatakan menjadi oposisi yang mumpuni, jikalau tidak bisa dikatakan gagal.

Hal itu berdasarkan indikasi atas kritik dan cara kontrolnya pada kekuasaan yang terlihat masih serampangan. Kebanyakan kritiknya tidak didasarkan pada data dan bukti yang valid, namun hanya berdasarkan subyektivitas belaka.

Seperti misalnya, kritik dari Wakil Ketua DPP Partai Gerindra Sodik Mudjahid ini. Beberapa waktu lalu, ia melontarkan kritik atas rencana Kemendagri untuk menunjuk perwira tinggi kepolisian menjadi plt. Gubernur di Jawa Barat dan Sumatera Utara.

Anehnya, ia mengaitkan kasus tersebut dengan mundurnya demokrasi di era Presiden Jokowi. Bahkan menurutnya kondisi saat ini mirip dengan masa Orde Baru.

Tentu saja kritik tersebut tidak tepat. Bahkan, anak SMA pun pasti bisa menilai bahwa kritik tersebut sangat serampangan. Karena tidak sesuai dengan kenyataannya.

Apa yang diungkapkan Sodik tersebut selain sesat, juga sangat provokatif. Hal itu terlihat ditujukan untuk menggiring opini masyarakat agar menilai negatif pemerintahan yang sah saat ini.

Dapat dipahami demikian karena tujuannya adalah untuk mendiskreditkan pemerintahan Presiden Jokowi.

Padahal faktanya jelas sekali berbeda. Kondisi demokrasi hari ini begitu jauh berbeda dibanding pada masa Orde Baru dulu.

Dari aspek kebebasan sipil, penghormatan pada hak asasi manusia, juga pada tatanan lembaga demokrasi sudah ada kemajuan yang luar biasa sejak reformasi. Maka sangat aneh bila Sodik mengatakan saat ini persis sama dengan Orde Baru.


Apalagi menurut laporan Dewan HAM PBB nilai total indeks Demokrasi Indonesia tertinggi di negara-negara rumpun ASEAN.

Dalam laporan Asian Democracy Index beberapa tahun lalu dinyatakan bahwa setelah Jokowi menjabat sebagai Presiden, indeks demokrasi Indonesia juga turut meningkat. Pasalnya, kemenangan Jokowi ditengarai memberikan warna baru dalam proses demokrasi Indonesia. Sosok Jokowi dianggap sebagai orang baru dalam kancah politik nasional.

Dalam riset Indeks Demokrasi Asia: Studi Kasus Indonesia Tahun 2015: “Masyarakat Sipil Semakin Kuat, Struktur Ekonomi dan Politik Masih Monopolistik yang dirilis oleh Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia disebutkan bahwa dimensi politik pada masa pemerintahan Jokowi menunjukkan semakin kuatnya kebebasan sipil.

Bahkan skor kebebasan sipil itu mencapai yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Pada 2011, skor dimensi politik Indonesia hanya 5,50 yang kemudian mengalami kenaikan signifikan hingga 6,79.

Melihat paparan data di atas, sangat jelas terlihat pendapat Sodik di atas keliru. Ia hanya memaparkan kritik menurut penilaian pribadinya saja. Bukan atas fakta obyektif saat ini.

Selain itu, substansi kritiknya bahwa penunjukkan plt. gubernur dari perwira tinggi kepolisian yang menurutnya cacat hukum juga masih bisa diperdebatkan. Hal itu karena logika penunjukkan itu bukanlah sebagai jabatan politik, namun hanya sebagai pejabat sementara yang bersifat administratif saja.

Hal itu dibenarkan oleh Undang-Undang dan peraturan yang berlaku. Bahwa pejabat pemerintahan di atasnya diperbolehkan menunjuk pejabat administratif di bawahnya.

Kewenangan pejabat sementara itu pun bukanlah sebagai pejabat politik sebagaimana kepala daerah hasil Pilkada. Ia yang ditunjuk berkewenangan menjalankan roda pemerintahan hingga terpilih pejabat politik baru.

Atas kekeliruan kritik di atas, kita harus pahami dan maklumi. Agar supaya kita tidak ikut dalam arus upaya penggiringan opini oleh elit politik.
0
1.6K
24
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan