- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Busuk! Koalisi 212 Ingin Ulangi Taktik Pecah Belah dengan Politik SARA di Jawa Tengah


TS
vidya08
Busuk! Koalisi 212 Ingin Ulangi Taktik Pecah Belah dengan Politik SARA di Jawa Tengah

Sebagaimana yang kita tahu, Aksi Berjilid 411 dan 212 dua tahun lalu tak pernah netral dari politik praktis. Aksi tersebut diinisiasi untuk menggulingkan Gubernur petahana DKI Jakarta saat itu dan memenangkan seorang calon kepala daerah yang didukungnya.
Bersamaan dengan itu, politik identitas berbasis SARA gencar disebarkan diantara warga Jakarta. Alhasil masyarakat terlihat tersegregasi berdasarkan identitas keagamaannya dalam menentukan kepala daerah.
Singkatnya, sentimen agama digunakan untuk memobilisasi massa pemilih guna memenangkan salah satu kubu politik. Dan, terbukti bahwa taktik itu berhasil.
Saat ini, kelompok politik yang dulu sukses menggunakan taktik tersebut ingin mengulangi hal yang sama. Kelompok aksi 212 dan partai pendukungnya (Gerindra, PKS, dan PAN) berusaha memainkan taktik yang sama untuk memenangkan calon kepala daerah yang diusungnya di beberapa wilayah.
Seperti yang terjadi di Jawa Tengah saat ini. Koalisi 212 dan Partai pendukungnya (Partai Gerindra, PKS, dan PAN, plus PKB) saat ini mendukung pasangan Sudirman Said dan Ida Fauziah.
Menurut sejumlah informasi, mereka berusaha mengulangi penggunaan politik identitas yang berbasis sentimen SARA untuk memenangkan kontestasi politik di Jawa Tengah.
Dikabarkan, koalisi 212 itu berusaha merebut basis masjid untuk menjalankan siasat tersebut. Tak tanggung-tanggung jumlah masjid yang disasar cukup banyak, yaitu 1200 masjid.
Masjid yang direbut itu nantinya akan digunakan sebagai basis pemenangan pasangan Sudirman Said-Ida Fauziah. Dan, di sana nanti dijadikan pusat kampanye calon dan penyebaran isu SARA yang dioperasikan oleh para kader 212.
Untuk memulainya, koalisi 212 ini akan merancang sejumlah kegiatan sosial yang menyalurkan paket bantuan ke masjid-masjid yang disasar. Bantuan itu sebagai "tanda jadi" sekaligus menjadi penanda basis mereka.
Itulah realitas yang sedang berkembang saat ini. Politik yang mendompleng agama menjadi sangat marak digunakan oleh para politisi yang haus kekuasaan.
Pada dasarnya, penggunaan masjid sebagai lumbung suara itu sangat tidak etis dalam sistem politik demokrasi. Karena penggunaan politik yang berbasis identitas bukan menjadikan masyarakat semakin guyub rukun, melainkan justru bisa berpecah belah.
Hal itu karena penggunaan politik identitas lebih cenderung mempertajam perbedaan, dibandingkan persamaan. Apalagi bila politik berbasis agama ini dikimpoikan dengan politik uang. Maka demokrasi hanya menjadi pepesan kosong belaka.
Cara berpolitik koalisi 212 itu juga sangat mencoreng semangat demokrasi di Indonesia. Mereka tidak bertarung secara fair dengan menampilkan calon yang berkualitas dan program yang menyejahterakan masyarakat, melainkan melalui eksploitasi isu SARA.
Itu tentunya bisa merusak persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia. Karenanya bisa menjadi ancaman bagi kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia.
Untuk itu, pengawas pemilu dan aparat keamanan seyogyanya terus waspada memantau penggunaan politik identitas ini. Begitu pula dengan ormas Islam moderat, seperti Nahdhatul Ulama, dan Dewan Masjid Indonesia agar turut mengambil peran di barisan depan menjaga NKRI.
Jangan sampai negara kita rusak dan hancur lebur hanya karena momen Pemilihan Kepala Daerah. Terutama karena ulah para perusak yang mengatasnamakan agama tersebut. Mari kita jaga bersama, rumah kita yang bernama NKRI tercinta ini.
0
3.9K
37


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan