- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Ruang Pergi #SFTHChallenge


TS
gigihrizqi
Ruang Pergi #SFTHChallenge

Quote:
Izinkanlah seorang penulis noob cerita ini menyalurkan tulisannya di media untuk sekedar membagikan cerita yang semoga dan disemogakan dapat memberikan manfaat nilai pengalaman dalam kehidupan. Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam pengetikan tulisan.
Quote:
Untuk menemani membaca cerita, bolehlah memutar playlist Ruang Rindu yang dinyanyikan oleh Letto (melet jika difoto, hehehe)
Ruang Pergi

Quote:

Pergi? Kemanakah dia akan pergi?
Datang? Apakah dia akan datang kepadaku lagi?
Datang? Apakah dia akan datang kepadaku lagi?
Hiks… hiks… huhuhuhu... ehiks.. ehiks... huhuhuhu... aku... aku.. huwaaaaa.... hiks... hiks...
Terdengar suara tangisan seorang yang sedang meratapi kesedihannya ketika menengadahkan kepalanya ke atas dengan melihat secercah cahaya dari kegelapan mendung yang akan mengucurkan tetesan hujan dan mungkin juga kristal cinta. Tak seorang pun melihatnya dalam keadaan merindu sekaligus menyesal kecuali Yang Maha Tahu. Tak kuasa menahan tetesannya, akhirnya dia pun menjerit sekuat tenaga ke seluruh pelosok kebun yang sepi pengunjung kecuali penunggu di sana.
Dia seperti kerasukan emosi kesedihan bercampur penyesalan yang dalam. Penyesalan yang amat dalam hingga hatinya pilu, tak bisa lagi menghiraukan kekasih paling dicintainya, yaitu tubuhnya sendiri. Dia tak lagi bersemangat berolah-raga demi menjaga kesehatan, kebugaran, dan keseksiannya yang pasti membuat setiap pasang mata lelaki tak akan bisa menolak bahwa dia memang patut menyandang gelar tersebut. Tak dipungkiri, suaminya pun rela merogoh penghasilan terdalamnya demi memuaskan hasrat istrinya untuk meraih gelar tersebut. Namun, semua usaha tersebut ternyata berdampak parah pada pasangan muda yang baru menikah satu setengah tahun ini.
Seorang ibu yang seharusnya selalu mencintai buah kasihnya, yang mendapatkan keistimewaan dibandingkan seorang ayah, yang pernah merasakan hubungan perasaan emosional ketika mengandung buah cinta, dan yang telah meraih salah satu tanda kebesaran Tuhan, kini hanya bisa membuat peta rindu untuk memanggilnya kembali, kembali kepada ke pangkuannya agar dia rawat dengan cahaya cinta yang tulus.
***
Quote:

Jam dinding mengerucutkan sudutnya sebesar 45° yang menunjukkan jam 13.30 WIB. Ketika itu suaminya pulang kerja lebih awal dari biasanya, sang istri masih meneduh dari tetesan hujan kenangan yang menyelimutinya. Ali membuka pintu rumah sambil mengucapkan salam dan beberapa menit kemudian dia terkejut bahwa rumahnya berisi kesepian.
“Sayang... kamu dimana? Aku bawain kamu makanan kesukaan loh.”
“Sayang Shanti, kamu nggak kangenkah sama Mamas kesayangan kamu?”
“Sayang, jangan main petak umpet loh, nanti kalau aku tangkep, Mamas bikin kamu setangkep sama jurus Mamas loh, hihihi...”
Namun, dia hanya mendengar gema suara pantulan dia sendiri seolah-olah dia berbicara kepada saksi bisu. Segala sudut raunganpun dia tanyakan keberadaannya. Entah bagaimana prosesnya orang kesayangannya hilang tak berbekas, tak meninggalkan bau khas maupun jejak khas.
“Shanti, tolong jangan bikin Mamas kesal, tolong kamu jangan main petak umpet seperti ini.”
Ali pun menelepon istri tersayangnya, namun handphonenya tergelatk bergetar di meja rias di kamar pribadi mereka membuat Ali ingin bergegas ke kebun belakang rumah. Hanya kebun yang belum dia jamah untuk memanggil kesayangannya.
***
Quote:

Hujan kian mengguyur dengan deras membuatnya semakin kedinginan karena dia terlalu bersedih hati memikirkan kekecewaannya yang berlarut-larut. Gejolak rasa ingin meneduh ke rumah pun segera dia hentakkan dengan kakinya, tetapi secara tak sengaja dia menginjakkan kakinya ke ekor ular dengan bentuk kepala seperti sendok ketika marah. Sontak Shanti pun kaget. Alamak, respon si ular terlalu cepat mematuk kaki Shanti hingga mengucurkan darah. Shanti pun langsung seketika berteriak kencang.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaa.... Saaaaakkkiiiiiiiiiiiiit... Aaaaaaaa...” teriak Shanti.
Seketika Ali pun tanpa membawa payung berlari menuju kebun belakang rumahnya. Tak berapa lama, dia bertemu dengan istrinya. Istrinya terlihat pucat pasi.
“Shan, kamu kenapa Shan? Kenapa kamu terlihat lemas, sayang? Kamu habis nangis ya?”
Shanti hanya menganggukkan kepala saja.
“Shan, Shan, kamu kenapa? Kakimu berdarah kenapa?” ucap Ali panik karena wajah Shanti semakin memucat.
“Digigit ular, Mas. Tolong, Mas.” balas Shanti singkat dengan nada rendah.
Tanpa pikir panjang, Ali pun langsung menggendong istrinya dan menidurkan istrinya meskipun dalam posisi keadaan basah kuyup di mobil dengan posisi senyaman mungkin untuk menuju Puskesmas terdekat agar mendapatkan pertolongan cepat. Dia hanay membawa handuk kecil untuk mengeringkan tubuh istrinya. Dia tak peduli dengan tubuhnya sendiri. Sekarang perhatiannya hanya tertuju pada istri tercintanya.
***
Quote:

Ruangan serba putih tanpa ada sedikitpun titik hitam yang dia temui disana. Dia berjalan menelusuri semua tempat dan dia merasa sunyi menyendiri, menangisi hati, emosi pun mencair dengan perlahan menuntunnya untuk menundukkan kepala, ke bawah.
Tap, tap, tap...
Suara jejak kaki terdengar dari dekatnya. Shanti merasa ada yang datang, menemuinya.
Tap.. tap.. tap...
Semakin jelas suaranya dan semakin jelas pula suara yang dia dengar. Suara dari dalam pikiran dan hati. Dia merasakan kebimbangan, kesedihan, dan kekecewaan yang tak tau apakah masih bisa diukur.
“Bu, Ibu... Ibu... Ibu dimana? Ibu dimana? Apakah ibu bisa merasakanku?” panggil Wafiq.
“Bu, Ibu... Apakah Ibu tidak mau menemuiku?”
“Wafiq... Wafiq kah, Wafiq ku sayang... Maafkan Ibu, sayang... Ibu sangat sayang Wafiq, tapi semuanya... (huhuhu, ehiks.. hiks..).” sahut Shanti dengan kesedihan yang menyelimutinya.
“Ibu jahat sama Wafiq, Ibu jahat... Ibu jahat pokoknya... Ibu engga peduli dengan Wafiq... Jahat!!!” geram Wafiq.
“Ibu sangat sayang sama kamu, nak, tapi semuanya terlambat. Maafkan Ibumu ini, nak.” sahut Ibunya dengan mengiba.
“Apa buktinya jika Ibu sayang sama Wafiq?!? Ibu lebih sayang sama tubuh Ibu sendiri daripada anaknya sendiri!!!”
“Ibu tidak mau menyusui anaknya, Ibu tidak mau mengerti tangisanku, Ibu tidak peduli dengan giziku, Ibu tidak peduli dengan kesehatanku, Ibu tidak peduli dengan masa depanku!!!”
“Apakah itu yang dinamakan sayang?!?” balas Wafiq, tak percaya dengan perkataan Ibunya.
“Maafkan Ibumu, nak Wafiq. Ibu menyesal sekali, menangisi sepanjang relung hati, hati dan pikiran ini hanya tertuju padamu, nak. Ibu rela ikut denganmu ke alam sana... Ibu rela dihukum berat demi untukmu disana... Maafkan Ibumu ini nak Wafiq, (huhuhu, hiks ehiks...)”
“Buktikan perkataan Ibu padaku! Lihatlah ke sana, Bu!”
Seketika kesedihannya bertambah memilukan, dia semakin menangisi kesalahannya. Dia melihat memori masa lalunya ketika mencampakkan anak pertamanya, Wafiq. Masa lalu yang terulang kembali membuatnya ingin mengucurkan semua kasih sayang seorang Ibu hanya untuk buah cintanya dengan sentuhan lembut penuh rindu segemerlap bunga mewangi di sekujur alunan syahdu yang mengikat tali perasaan antara Ibu dan Anak.
“Wafiq, izinkanlah Ibu memelukmu sekali saja, Ibu ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya kepadamu..”
Wafiq tak bisa mengontrol dirinya, jiwanya bagaikan tertarik oleh medan magnet yang sangat menggetarkan seluruh jiwa.
Berpeluklah mereka, antara Ibu dan anak dengan pesona kasih sayang tak dapat digambarkan dengan kiasan maupun lukisan. Lekat dan erat dalam suasana yang semakin menyentuh, Wafiq akhirnya dapat merasakannya, kasih sayang Ibunda tercintanya.
Shanti memeluknya dengan erat dan tak melepaskannya sedikitpun dari genggamannya. Dia sampai tak menyadari bahwa Wafiq telah tersenyum bahagia dan meninggalkannya dengan kedamaian dan ketulusan.
***
Quote:

Cukup lama Shanti pingsan, Ali menemaninya dengan setia di Puskesmas. Dia selalu beribadah dan memanjatkan doa agar istrinya dapat sembuh dari luka dan kesedihan yang dialaminya berlarut-larut. Dia sadar, dia juga bersalah atas keluarganya.
“Semua ini adalah salahku juga, aku bener-bener lalai membiarkan istri dan anakku tanpa perhatian. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku.” gumamnya dalam hati.
Gerak-gerik tangan Shanti pun mulai dia lihat. Dia memandangi istrinya dengan senyuman. Dia mengecup kening istrinya. Detik demi detik hingga menit berlalu, dia bercerita banyak hal untuk istrinya demi menyemangati keterpurukannya. Shanti hanya bisa tersenyum dan mengangguk.
“Mas, nanti aku akan ceritakan mimpiku tadi.” ucap Shanti dengan tenang.
“Iya, sayang. Aku akan menunggumu hingga kamu sembuh. Semangat ya...”
“Mas, setelah sembuh nanti, kita kunjungi makam Wafiq, ya. Aku tak bisa jauh darinya. Aku ingin mendoakannya di alam sana agar dia bahagia.” ucap Shanti dengan mata yang berkaca-kaca.
“Pasti, sayang. Aku juga ingin mendoakannya. Yang terpenting mulai sekarang dan untuk masa depan, kita akan selalu bersama, mengeratkan cinta kita dan kepada anak kita kelak.” sahut Ali dengan ekspresi yang sangat mendambakan bagi setiap pasangannya.
Tetesan air mata pun tak terelakkan oleh mereka berdua yang larut dalam sebuah ruang yang mesra meski salah satu anggota mereka harus pergi menuju pada hakikat untuk kembali.
***Tamat***
Quote:
Kau datang dan pergi...
Oh begitu saja...
Semua kuterima...
Apa adanya...
Oh begitu saja...
Semua kuterima...
Apa adanya...
Quote:


Referensi:
Hasil Cerita Sendiri
Image by:
Google.com
Diubah oleh gigihrizqi 29-01-2018 04:59


anasabila memberi reputasi
1
6.1K
Kutip
59
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan