- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Uniknya Tradisi Manusia Indonesia Ketika Musim Pilkada Tiba


TS
christomat
Uniknya Tradisi Manusia Indonesia Ketika Musim Pilkada Tiba
Momen pemilihan kepala daerah atau pilkada di Indonesia merupakan hal umum yang biasa terjadi masyarakat Indonesia. Tak sedikit masyarakat yang juga antusias untuk ikut berpartisipasi di dalamnya. Yang unik, pesta pemilihan wakil rakyat tersebut sering disuguhi oleh hal-hal yang tak bakal ditemui di negara manapun di dunia.
Di Indonesia sendiri, salah satunya ada di momen Pilkada menjadi pesta politik yang dinantikan oleh masyarakat. Entah ingin bertindak sebagai pemilih yang baik, atau malah sebaliknya, menjadi masyarakat yang lihai memanfaatkan “hajatan politik” tersebut untuk kepentingan pribadi. Seperti halnya kebiasaan masyarakat Indonesia di bawah ini.
Di Indonesia sendiri, salah satunya ada di momen Pilkada menjadi pesta politik yang dinantikan oleh masyarakat. Entah ingin bertindak sebagai pemilih yang baik, atau malah sebaliknya, menjadi masyarakat yang lihai memanfaatkan “hajatan politik” tersebut untuk kepentingan pribadi. Seperti halnya kebiasaan masyarakat Indonesia di bawah ini.
Quote:
Ikut jadi simpatisan agar dapat kaos partai
Ketika para calon tersebut saling bertarung
memperebutkan ‘tahta”, salah satu jurus andalan mereka adalah mencetak kaos untuk dibagikan kepada pendukungnya. Entah bakal dipilih atau tidak, yang jelas, hal ini sering dijadikan sebagai “ajang resmi” oleh masyarakat untuk mendapatkan kaos eksklusif yang bergambar tokoh partai tersebut.

Jadi “kepo” karena kaos partai
“jurus” semacam ini pernah dilakukan oleh Partai Dem*krat yang membagi-bagikan kaos partai kepada sejumlah warga di Sentra PKL Babat, Surabaya. Awalnya, doorprize pada acara tersebut adalah seperangkat alat elektronik. Karena khawatir termasuk “politik uang”, hadiah tersebut diganti dengan sejumlah kaus bergambar partai Demokrat. Tak ayal, masyarakat pun tumpah ruah memenuhi lokasi, berharap mendapatkan hadiah kaus tersebut.
Pura-pura “pro” supaya bisa nonton konser dangdut
Para bakal calon pemimpin tersebut, tentu bukanlah orang yang awam soal politik. Untuk menarik simpati massa, mereka kerap menggunakan jasa artis atau biduan dangdut yang lagi hits. Kenapa harus dangdut? Karena musik inilah yang diklaim sebagai musiknya pemersatu “orang Indonesia” di segala lapisan masyarakat.

Daya tarik “sempurna” selama pilkada
Tak heran, banyak yang tiba-tiba “pro” terhadap salah satu calon tersebut. Menjadi simpatisannya ke sana kemari, supaya bisa nonton biduan dangdut pujaan hati. Contohnya ada pada Via Vallen yang diperebutkan oleh calon gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf atau Gus Ipul dan Ridwan Kamil yang mencalonkan diri sebagai bakal calon Gubernur Jawa Barat. Tentu masyarakat di dua daerah tersebut bakal harap-harap cemas menanti idolanya manggung di depan mata mereka.
Meski rawan saling sikut, tetep ngikut asal ada “duit”
Meski bukan hanya terjadi di Indonesia, “serangan fajar” semacam ini lazim dipraktekkan oleh calon-calon pemimpin yang sudah “kebelet” ingin naik tahta pemerintahan. Meski tergolong “kampanye hitam, toh banyak masyarakat yang senang dan justru menunggu- nunggu hal ini. Tidak hanya dalam bentuk uang, bentuk “suap” tersebut juga terkadang dibagi-bagikan dalam wujud sembako.

Terima uang karena ada maunya
Hal ini diungkapkan secara langsung oleh Muhammad, selaku kepala Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu. Pada Pilkada 2017 silam, ada sekitar 600 kasus di berbagai daerah yang ditenggarai menggunakan cara kotor ini. Sebagaimana diketahui, larangan politik uang diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 pasal 187 huruf (a) hingga (d), dimana pemberi maupun penerima politik uang bisa dipenjara minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan. Selain itu, dapat dikenai denda sebesar Rp. 200 juta hingga Rp. 1 miliar.
Sibuk jadi tim sukses “ngomporin” janji janji manis
Tidak lengkap rasanya jika tidak mengobral “janji manis” pada saat kampanye Pilkada. Tak jarang, para calon tersebut mempunyai tim khusus untuk menangani komunikasi pada masyakat. Tim khusus tersebut biasanya direkrut dari berbagai lapisan masyarakat, tentunya dengan spesifikasi khusus dan tingkat pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan.

Teman Ahok
Tak jarang, tim sukses ini dibagi menjadi beberapa kelompok. Ada yang beroperasi di daerah-daerah ranting, dimana posisi tersebut langsung terjun di tengah-tengah masyarakat. Salah contoh yang fenomenal adalah teman Ahok yang menjadi “corong” komunikasi pada Pilihan Gubenur Jakarta beberapa tahun silam. Anggota teman Ahok yang mayoritas berusia muda tersebut, sempat membuat jaringan relawan yang bertugas mengumpulkan KTP warga Jakarta sebagai bentuk dukungannya terhadap Ahok.
Usaha tebar pesona, pasang spanduk dan baliho kandidat pilihannya
Memasang spanduk dan baliho masih menjadi syarat penting untuk keperluan “pencitraan” bakal calon tersebut. Demi meningkatkan citra dan elektabilitas di masyarakat, tak jarang proses ini tentu membutuhkan jumlah relawan yang tidak sedikit. Terutama jika jangkauan kampanye berada hingga di pelosok desa yang jauh. Tak jarang pada kejadian di lapangan, tim relawan tersebut memasang spanduk atau baliho sesuka hatinya, tanpa memperdulikan lingkungan sekitar.

Baliho saat pilkada
Salah satu contoh nya terjadi di Bandung, Jawa Barat. Yang jadi masalah, gambar para calon tersebut terlihat dipasang di tempat yang tidak sesuai. Beberapa bahkan di paku di pepohonan. Menurut Walhi yang menyoroti hal ini, Selain melanggar peraturan revisi KPU nomor 7 tahun 2015 tentang pemasangan alat peraga, hal tersebut juga bisa merusak lingkungan dan estetika.
Uang Sogokan untuk Mendapatkan Suara
Suara rakyat tak bisa dibeli, tapi bisa dinego. Mungkin begitu pedoman beberapa oknum yang suka menyogok masyarakat untuk memilih pasangankepala daerah tertentu. Jujur saja, kebanyakan orang memang masih bisa dibeli. Tapi kini mereka cerdas, tak mau hak pilihnya ditebus dengan harga murah. Setidaknya si oknum butuh jutaan untuk membeli banyak suara yang masing-masing kadang dihargai Rp 100 ribu.

Suap masih jadi hal yang akan ditemui dalam Pilkadakali ini
Menjelang hari H seperti sekarang, biasanya praktik sogok ini gencar dilakukan. Tentu saja ini adalah bentuk kecurangan yang harusnya bisa ditangani oleh pihak yang berkaitan. Sayangnya, masyarakat tak pernah sadar jika awal pemilihan saja sudah curang begitu,maka sudah bisa dipastikan bagaimana nanti. Yang jelas, mereka yang terpilih gara-gara menyogok itu bakal cari cara untuk bisa balik modal.
Kampanye Undang Artis
Ada begitu banyak cara para calon terpilih ini untuk mendapatkan simpati masyarakat. Salah satunya dengan mengundang artis untuk menyemarakkan kampanye mereka. Cara ini sering dipakai oleh banyak calon dan sepertinya berhasil membuat nama mereka lebih dikenal luas oleh orang-orang sekitar.

Kampanye pakai artis jadi cara yang bagus untuk mendongkrak popularitas. Terpilh? Belum tentu
Konon untuk mengundang para artis itu biasanya dana yang dikeluarkan cukup besar. Kisarannya bisa puluhan juta lebih katanya.Grabanimo masyarakat sih besar, namun kadang tak selalu berbanding lurus dengan hasil di TPS nanti. Ya, setidaknya meskipun tak terpilih sudah dapat hiburan duluan.
Sebar Souvenir Mainstream
Sudah jadi agenda wajib bagi para calon kepala daerah tersebut untuk mempromosikan dirinya. Caranya selain lewat kampanye tadi adalah dengan memberikan souvenir-souvenir. Ada banyak jenisnya, mulai dari kalender, mug, buku yasin, pin, sampai stiker yang harganya tak sampai Rp 2 ribu per buahnya. Semuanya pasti menampilkan atribut sicalon.

Kipas Pilkada juga jadi item yang harus ada di perhelatan pemilihan kali ini
Hasilnya sendiri tak selalu mempengaruhi. Tapi, masyarakat jadi tahu siapa-siapa saja yang bakal maju di pemilihan gara-gara pernak-pernik seperti ini.Nah, biar mendapatkan simpati dan juga suara yang lebih, kenapa souvenir tersebut tidak diganti denganyang lebih bernilai. Entah voucher pulsa, batu akik, atau mungkin yang lebih keren lagi kupon berlangganan pupuk yang pasti dibutuhkan para pemilih yang ada di daerah-daerah.
Melakukan Ritual Unik Agar Mendapatkan Keberuntungan
Masyarakat kita termasuk para calon ini, sebagian masih percaya dengan yang namanya klenik dan semacamnya. Hal tersebut kemudian direalisasikan dengan cara melakukan ritual-ritual agar nantinya bisa mendapatkan berkah dan juga kemenangan. Halini memang benar dilakukan. Di pemilu tahun lalu, beberapa orang tertangkap kamera tengah melakukan ritual unik jelang pemilihan.

Kira-kira masih ada calon kepala daerah yang melakukan ritual seperti ini? Mungkin saja
Salah satunya ritual Ngalap Berkah di makam Sunan Pandanaran yang ada di Klaten, Jawa Tengah. Menurut juru kunci di sana, banyak orang-orang yangdiduga para calon DPRD melakukan ritual tersebut. Mulai berdoa di makam sampai berendam malam di salah satu pemandian yang tak jauh dari sana. Di Pilkada tahun ini pasti sebagian calon juga melakukan ritual-ritual seperti ini. Meskipun tempat dan prosesnya berbeda.
Hias TPS Agar Warga Sedikit Senang Ketika Memilih
Sedikit Senang Ketika MemilihLima menit untuk lima tahun ke depan, jadi pastikan untuk mempergunakan hak pilih dengan baik. Kalau malas, mungkin bisa berinisiatif dengan menghias TPS. Ya, cara ini kadang ampuh sebagai penarik perhatian masyarakat setempat untuk datang dan memilih. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh warga kelurahan Harjamukti, Depok.

Hias TPS juga jadi pemandangan khas Pilkada yang cuma ada di Indonesia
Mereka menghias pintu masuk TPS dengan ornamen dan hiasan ngejreng biar warga semangat untuk memilih. Mungkin agar jauh lebih menarik, boleh juga mendatangkan pengisi acara. Misalnya band indie setempat atau mungkin acara adat. Memang agak berlebihan, tapi sepertinya tak masalah mengingat acara ini cuma dilakukan sekali dalam lima tahun.
Kertas Suara Salah Cetak di Saat yang Tak Pas
Namanya juga manusia, luput kadang menghampiri meskipun fokusnya sudah luar biasa. Bahkan dalam gelaran akbar seperti ini hal tersebut juga terjadi. Salah satu contohnya misalnya salah cetak surat suara. Padahal jumlah calon terpilihnya ada sekian, tapi yang tercetak justru kurang dari itu, serta masih banyak teknis salah cetak lainnya. Bukan konspirasi kok, ini memang seringkali kesalahan tukang cetaknya.

Salah cetak juga jadi agenda yang rutin sepertinya dipenyelenggaraan pilkada
Salah satu kasus salah cetak yang baru ditemukan terjadi di Pilkada Bantul. Petugas menemukan sekitar 100an lembar surat suara yangfaillantaran salah satu foto calon tidak ditampilkan di sana. Bahkan di Kalimantan setidaknya ada 15 ribu surat suara yang juga salah cetak. Kali ini kasusnya calon yang ditampilkan kurang. Jadi seharusnya ada enam pasangan, tapi banyak ditemukan kertas suara yang hanya berisi 5 pasangan saja. Lain kali harus hati-hati tuh, biar uang negara tidak dihamburkan untuk hal-hal seperti itu.
Meski terdapat pro dan kontra di sebuah Pilkada, sebagai masyarakat yang awam, tentu menjadi pihak yang menjaga keamanan dan suasana kondusif menjadi sebuah kewajiban. Jangan sampai ajang pemilihan kepala daerah tersebut justru menjadi sebuah “kesempatan” sesaat yang justru dapat mencederai proses demokrasi yang sedang berjalan.
Ketika para calon tersebut saling bertarung
memperebutkan ‘tahta”, salah satu jurus andalan mereka adalah mencetak kaos untuk dibagikan kepada pendukungnya. Entah bakal dipilih atau tidak, yang jelas, hal ini sering dijadikan sebagai “ajang resmi” oleh masyarakat untuk mendapatkan kaos eksklusif yang bergambar tokoh partai tersebut.

Jadi “kepo” karena kaos partai
“jurus” semacam ini pernah dilakukan oleh Partai Dem*krat yang membagi-bagikan kaos partai kepada sejumlah warga di Sentra PKL Babat, Surabaya. Awalnya, doorprize pada acara tersebut adalah seperangkat alat elektronik. Karena khawatir termasuk “politik uang”, hadiah tersebut diganti dengan sejumlah kaus bergambar partai Demokrat. Tak ayal, masyarakat pun tumpah ruah memenuhi lokasi, berharap mendapatkan hadiah kaus tersebut.
Pura-pura “pro” supaya bisa nonton konser dangdut
Para bakal calon pemimpin tersebut, tentu bukanlah orang yang awam soal politik. Untuk menarik simpati massa, mereka kerap menggunakan jasa artis atau biduan dangdut yang lagi hits. Kenapa harus dangdut? Karena musik inilah yang diklaim sebagai musiknya pemersatu “orang Indonesia” di segala lapisan masyarakat.

Daya tarik “sempurna” selama pilkada
Tak heran, banyak yang tiba-tiba “pro” terhadap salah satu calon tersebut. Menjadi simpatisannya ke sana kemari, supaya bisa nonton biduan dangdut pujaan hati. Contohnya ada pada Via Vallen yang diperebutkan oleh calon gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf atau Gus Ipul dan Ridwan Kamil yang mencalonkan diri sebagai bakal calon Gubernur Jawa Barat. Tentu masyarakat di dua daerah tersebut bakal harap-harap cemas menanti idolanya manggung di depan mata mereka.
Meski rawan saling sikut, tetep ngikut asal ada “duit”
Meski bukan hanya terjadi di Indonesia, “serangan fajar” semacam ini lazim dipraktekkan oleh calon-calon pemimpin yang sudah “kebelet” ingin naik tahta pemerintahan. Meski tergolong “kampanye hitam, toh banyak masyarakat yang senang dan justru menunggu- nunggu hal ini. Tidak hanya dalam bentuk uang, bentuk “suap” tersebut juga terkadang dibagi-bagikan dalam wujud sembako.

Terima uang karena ada maunya
Hal ini diungkapkan secara langsung oleh Muhammad, selaku kepala Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu. Pada Pilkada 2017 silam, ada sekitar 600 kasus di berbagai daerah yang ditenggarai menggunakan cara kotor ini. Sebagaimana diketahui, larangan politik uang diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 pasal 187 huruf (a) hingga (d), dimana pemberi maupun penerima politik uang bisa dipenjara minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan. Selain itu, dapat dikenai denda sebesar Rp. 200 juta hingga Rp. 1 miliar.
Sibuk jadi tim sukses “ngomporin” janji janji manis
Tidak lengkap rasanya jika tidak mengobral “janji manis” pada saat kampanye Pilkada. Tak jarang, para calon tersebut mempunyai tim khusus untuk menangani komunikasi pada masyakat. Tim khusus tersebut biasanya direkrut dari berbagai lapisan masyarakat, tentunya dengan spesifikasi khusus dan tingkat pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan.

Teman Ahok
Tak jarang, tim sukses ini dibagi menjadi beberapa kelompok. Ada yang beroperasi di daerah-daerah ranting, dimana posisi tersebut langsung terjun di tengah-tengah masyarakat. Salah contoh yang fenomenal adalah teman Ahok yang menjadi “corong” komunikasi pada Pilihan Gubenur Jakarta beberapa tahun silam. Anggota teman Ahok yang mayoritas berusia muda tersebut, sempat membuat jaringan relawan yang bertugas mengumpulkan KTP warga Jakarta sebagai bentuk dukungannya terhadap Ahok.
Usaha tebar pesona, pasang spanduk dan baliho kandidat pilihannya
Memasang spanduk dan baliho masih menjadi syarat penting untuk keperluan “pencitraan” bakal calon tersebut. Demi meningkatkan citra dan elektabilitas di masyarakat, tak jarang proses ini tentu membutuhkan jumlah relawan yang tidak sedikit. Terutama jika jangkauan kampanye berada hingga di pelosok desa yang jauh. Tak jarang pada kejadian di lapangan, tim relawan tersebut memasang spanduk atau baliho sesuka hatinya, tanpa memperdulikan lingkungan sekitar.

Baliho saat pilkada
Salah satu contoh nya terjadi di Bandung, Jawa Barat. Yang jadi masalah, gambar para calon tersebut terlihat dipasang di tempat yang tidak sesuai. Beberapa bahkan di paku di pepohonan. Menurut Walhi yang menyoroti hal ini, Selain melanggar peraturan revisi KPU nomor 7 tahun 2015 tentang pemasangan alat peraga, hal tersebut juga bisa merusak lingkungan dan estetika.
Uang Sogokan untuk Mendapatkan Suara
Suara rakyat tak bisa dibeli, tapi bisa dinego. Mungkin begitu pedoman beberapa oknum yang suka menyogok masyarakat untuk memilih pasangankepala daerah tertentu. Jujur saja, kebanyakan orang memang masih bisa dibeli. Tapi kini mereka cerdas, tak mau hak pilihnya ditebus dengan harga murah. Setidaknya si oknum butuh jutaan untuk membeli banyak suara yang masing-masing kadang dihargai Rp 100 ribu.

Suap masih jadi hal yang akan ditemui dalam Pilkadakali ini
Menjelang hari H seperti sekarang, biasanya praktik sogok ini gencar dilakukan. Tentu saja ini adalah bentuk kecurangan yang harusnya bisa ditangani oleh pihak yang berkaitan. Sayangnya, masyarakat tak pernah sadar jika awal pemilihan saja sudah curang begitu,maka sudah bisa dipastikan bagaimana nanti. Yang jelas, mereka yang terpilih gara-gara menyogok itu bakal cari cara untuk bisa balik modal.
Kampanye Undang Artis
Ada begitu banyak cara para calon terpilih ini untuk mendapatkan simpati masyarakat. Salah satunya dengan mengundang artis untuk menyemarakkan kampanye mereka. Cara ini sering dipakai oleh banyak calon dan sepertinya berhasil membuat nama mereka lebih dikenal luas oleh orang-orang sekitar.

Kampanye pakai artis jadi cara yang bagus untuk mendongkrak popularitas. Terpilh? Belum tentu
Konon untuk mengundang para artis itu biasanya dana yang dikeluarkan cukup besar. Kisarannya bisa puluhan juta lebih katanya.Grabanimo masyarakat sih besar, namun kadang tak selalu berbanding lurus dengan hasil di TPS nanti. Ya, setidaknya meskipun tak terpilih sudah dapat hiburan duluan.
Sebar Souvenir Mainstream
Sudah jadi agenda wajib bagi para calon kepala daerah tersebut untuk mempromosikan dirinya. Caranya selain lewat kampanye tadi adalah dengan memberikan souvenir-souvenir. Ada banyak jenisnya, mulai dari kalender, mug, buku yasin, pin, sampai stiker yang harganya tak sampai Rp 2 ribu per buahnya. Semuanya pasti menampilkan atribut sicalon.

Kipas Pilkada juga jadi item yang harus ada di perhelatan pemilihan kali ini
Hasilnya sendiri tak selalu mempengaruhi. Tapi, masyarakat jadi tahu siapa-siapa saja yang bakal maju di pemilihan gara-gara pernak-pernik seperti ini.Nah, biar mendapatkan simpati dan juga suara yang lebih, kenapa souvenir tersebut tidak diganti denganyang lebih bernilai. Entah voucher pulsa, batu akik, atau mungkin yang lebih keren lagi kupon berlangganan pupuk yang pasti dibutuhkan para pemilih yang ada di daerah-daerah.
Melakukan Ritual Unik Agar Mendapatkan Keberuntungan
Masyarakat kita termasuk para calon ini, sebagian masih percaya dengan yang namanya klenik dan semacamnya. Hal tersebut kemudian direalisasikan dengan cara melakukan ritual-ritual agar nantinya bisa mendapatkan berkah dan juga kemenangan. Halini memang benar dilakukan. Di pemilu tahun lalu, beberapa orang tertangkap kamera tengah melakukan ritual unik jelang pemilihan.

Kira-kira masih ada calon kepala daerah yang melakukan ritual seperti ini? Mungkin saja
Salah satunya ritual Ngalap Berkah di makam Sunan Pandanaran yang ada di Klaten, Jawa Tengah. Menurut juru kunci di sana, banyak orang-orang yangdiduga para calon DPRD melakukan ritual tersebut. Mulai berdoa di makam sampai berendam malam di salah satu pemandian yang tak jauh dari sana. Di Pilkada tahun ini pasti sebagian calon juga melakukan ritual-ritual seperti ini. Meskipun tempat dan prosesnya berbeda.
Hias TPS Agar Warga Sedikit Senang Ketika Memilih
Sedikit Senang Ketika MemilihLima menit untuk lima tahun ke depan, jadi pastikan untuk mempergunakan hak pilih dengan baik. Kalau malas, mungkin bisa berinisiatif dengan menghias TPS. Ya, cara ini kadang ampuh sebagai penarik perhatian masyarakat setempat untuk datang dan memilih. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh warga kelurahan Harjamukti, Depok.

Hias TPS juga jadi pemandangan khas Pilkada yang cuma ada di Indonesia
Mereka menghias pintu masuk TPS dengan ornamen dan hiasan ngejreng biar warga semangat untuk memilih. Mungkin agar jauh lebih menarik, boleh juga mendatangkan pengisi acara. Misalnya band indie setempat atau mungkin acara adat. Memang agak berlebihan, tapi sepertinya tak masalah mengingat acara ini cuma dilakukan sekali dalam lima tahun.
Kertas Suara Salah Cetak di Saat yang Tak Pas
Namanya juga manusia, luput kadang menghampiri meskipun fokusnya sudah luar biasa. Bahkan dalam gelaran akbar seperti ini hal tersebut juga terjadi. Salah satu contohnya misalnya salah cetak surat suara. Padahal jumlah calon terpilihnya ada sekian, tapi yang tercetak justru kurang dari itu, serta masih banyak teknis salah cetak lainnya. Bukan konspirasi kok, ini memang seringkali kesalahan tukang cetaknya.

Salah cetak juga jadi agenda yang rutin sepertinya dipenyelenggaraan pilkada
Salah satu kasus salah cetak yang baru ditemukan terjadi di Pilkada Bantul. Petugas menemukan sekitar 100an lembar surat suara yangfaillantaran salah satu foto calon tidak ditampilkan di sana. Bahkan di Kalimantan setidaknya ada 15 ribu surat suara yang juga salah cetak. Kali ini kasusnya calon yang ditampilkan kurang. Jadi seharusnya ada enam pasangan, tapi banyak ditemukan kertas suara yang hanya berisi 5 pasangan saja. Lain kali harus hati-hati tuh, biar uang negara tidak dihamburkan untuk hal-hal seperti itu.
Meski terdapat pro dan kontra di sebuah Pilkada, sebagai masyarakat yang awam, tentu menjadi pihak yang menjaga keamanan dan suasana kondusif menjadi sebuah kewajiban. Jangan sampai ajang pemilihan kepala daerah tersebut justru menjadi sebuah “kesempatan” sesaat yang justru dapat mencederai proses demokrasi yang sedang berjalan.
Diubah oleh christomat 27-01-2018 16:51


tien212700 memberi reputasi
1
1.8K
Kutip
19
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan