PROLOG
Megah-megah merah awan langit senja, kicauan burung yang akan kembali ke sarangnya, dan tangisan bayi yang baru lahir menemani matahari terbenam di ufuk barat. Bayi laki-laki yang terlahir di tengah-tengah keluarga sederhana dari sebuah desa yang jauh dari hingar-bingar kota. Lahir di sebuah negara yang mendapatkan kemerdekaan 49 tahun silam, di mana stabilitas politik di negara tersebut masih tak menentu sejak reformasi terjadi dalam negara. Si anak tumbuh dengan sehat, mandiri dan patuh terhadap orang tuanya. Si anak memiliki nama lengkap Budianto, dan dipanggil Dian di lingkungan desanya.
Dian kecil sangat aktif, supel, riang. Namun terkadang, Dian menunjukkan sifat penyendiri, pendiam, seperti seorang intofert atau malah sebagian orang memandangnya keras kepala dan sedikit “sombong”, ya itulah pandangan orang yang baru pertama mengenal atau berjumpa dengannya. Seakan seperti dua sisi koin yang memiliki gambar yang berbeda. Sedari kecil nilai tenggang rasa dan saling menghormati telah tertanam di dalam dirinya, hal ini tidak terlepas dari nasihat dan dampak dari keluarganya. Dian kecil sering diceritakan pengantar tidur oleh sang kakek, cerita berbagai genre tentang keteladanan, patriotisme dan nasionalisme, bahkan sejarah silsilah dari keluarga mereka, hingga akhirnya menetap di daerah ini. Secara garis keturunan, Dian masih memiliki hubungan dengan “Raja-Raja” yang berkuasa di daerah tempat tinggalnya ini, namun kejayaan kerajaan itu berakhir ketika bangsa Eropa datang dan menjajah dan raja terakhir diasingkan dan kekuasaan daerah tersebut diserahkan kepada keresidenan yang dibuat oleh penjajah.
Rasa nasionalisme dan patriotisme Dian juga sangat tinggi dibanding dengan anak-anak seusianya. Ketika anak-anak lain hanya menyukai film animasi yang ditayangkan di televisi, Dian juga menyukai acara dokumenter sejarah kemerdekaan, serial TV yang menampilkan profil satuan militer, khususnya Angkatan Udara. Dian kecil bercita-cita menjadi pilot tempur setelah menyaksikan film “Perwira dan Ksatria”. Dian juga bergabung dengan gerakan Kepanduan untuk mengasah keterampilan “semi militernya” dan disiplin, bahkan bergabung dengan gerakan kepanduan yang berada dibawah binaan salah satu satuan militer.
Kehidupan trema Dian juga tidak seperti remaja seusianya, dimana teman-temannya telah mengenal dan menikmati berseminya benih-benih cinta, Dian seakan sibuk dengan dunianya sendiri. Disaat orang lain akan langsung mendekati lawan jenisnya ketika tertarik, Dian hanya “mengamati” seseorang yang dia sukai hingga mencapai fase “menyukai” dan beberapa saat kemudian fase tersebut berubah menjadi fase “cooling down" dan kembali ke fase awal “mengamati”. Inilah persamaan dua sisi koin kehidupan Dian, “kering” tanpa ada bumbu asmara, terkesan pemilih dalam "percintaan" itulah kesan yang tercipta pada Dian selama masa remajanya.