- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Suki Kim - Sepucuk surat untuk muridku di Negeri Juche
TS
aha49
Suki Kim - Sepucuk surat untuk muridku di Negeri Juche
Assalamualaikum wr. wb
Suki Kim, lahir dan besar di Korea Selatan.Ia adalah seorang jurnalis Amerika-Korea yang mengeksplorasi kehidupan para pemuda Korea Utara dengan menjadi guru di PUST (Pyongyang University of Science and Technology).Universitas ini didirikan oleh Kristen Evangelist yang bekerja sama dengan pemerintah Korea utara. Setiap hari dia harus bangun pukul lima pagi untuk mencatat setiap hal yang ditemuinya dan menyembunyikannya dalam lima USB stick, atau jika tertangkap dia akan dikirim ke gulag Korea Utara.
Quote:
Korea Utara adalah gulag yang menjadi sebuah negara. Segala sesuatu adalah tentang “Great Leader”. Setiap buku, artikel koran, lagu, dan acara TV. Bunga dinamai dengan namanya, gunung diukir dengan slogannya, rakyat memakai lencana “Great Leader” setiap saat. Kalenderpun menggunakan sistem yang dimulai dari tahun kelahiran Kim Il Sung.
Para guru hanya bisa pergi keluar dengan official minder. Itu pun perjalanan kami dibatasi.Setiap Rencana pembelajaran harus mendapat persetujuan dari staff Korea Utara. Kegiatan kelas direkam dan dilaporkan, bahkan setiap percakapan diawasi. Setiap celah kosong diisi oleh foto Kim Il Sung dan Kim Jong Il.
Quote:
Kami tidak diperkenankan mendiskusikan dunia luar. Sebagai murid sains dan teknologi, banyak dari mereka yang mengambil mata kuliah komputer. Namun mereka tidak tahu mengenai keberadaan internet. Mereka tidak pernah mendengar nama Mark Zuckerberg ataupun Steve Jobs. Facebook, twitter tak berarti apa-apa. Dan aku tak bisa memberitahu mereka.
Aku kesana mencari kebenaran. Tapi bagaimana aku harus memulai saat ideologi nasional, hari-hari para murid, bahkan posisiku sebagai guru semuanya dibangun diatas kebohongan?
Aku kesana mencari kebenaran. Tapi bagaimana aku harus memulai saat ideologi nasional, hari-hari para murid, bahkan posisiku sebagai guru semuanya dibangun diatas kebohongan?
Aku memulai dengan sebuah game “Truth and Lie”. Seseorang menuliskan kalimat di papan tulis, kemudian murid lain menebak apakah itu benar atau bohong. Dan saat seorang murid menulis “Aku berkunjung ke China tahun lalu saat liburan”, semua berteriak “Lie!”. Mereka semua tahu hal itu tidaklah mungkin. Karena penduduk Korea Utara tidak diizinkan pergi ke luar negeri. Pergi ke daerah lain dalam negaranyapun memerlukan travel pass.
Aku berharap game ini dapat mengungkap kebenaran mengenai muridku, karena mereka dengan mudahnya berbohong sangat sering, Entah tentang mitos tak masuk akal “Great Leader”, atau tentang klaim aneh bahwa mereka telah mengkloning seekor kelinci saat kelas lima. Makna kejujuran dan kebohongan tampak kabur bagi mereka.
Aku berharap game ini dapat mengungkap kebenaran mengenai muridku, karena mereka dengan mudahnya berbohong sangat sering, Entah tentang mitos tak masuk akal “Great Leader”, atau tentang klaim aneh bahwa mereka telah mengkloning seekor kelinci saat kelas lima. Makna kejujuran dan kebohongan tampak kabur bagi mereka.
Quote:
Kemudian, aku mencoba mengajarkan mereka menulis essay. Tapi ternyata hal ini hampir mustahil dilakukan. Karena essay adalah tentang thesis, dan mereka harus menyimpulkan argumen berdasarkan bukti-bukti yang ada. Dalam dunia mereka, berpikir kritis tidak diizinkan. Mereka hanya diberitahu apa yang harus mereka pikirkan dan melaksanakannya.
Aku juga memberikan tugas mingguan untuk membuat sebuah surat kepada siapapun yang mereka mau. Tugas ini membutuhkan waktu yang lama, beberapa murid mulai menulis surat untuk ibu, teman, atau pacarnya. Walaupun hanya tugas rumah dan tak akan pernah sampai ke tujuannya, mereka mulai menunjukkan perasaannya yang sesungguhnya. Mereka menuliskan kalau mereka muak dengan “sameness” kesamaan dalam segala hal. Mereka khawatir dengan masa depannya.
Aku juga memberikan tugas mingguan untuk membuat sebuah surat kepada siapapun yang mereka mau. Tugas ini membutuhkan waktu yang lama, beberapa murid mulai menulis surat untuk ibu, teman, atau pacarnya. Walaupun hanya tugas rumah dan tak akan pernah sampai ke tujuannya, mereka mulai menunjukkan perasaannya yang sesungguhnya. Mereka menuliskan kalau mereka muak dengan “sameness” kesamaan dalam segala hal. Mereka khawatir dengan masa depannya.
Quote:
Aku menghabiskan waktuku dengan para pemuda ini. Kami makan bersama, bermain basket bersama. Aku memanggil mereka “gentlemen”, yang membuatnya tertawa. Mereka tersipu. Melihat mereka lebih terbuka meskipun dalam hal yang kecil, aku benar benar terharu.
Aku bertanya-tanya apakah kebenaran akan memperbaiki hidup mereka. Aku sangat ingin memberitahu muridku yang sesungguhnya, tentang negaranya dan juga dunia luar. Dimana seluruh dunia kecuali mereka saling terhubung melalui “World Wide Web”. Tapi untuk muridku ini, kebenaran sangat berbahaya. Dengan mendorong mereka untuk mencari kebenaran, aku menempatkan mereka dalam risiko besar.
Aku bertanya-tanya apakah kebenaran akan memperbaiki hidup mereka. Aku sangat ingin memberitahu muridku yang sesungguhnya, tentang negaranya dan juga dunia luar. Dimana seluruh dunia kecuali mereka saling terhubung melalui “World Wide Web”. Tapi untuk muridku ini, kebenaran sangat berbahaya. Dengan mendorong mereka untuk mencari kebenaran, aku menempatkan mereka dalam risiko besar.
Quote:
Saat kau tidak diizinkan untuk mengekspresikan apapun, kau akan menjadi peka dalam membaca apa yang tidak terucapkan. Dalam satu surat yang diberikan padaku, muridku menulis bahwa dia mengerti kenapa aku selalu memanggilnya“gentlemen”. Itu karena aku berharap mereka menjadi “gentle” dalam hidup, tulisnya.
Di hari terakhirku Desember 2011, saat kematian Kim Jong Il diumumkan, seluruh Korea Utara berkabung. Aku harus pergi tanpa perpisahan yang pantas. Tapi aku pikir mereka tahu bagaimana aku berduka untuk mereka. Menjelang kepergianku, seorang murid berkata padaku, “Professor, saya tidak pernah berpikir kalau kita berbeda. Keadaan kita memang berbeda, tapi engkau sama dengan kami. Kami ingin engkau tahu bahwa kami benar-benar merasa kalau kita sama."
Di hari terakhirku Desember 2011, saat kematian Kim Jong Il diumumkan, seluruh Korea Utara berkabung. Aku harus pergi tanpa perpisahan yang pantas. Tapi aku pikir mereka tahu bagaimana aku berduka untuk mereka. Menjelang kepergianku, seorang murid berkata padaku, “Professor, saya tidak pernah berpikir kalau kita berbeda. Keadaan kita memang berbeda, tapi engkau sama dengan kami. Kami ingin engkau tahu bahwa kami benar-benar merasa kalau kita sama."
Quote:
Hari ini, jika aku dapat menjawab mereka dengan sebuah surat, walaupun itu mustahi. Aku akan mengatakan pada mereka : “My dear gentlemen, sudah tiga tahun lebih sejak terakhir kali aku melihatmu. Dan sekarang, kau harusnya sudah berumur 22 tahun atau mungkin 23 tahun. Pada kelas terakhir kita, aku bertanya, apakah ada yang kamu inginkan. Satu satunya permintaan yang kamu sampaikan, satu-satunya hal yang kau minta padaku selama kita bersama, adalah agar aku berbincang denganmu dengan bahasa Korea. Aku disana untuk mengajar Bahasa Inggris, dan kamu tahu hal itu tidaklah diizinkan. Tapi kemudian aku mengerti, kau ingin merasakan ikatan diantara kita yang dulunya adalah satu. Aku menyebutmu gentlemen, tapi bahkan aku tak tahu makna gentlemen dibawah kekuasaan Kim Jong Un. Aku tak ingin kau memimpin sebuah revolusi – biarkan yang lain melakukannya. Seluruh dunia mungkin akan terus berharap padamu, tapi aku tak ingin kamu melakukan apapun yang berbahaya, karena aku tahu, seseorang selalu mengawasimu disana. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padamu. Jika aku, membuatmu terinspirasi dengan hal baru, lebih baik lupakanlah aku. Jadilah tentara untuk “Great Leader”, hiduplah dengan aman.
Suatu waktu kau bertanya padaku mengenai Pyongyang, kotamu. Dan aku tak dapat menjawabnya dengan jujur. Tapi aku mengerti kenapa kau bertanya. Aku tahu penting bagimu untuk mendengar dariku, Gurumu yang telah melihat dunia yang diharamkan untukmu, mengatakan kotamu adalah yang paling indah. Aku tahu dengan mendengarnya akan membuat hidupmu disana sedikit lebih nyaman, tapi tidak, aku tak menganggapnya indah. Bukan karena membosankan, tapi karena kota ini melambangkan : Monster yang memberi makan seluruh rakyat, menjadikan mereka tentara dan budak. Semua yang kulihat adalah kegelapan. Tapi ini adalah rumahmu. Aku tak bisa membencinya. Aku berharap bukan dirimu, my lovely young gentlemen, akan membuatnya indah di masa depan.
Suatu waktu kau bertanya padaku mengenai Pyongyang, kotamu. Dan aku tak dapat menjawabnya dengan jujur. Tapi aku mengerti kenapa kau bertanya. Aku tahu penting bagimu untuk mendengar dariku, Gurumu yang telah melihat dunia yang diharamkan untukmu, mengatakan kotamu adalah yang paling indah. Aku tahu dengan mendengarnya akan membuat hidupmu disana sedikit lebih nyaman, tapi tidak, aku tak menganggapnya indah. Bukan karena membosankan, tapi karena kota ini melambangkan : Monster yang memberi makan seluruh rakyat, menjadikan mereka tentara dan budak. Semua yang kulihat adalah kegelapan. Tapi ini adalah rumahmu. Aku tak bisa membencinya. Aku berharap bukan dirimu, my lovely young gentlemen, akan membuatnya indah di masa depan.
Quote:
bukunya nih gan
Sumber :
-TED Talk : Suki Kim
-sukikim.com
-dailymail.co.uk
0
2.9K
Kutip
22
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan