londo.046Avatar border
TS
londo.046
#SFTHChallenge : Semangat Ini Untukmu...


Quote:


Untuk lebih mendapatkan feel nya, silahkan simak video di bawah ini dulu gan and sist.
Spoiler for #PSISDAY:




Quote:

Terdengar biasa buat kalian? Mungkin iya. Kami bukan Persib yang punya Bobotoh di seantero Jawa Barat. Kami juga bukan Persija yang punya The Jak dengan loyalitas dan kenekatannya mendukung Persija kemanapun Macan Kemayoran berlaga. Bagi kalian, kami hanya tim promosi Liga 1. Kasta yang bertahun-tahun kalian lewati. Tapi bagi kami, terutama bagi ku, ini adalah pencapaian yang luar biasa!

Aku pernah melihat tim ini menjadi runner-up Liga Super,kasta tertinggi Liga Indonesia kala itu. Aku juga menjadi saksi saat tim ini degradasi. Aku pernah malu saat tim ini ditunggangi mafia dan memainkan sepakbola gajah! Tapi apapun itu, aku bangga dengan tim ini! PSIS lah semangat ku. PSIS lah yang membuat ku bertahan dari rongrongan Sirosis yang memakan hati ku.

Nama ku Bagas Kuncoro Wahyudi. Panggilan ku Temon. Konon ketika aku lahir, aku ditemukan oleh Budhe ku. Yah, ini tradisi Jawa. Bagi anak yang punya wethon sama dengan orang tua nya, maka dia wajib dibuang, ditemukan, sebelum diserahkan kepada orang tua kandungnya. Jika ritual itu tidak dilakukan, konon sang anak akan berani sama orang tuanya, sial, sering sakit-sakitan.

Aku anak pertama dari 2 bersaudara. Adik ku laki-laki, selisih 5 tahun dari aku. Sepertinya Ayah Bunda taat pada anjuran pemerintah untuk ber-KB. Aku anak yang energik. Ayah ku memasukkan aku ke SSB SSS atau kepanjangan dari Sport Supaya Sehat. Entah kenapa namanya campuran antara Inggris dan Indonesia. Ayah ku adalah penggemar berat sepakbola, khususnya PSIS Semarang.

Namun, kegemilangan dan kebahagian ku tidak berlangsung lama. Kelas 3 SMA, aku mengalami demam tinggi selama hampir seminggu. Ayah mengira aku kena DB, karena saat itu memang sedang musim penyakit mematikan itu. Tanpa menunggu lebih lama ayah membawa ku ke RS. Dari serangkaian test yang aku jalani aku tidak didiagnosa mengalami DB. Aku lega. Namun aku tidak sada hasil test membuat kami semua tahu bahwa aku mengalami sakit yang tidak ringan. Dokter yang menangani ku tidak banyak bicara dan hanya memberikan surat rujukan kepada Ayah ku untuk konsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam! Hah? Penyakit dalam?

Aku bingung, dan aku yakin, ayah pun sama dengan ku. Tapi kami tetap periksa ke dokter spesialis yang membuka praktek di RS. Elizabeth Semarang. Aku melaewati serangkaian medical cek up hingga akhirnya. "Sudah siap ya Pak?" Ayah ku cuma mengangguk kecil, aku linglung. Sang dokter melihat kami bergantian dan menghembuskan nafasnya. Berat. "Adek Bagas ada kelainan hati. Dia mengalami apa yang disebut kanker hati, atau sirosis." Aku hilang. Aku seperti tidak melihat apa-apa. Kanker? Itu seperti monster seram yang siap membunuh mu kapan pun dia mau.

Ayah mencoba tegar, tapi suaranya bergetar mendengar vonis itu. "Hanya transplantasi yang bisa menyelamatkan Adek Bagas. Jika itu tidak dilakukan, hanya Tuhan yang tau Pak. Bapak yang tegar." Dokter menepuk-nepuk bahu Ayah ku yang mencoba kuat dan menahan tangis. Aku pulang, dan di rumah aku lihat Bunda masih ceria seperti biasa. Namun malamnya, saat Ayah bercerita, aku lihat Bunda berurai air mata. Malam itu aku tidak bisa tidur. Aku tahu Bunda memeluk ku, menangisi ku. Sekuat tenaga aku pura-pura tertidur. Aku tidak mau menangis bersama Bunda! Aku ingin Bunda tersenyum.

Kini, 10 tahun sudah aku hidup dengan hati yang rusak. Aku membuka usaha jual beli onderdil bekas maupun baru di pasar Barito, Semarang. Ayah yang memberikan ku modal untuk berusaha. Aku sudah melupakan transplantasi hati. 3 Milyar itu biayanya. Dapat duit dari mana? Ayah ku hanya pengusaha dan penjual bahan bangunan, Bunda ku, PNS guru di sebuah SMP Negeri di Semarang. Ayah sempat menawari ku kuliah, tapi aku tolak. Untuk apa buang-buang uang? Toh umur ku tidak akan lama.

Aku menjadi masa bodoh dengan hidup ku setelah vonis dokter sore itu. Pacar ku lari dengan sahabat ku sendiri, teman-teman ku pun menjauh. Sepertinya mereka takut tertular penyakit ku. Hanya PSIS, dan teman-teman Panser Biru yang mau menerima ku. Bahkan ketika mereka tau, aku kena kanker! Ternyata teman sejati itu memang susah untuk dicari. Mereka yang ada pada saat aku "sehat", sekarang entah ada dimana.

Justru mereka yang konon katanya tukang rusuh, tukang mabok, tukang bikin onar yang tetap mau berteman dengan ku. Sepakbola memang menjadi bahasa yang menyatukan kita. Aku semakin cinta dengan olahraga ini, PSIS khususnya. Setiap kali PSIS main di Jatidiri ataupun away ke kandang lawan, aku usahakan hadir. ayah ku tidak pernah mempermasalhkan itu. Beliau sepertinya ingin "hari-hari" terakhir ku berjalan dengan indah. Lagi pula aku tidak pernah macam-macam. Ayah apalagi Bunda selalu menangis ketika aku menyerahkan uang keuntungan toko. Yah, aku memang tidak pernah memegang uang, kecuali untuk kebutuhan ku. Sisanya aku serahkan ke Ayah Bunda ku.

Apakah tidak ada wanita yang tertarik kepada ku? Tentu saja ada. Dengan perawakan dan wajah 11-12 dengan Emanuel De Porras, tidak sulit bagi ku untuk mencari cewek. Namun aku sadar untuk apa aku mencari cewe? Menikahi mereka? Umur ku saja tidak jelas sampai usia berapa. Ditambah lagi kondisi ku akhir- akhir ini benar-benar buruk. Namun, yang namanya pesona, tetap akan menarik lawan jenis untuk mendekat. Lagi-lagi yang mendekat bukan "cewe normal". Yang mendekati ku adalah PSK. Sri namanya.

Aku menyelematkannya dari buruan rentenir yang menagih hutang kepadanya. Hanya Rp.4.400.000, tapi cukup untuk membuat sang rentenir bebas memukulinya. 3 tahun aku mengenalnya. Dia selalu menggoda ku. Apalagi di usia yang baru 23, kulit putih dan perawakan istimewa, dia adalah primadona di lokalisasi yang ada di barat kota. aku bukan malaikat, hingga aku pun tergoda untuk mencoba. Tapi sayang, aku tidak pernah bisa. Penyakit ini sepertinya telah menggerogoti "kelelakian ku."

"Mas ini ko ngga bisa ya?" katanya sambil menyimpan senyum ketika "mencobanya" hari itu. Aku hanya diam, segera "berkemas" dan bersiap untuk pergi. Apa yang lebih memalukan bagi seorang lelaki, selain "tidak mampu berdiri?" "Gapapa mas, mugkin kamu sedang banyak masalah, makanya susah untuk bangun." Dia menyimpan wajahnya di dada ku. "Sri aku mau jujur ke kamu." Dia bangun dan menatap wajah ku lekat-lekat. "Aku kena kanker hati Sri, mungkin karena itu aku "ga bis". Kamu berhak pergi sekarang. atau jika mau, jangan kamu temui aku lagi." Aku bisa melihat wajah kaget dan tidak percayanya.

"Meninggalkan orang yang sudah menyelamatkan nyawa ku mas? Tidak mas." Dada ku yang masih telanjang terasa hangat, sepertinya dia menangis. Air matanya yang menghangatkan dada ku. Tidak ada lagi percakapan setelah itu, kami larut dalam pikiran kami masing-masing. Yang aku ingat, aku tertidur di kos-kosannya. Aku hanya menjumpai secarik kertas yang memberitahukan dia berangkat kerja dan di atas meja sudah dia siapkan makanan untuk ku.

Hari-hari selanjutnya, kami tetap berhubungan baik. Tiap minggu dia datang untuk mengangsur hutangnya pada ku. Aku selalu menolak dan mengalihkannya untuk kebutuhan susu anaknya. Yah, Sri sudah punya anak berusia 2 tahun dan ikut Neneknya di Sragen sana. Itu yang aku dengar dari dia. Dia sempat menolak awalnya, tapi aku selalu punya cara untuk meyakinkannya. Sri tau semua tentang aku, pun sebaliknya, aku pun tau semua tentang dia. Dia tau aku suka PSIS dan rela melakukan apapun demi PSIS. dia tau, jika PSIS adalah 'nyawa hidup ku." Itulah alasan dia selalu mendukung ku, sambil ingatkan aku untuk jaga kesehatan.

=============+++++++++++++=============


10 tahun aku mengawal PSIS demi masuk ke kasta tertinggi. Dan baru tahun ini aku optimis, tim ini akan masuk ke Liga 1. Optimisme ku sepertinya tidak sia-sia. Dari penyisihan sampai 8 besar, PSIS mulus. Tinggal 2 laga, semifinal dan final. Aku sudah absen awaydayssejak laga 8 besar di Bandung. Entahlah, kesehatan ku memburuk akhir-akhir ini. Badan ku bertambah gemuk. Bukan karena sehat, tapi karena racun. Wajah ku pun mulai menghitam. Itulah alasan, kenapa Ayah Bunda melarang ku away ke Bandung dan aku ikuti saran beliau. Selain Ayah dan Bunda, Sri juga melarang ku untuk Away ke Bandung.Aku hargai perhatian mereka semua, orang terdekat ku.

Semifinal, PSIS kalah dari Medan! Nyesek dan sakit hati. Tinggal 1 laga. Now or Nothing! Aku sudah bertekad, bahkan jika aku mati, aku rela asal aku bisa menyaksikan PSIS vs Martapura FC langsung di GBLA! Aku bulatkan tekad, kuatkan mental untuk bertemu dengan ayah Bunda dan meminta doa restu mereka. Akhirnya aku punya keberanian. Pagi sebelum malamnya awaydays aku minta ijin dan minta maaf kepada Ayah Bunda. Aku akan ke Bandung dengan atau tanpa ijin mereka. Hujan air mata, itu yang kami alami pagi ini. "Ayah ijinkan Abang berangkat, tapi jaga diri abang baik-baik ya?" Ayah memeluk ku erat seolah ini adalah pelukan terakhir. "Abang jangan pergi Bang, Abang ga kasihan sama Bunda Bang?" Jujur, aku tidak punya jawaban yang tepat untuk ini.

Seorang Bunda yang telah susah payah melahirkan aku, sekarang menangis memohon kepada ku, tapi.. "Bunda ingin kan melihat Abang bahagia di sisa usia abang?" Belum selesai aku bicara, Bunda sudah memeluk ku, membawa ku dalam pelukannya yang hangat dan menangis semakin kencang. Tuhan maafkan aku dan masukkan Bunda ku dalam Surga Mu. Doa yang spontan aku ucapkan saat itu, saat melihat Bunda menangis. Hujan air mata itu selesai dengan ijin dan doa restu dari orang tua untuk ku mengawal kebanggan.

Siangnya, aku temui Sri. PSK yang menjadi teman ku. "Sri, aku akan ke Bandung nanti malam, doakan PSIS menang ya?" Ujar ku ketika aku ketemu di kos-kosannya. Dia memeluk ku. "Mas, kamu ngga mau tha nikah sama aku? Aku mau mas menerima semua kekurangan mu. Aku mau mas, merawat kamu, apapun resikonya." Lagi-lagi ada air hangat di pundak ku. "Sri aku akan kembali, aku hanya pergi untuk satu malam kok." Aku melepas pelukannya, menyeka air matanya. "Doakan aku pulang dengan selamat, setelah itu aku akan melamar mu Sri." Meskipun aku tidak yakin, aku mengatakan ini untuk membuat dia tersenyum . Aku tidak yakin bukan karena uang, ijin, restu, tapi aku tidak yakin pulang dari Bandung masih bernyawa! Dia tersenyum, dan memeluk ku kembali. Dia siapkan beberapa makanan untuk bekal ku ke Bandung nanti malam.

Setelah aku bulatkan tekad untuk berangkat, aku kontak "Pak Yeng" PB1 alias ketua umum Panser Biru. Tujuan ku pesan tempat di bus plus tiket masuk GBLA. Sore harinya dengan di antar oleh Sri, aku merapat ke Plasma di Simpang Lima. Ketika dia pamit, aku memeluknya erat. Persetan dengan mereka yang menyoraki aku. Sepanjang perjalanan, badan ku menggigil karena kedinginan. Aku paksa minum copngyang seperti saran teman-teman. Luar biasa, aku seperti mendapat suntikan tenaga baru. Tapi aku tak sadar, bahwa conyang lah yang akan membunuh ku lebih cepat.

Ada kebahagiaan saat melihat Aji, Haudi, Rio, Tahar, Taufik, HNY, Aldaier, Lastori, Gullit, M. Yunus, Melcior masuk ke lapangan GBLA. Menyanyikan Anthem. "Semangat Ini Untukmu" bersama ribuan Panser Biru, dan bersorak setelahnya. Adrenalin ku terpacu sepanjang laga. Sakit di dada dan sekujur tubuh ku aku abaikan. Aku ingin menari untuk yang terakhir kali, aku ingin bernyanyi untuk saat ini. Bayangan Ayah, Bunda, Adek, dan Sri. Ah sudah lah. Aku hanya ingin bernyanyi...

Spoiler for Semangat Ini Untukmu...:


Quote:

Hingga aku merasakan sakit tak berperi. Yang aku ingat aku menangis karena kami lolos ke Liga 1. Selebihnya, gelap, kelam, dan seperinya aku sudah mati!!! Dan samar aku dengar...

Spoiler for Kerinduan...:


Quote:



Ciaooo...
Diubah oleh londo.046 24-01-2018 06:34
anasabila
anasabila memberi reputasi
2
31K
208
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan