- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mengubur Terorisme, Menebar Kedamaian
TS
sengkunibarbar
Mengubur Terorisme, Menebar Kedamaian
Quote:
DI penghujung 2017 lalu, tepatnya 18 Desember, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengadakan kegiatan acara silaturahim nasional bertajuk, Gerakan Masyarakat Antiradikalisme (Gemar) NKRI. Sebanyak 100 mantan teroris dan kombatan berkumpul bersama BNPT di Masjid Istiqlal, Jakarta. Kegiatan BNPT itu merupakan bagian upaya deradikalisasi. Diharapkan, kegiatan tersebut memberikan pesan kepada seluruh masyarakat akan pentingnya menjaga kedamaian dalam wilayah kedaulatan NKRI hingga pada semua belahan permukaan bumi. Para mantan teroris dan kombatan mengimbau kepada mereka yang masih terjebak dalam jejaring radikalisme dan terorisme untuk menyadari bahwa ada yang salah terhadap pemahaman mereka selama ini. Semua ajaran agama itu menenteramkan, bukan sebaliknya dengan menimbulkan teror dan ketakutan di masyarakat. Oleh karena itu, mereka yang memilih jalan kekerasan diseru untuk kembali, berbuat kebajikan dan mendakwahkan kesejukan serta kedamaian di tengah masyarakat.
Kewajiban negara memberantas terorisme
Tujuan nasional negara Republik Indonesia tertuang dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, '...melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...'. Yang termaktub dalam alinea di atas jelas menyiratkan tak ada tempat bagi terorisme di Indonesia. Terorisme itu menimbulkan keresahan masyarakat, mengganggu ketenteraman, bahkan merusak nilai-nilai kemanusiaan. Telah ribuan korban harus meregang nyawa, tidak sedikit yang hidup dengan cacat tubuh dan trauma berkepanjangan akibat ulah terorisme. Dengan demikian, merupakan kewajiban negara untuk segenap melindungi teritorium wilayah dan menjamin ketenteraman rakyat dengan memberantas terorisme. Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk menanggulangi terorisme, baik melalui pendekatan keras maupun lunak. Kita patut bersyukur bahwa hampir semua peristiwa teror di dalam negeri bisa diungkap pelaku dan jaringannya sehingga semakin mempersempit ruang gerak terorisme di Indonesia. Banyak pengamat di dunia mencatat bahwa hanya otoritas Indonesia yang mampu menggagalkan semua perencanaan teror IS. Namun, keberhasilan dalam mengungkap kasus/aksi dan jaringan terorisme tidak dengan sendirinya bahwa upaya penanggulangan terorisme telah selesai. Terorisme dapat setiap saat tumbuh di tengah masyarakat dengan beragam faktor dan motif yang berbeda-beda. Dengan mencermati beragam faktor penyebab yang dapat memunculkan radikalisme terorisme, penanggulangannya harus dilakukan secara komprehensif, terpadu, dan terkoordinasi. Tentu memerlukan peran serta seluruh elemen masyarakat untuk senantiasa mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terpengaruh ajakan orang atau kelompok yang ingin mengganggu ketenangan bermasyarakat dan berbangsa.
Mengubur terorisme
Pada 2017 lalu, BNPT bersama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di 32 provinsi melakukan survei nasional untuk mengetahui kondisi riil masyarakat tentang potensi radikalisme yang ada di tiap daerah. Survei nasional itu menguji beberapa variabel yang bisa dijadikan sebagai daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme, baik dalam dimensi pemahaman, sikap, maupun tindakan. Variabel-variabel tersebut ialah kepercayaan terhadap hukum, kesejahteraan, pertahanan dan keamanan, keadilan, kebebasan, profil keagamaan, serta kearifan lokal. Berdasarkan hasil survei tersebut bahwa masih terdapat beberapa daerah potensi radikalnya masih cukup tinggi. Terorisme lahir dari rahim radikalisme. Terorisme hadir melalui aksi-aksi, radikalisme menyusup dalam bentuk ideologi. Radikalismelah yang mendorong orang untuk melakukan berbagai kekerasan yang dikaburkan dengan pemaknaan sempit dari doktrin yang mereka terima. Akibat ulah mereka ini tidak saja dapat menimbulkan luka fisik, tetapi juga merusak kewarasan dan rasa kemanusiaan. Jangankan untuk berbuat baik terhadap sesama justru mereka lebih sibuk menebar kebencian dan menimbulkan kerusakan di mana-mana. Mereka mengorganisasi kelompok dengan kuat, solid, dan eksklusif sehingga sekali terjerumus ke dalam kelompok mereka akan sulit untuk keluar kecuali rela mati. Di samping kekerasan yang kerap menimbulkan korban jiwa, mereka juga terus melakukan propaganda baik melalui media cetak seperti buku maupun aktif menebar di dunia maya dan media sosial. Jadi, meskipun kecil, mereka 'berisik' (small but loud community) akibat eksploitasi media. Sejak pendanaan mereka semakin sulit akibat kerja sama BNPT dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kini mereka mencari model baru seperti pendanaan teror yang dilakukan lewat media sosial atau pendanaan pribadi dengan risiko tinggi. Jika dulu penyandang dana teror mencari uang lewat cara-cara ilegal seperti pencurian kendaraan bermotor atau perampokan, kini mereka bergantung pada donasi kecil-kecilan yang disumbangkan para simpatisan. Kedok agama kerap menjadi dalih dalam berbagai aksi teror yang justru secara hakiki bertentangan dengan agama, menistakan agama mana pun. Bila tujuan terorisme untuk menimbulkan ketakutan atau keresahan di masyarakat, mereka bak serupa 'setan' yang kerap mengganggu umat manusia. Oleh karena itu, setop terorisme atas dalih agama atau tujuan apa pun itu! Terorisme harus dikubur dalam-dalam sehingga tidak lagi mengganggu kehidupan umat manusia.
Menebar kedamaian
Tahun lalu, Kementerian Informasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan BNPT memblokade aplikasi yang memuat konten terorisme dan radikalisme. Seperti akses web pada aplikasi Telegram yang banyak dimanfaatkan pelaku terorisme dalam rentang 2015 hingga 2017. Terdapat 17 aksi teror di Indonesia dalam rentang waktu itu yang melakukan komunikasi lewat aplikasi Telegram. Perkembangan informasi digital telah menimbulkan pergeseran pola interaksi dan komunikasi masyarakat saat ini. Beragam sumber informasi dapat diakses melalui smartphone dalam genggaman tangan di mana pun kita berada. Kemajuan terhadap peradaban ini juga menyisakan dampak negatif terhadap kohesi sosial masyarakat sebagaimana telah diungkapkan oleh pakar sosial budaya. Namun, sisi lain yang perlu dicermati pula bahwa kecepatan akses informasi bila tidak diimbangi dengan budaya literasi akan menimbulkan kesesatan informasi. Hal itu disebabkan tidak ada lagi batasan informasi yang tegas antara fakta, opini, dan hoaks. Ditambah lagi banyaknya berseliweran ujaran kebencian dalam media sosial tidak hanya menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat awam, bahkan tidak sedikit yang ikut-ikutan memviralkan, menyebar informasi yang tidak jelas kebenarannya. Kelompok radikalisme dan terorisme telah memanfaatkan keterbukaan informasi tersebut untuk menebar paham mereka, merekrut jejaring baru tanpa perlu bertatap muka. Pengguna media sosial yang didominasi kalangan muda merupakan sasaran empuk bagi kelompok radikal dan teroris untuk dijadikan target rekrutmen. Bai'at dilakukan secara online dengan memanfaatkan internet. Bahkan beberapa aksi teror belajar dan terinspirasi melalui tayangan media internet. Kondisi ini menjadi perhatian BNPT. Sebagai bentuk pencegahan dan mempersempit ruang gerak radikalisme dan terorisme, BNPT membentuk kegiatan pelatihan bagi generasi muda untuk melawan hal-hal bersifat radikal di dunia maya. Anak-anak muda yang aktif menyebarkan konten positif mengkreasikan pesan damai dan mengajak masyarakat untuk bersama memerangi radikalisme dan terorisme. Hal yang paling mudah ialah tidak menerima mentah-mentah informasi yang diterima, apalagi turut menyebarkan informasi yang tidak jelas kebenaran dan motif dibalik informasi tersebut. Pesan-pesan positif diharapkan mewarnai dunia maya dan media sosial. Apa yang dilakukan anak-anak muda ini diharapkan mampu diikuti generasi muda lainnya sehingga menggelinding bagai bola salju. Meng-counter propaganda radikalisme terorisme dengan menebar pesan-pesan damai merupakan bagian dari gerak bersama pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi terorisme.
Kewajiban negara memberantas terorisme
Tujuan nasional negara Republik Indonesia tertuang dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, '...melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...'. Yang termaktub dalam alinea di atas jelas menyiratkan tak ada tempat bagi terorisme di Indonesia. Terorisme itu menimbulkan keresahan masyarakat, mengganggu ketenteraman, bahkan merusak nilai-nilai kemanusiaan. Telah ribuan korban harus meregang nyawa, tidak sedikit yang hidup dengan cacat tubuh dan trauma berkepanjangan akibat ulah terorisme. Dengan demikian, merupakan kewajiban negara untuk segenap melindungi teritorium wilayah dan menjamin ketenteraman rakyat dengan memberantas terorisme. Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk menanggulangi terorisme, baik melalui pendekatan keras maupun lunak. Kita patut bersyukur bahwa hampir semua peristiwa teror di dalam negeri bisa diungkap pelaku dan jaringannya sehingga semakin mempersempit ruang gerak terorisme di Indonesia. Banyak pengamat di dunia mencatat bahwa hanya otoritas Indonesia yang mampu menggagalkan semua perencanaan teror IS. Namun, keberhasilan dalam mengungkap kasus/aksi dan jaringan terorisme tidak dengan sendirinya bahwa upaya penanggulangan terorisme telah selesai. Terorisme dapat setiap saat tumbuh di tengah masyarakat dengan beragam faktor dan motif yang berbeda-beda. Dengan mencermati beragam faktor penyebab yang dapat memunculkan radikalisme terorisme, penanggulangannya harus dilakukan secara komprehensif, terpadu, dan terkoordinasi. Tentu memerlukan peran serta seluruh elemen masyarakat untuk senantiasa mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terpengaruh ajakan orang atau kelompok yang ingin mengganggu ketenangan bermasyarakat dan berbangsa.
Mengubur terorisme
Pada 2017 lalu, BNPT bersama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di 32 provinsi melakukan survei nasional untuk mengetahui kondisi riil masyarakat tentang potensi radikalisme yang ada di tiap daerah. Survei nasional itu menguji beberapa variabel yang bisa dijadikan sebagai daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme, baik dalam dimensi pemahaman, sikap, maupun tindakan. Variabel-variabel tersebut ialah kepercayaan terhadap hukum, kesejahteraan, pertahanan dan keamanan, keadilan, kebebasan, profil keagamaan, serta kearifan lokal. Berdasarkan hasil survei tersebut bahwa masih terdapat beberapa daerah potensi radikalnya masih cukup tinggi. Terorisme lahir dari rahim radikalisme. Terorisme hadir melalui aksi-aksi, radikalisme menyusup dalam bentuk ideologi. Radikalismelah yang mendorong orang untuk melakukan berbagai kekerasan yang dikaburkan dengan pemaknaan sempit dari doktrin yang mereka terima. Akibat ulah mereka ini tidak saja dapat menimbulkan luka fisik, tetapi juga merusak kewarasan dan rasa kemanusiaan. Jangankan untuk berbuat baik terhadap sesama justru mereka lebih sibuk menebar kebencian dan menimbulkan kerusakan di mana-mana. Mereka mengorganisasi kelompok dengan kuat, solid, dan eksklusif sehingga sekali terjerumus ke dalam kelompok mereka akan sulit untuk keluar kecuali rela mati. Di samping kekerasan yang kerap menimbulkan korban jiwa, mereka juga terus melakukan propaganda baik melalui media cetak seperti buku maupun aktif menebar di dunia maya dan media sosial. Jadi, meskipun kecil, mereka 'berisik' (small but loud community) akibat eksploitasi media. Sejak pendanaan mereka semakin sulit akibat kerja sama BNPT dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kini mereka mencari model baru seperti pendanaan teror yang dilakukan lewat media sosial atau pendanaan pribadi dengan risiko tinggi. Jika dulu penyandang dana teror mencari uang lewat cara-cara ilegal seperti pencurian kendaraan bermotor atau perampokan, kini mereka bergantung pada donasi kecil-kecilan yang disumbangkan para simpatisan. Kedok agama kerap menjadi dalih dalam berbagai aksi teror yang justru secara hakiki bertentangan dengan agama, menistakan agama mana pun. Bila tujuan terorisme untuk menimbulkan ketakutan atau keresahan di masyarakat, mereka bak serupa 'setan' yang kerap mengganggu umat manusia. Oleh karena itu, setop terorisme atas dalih agama atau tujuan apa pun itu! Terorisme harus dikubur dalam-dalam sehingga tidak lagi mengganggu kehidupan umat manusia.
Menebar kedamaian
Tahun lalu, Kementerian Informasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan BNPT memblokade aplikasi yang memuat konten terorisme dan radikalisme. Seperti akses web pada aplikasi Telegram yang banyak dimanfaatkan pelaku terorisme dalam rentang 2015 hingga 2017. Terdapat 17 aksi teror di Indonesia dalam rentang waktu itu yang melakukan komunikasi lewat aplikasi Telegram. Perkembangan informasi digital telah menimbulkan pergeseran pola interaksi dan komunikasi masyarakat saat ini. Beragam sumber informasi dapat diakses melalui smartphone dalam genggaman tangan di mana pun kita berada. Kemajuan terhadap peradaban ini juga menyisakan dampak negatif terhadap kohesi sosial masyarakat sebagaimana telah diungkapkan oleh pakar sosial budaya. Namun, sisi lain yang perlu dicermati pula bahwa kecepatan akses informasi bila tidak diimbangi dengan budaya literasi akan menimbulkan kesesatan informasi. Hal itu disebabkan tidak ada lagi batasan informasi yang tegas antara fakta, opini, dan hoaks. Ditambah lagi banyaknya berseliweran ujaran kebencian dalam media sosial tidak hanya menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat awam, bahkan tidak sedikit yang ikut-ikutan memviralkan, menyebar informasi yang tidak jelas kebenarannya. Kelompok radikalisme dan terorisme telah memanfaatkan keterbukaan informasi tersebut untuk menebar paham mereka, merekrut jejaring baru tanpa perlu bertatap muka. Pengguna media sosial yang didominasi kalangan muda merupakan sasaran empuk bagi kelompok radikal dan teroris untuk dijadikan target rekrutmen. Bai'at dilakukan secara online dengan memanfaatkan internet. Bahkan beberapa aksi teror belajar dan terinspirasi melalui tayangan media internet. Kondisi ini menjadi perhatian BNPT. Sebagai bentuk pencegahan dan mempersempit ruang gerak radikalisme dan terorisme, BNPT membentuk kegiatan pelatihan bagi generasi muda untuk melawan hal-hal bersifat radikal di dunia maya. Anak-anak muda yang aktif menyebarkan konten positif mengkreasikan pesan damai dan mengajak masyarakat untuk bersama memerangi radikalisme dan terorisme. Hal yang paling mudah ialah tidak menerima mentah-mentah informasi yang diterima, apalagi turut menyebarkan informasi yang tidak jelas kebenaran dan motif dibalik informasi tersebut. Pesan-pesan positif diharapkan mewarnai dunia maya dan media sosial. Apa yang dilakukan anak-anak muda ini diharapkan mampu diikuti generasi muda lainnya sehingga menggelinding bagai bola salju. Meng-counter propaganda radikalisme terorisme dengan menebar pesan-pesan damai merupakan bagian dari gerak bersama pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi terorisme.
Turn Back Terorist
Spoiler for :
0
954
Kutip
10
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan