- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Hanako Si Jaket Merah


TS
riyan17011
Hanako Si Jaket Merah

(gambar Ilustrasi)
Hujan.
Padahal sekarang musim kemarau. Ah cuaca terkadang tak dapat terbaca oleh ilmu pengetahuan sekalipun. Bagaimana menjelaskan hujan yang tiba-tiba turun begini hanya satu lokasi. Hujan lokal. Ilmunya memang ada. Jika sedikit mendung di atasnya, masih dapatlah dimengerti. Tapi pasalnya awan tak ada sedikitpun mendung. Tanda-tanda kiamat. Mungkin. Hal ini menjadi suatu fenomena alam yang heboh di sekolah kami. Lebatnya hingga mampu menggenangi lapangan sepak bola yang berada di tengah-tengah lingkaran sekolah. Hingga hampir setiap hari Senin tak pernah upacara bendera. Misteri hujan lebat di sekolah. Itu hal aneh pertama.
Satu lagi. Di kelas XI B, kelasku terdapat seorang gadis misterius. Namanya Rinai Raini. Anak pindahan dari desa. Dari namanya yang aneh saja dapat membayangkan orangnya seperti apa, rinai-rinai hujan. Sudah satu bulan ini ia duduk sendirian di bangku paling belakang. Menunduk sambil menulis atau mencoret entah apa. Rambutnya panjang berponi lurus dan berwajah putih mulus. Bagiku ia sangat cantik. Sangat pendiam dan tak mau bergaul. Setiap hari ia mengenakan jaket merah. Bila dipikir-pikir, Rinai mirip seorang gadis Jepang bernama Hanako. Hantu jepang yang mengenakan rok merah dan suka menakuti siapa saja dari toilet siswa. Siapa sangka penampakan Hanako ada pada diri Rinai, berada di bangku pojokan kelas sendirian dengan rambut yang terurai rapi sambil menunduk dengan jaket merahnya. Karena itu, teman sekelas sering memanggilnya Hanako. Ya Tuhan, khayalanku ke mana-mana. Mungkin efek samping dari hasil bacaanku selama ini. Terlalu asik dengan novel dan film horor.
Apa mungkin hujan lokal ini juga berasal dari Rinai? Begitu ia datang, hujan juga datang. Apa aku berlebihan. Teman-teman tak ada yang berani bertanya padanya. Apalagi yang perempuan. Justru menyebarkan isu dan mengejek bahwa Rinai adalah anak hantu pembawa sial. Mereka memintaku agar mengusir Rinai dari kelas. Lantas aku sebagai ketua kelas ini selalu jadi korban. Dari tampang yang sok berani ini, tersembunyi ketakutan yang luar biasa. Para wanita di kelas ini selalu mendesakku.
“Bicaralah dengan Hanako!”
“Kenapa aku? Kalian kan perempuan, lebih enak pendekatanya.” Cetusku menghindari takut.
“Karena kamu ketua kelas yang pemberani, Jaka!” balas mereka serentak.
Mau tak mau, aku memang harus mendekatkan diri dengan gadis aneh itu. Sepulang sekolah nanti. Sekarang aku tengah mengumpulkan keberanian. Takut dan gugup. Gugup? Ya, jarang sekali aku dapat berkomunikasi dengan gadis yang belum dikenal. Apalagi kalo gadis itu cantik. Mengingat kecantikannya, langsung saja menoleh ke belakang pojokan. Dari sibakan gorden rambutnya itu, tampak sedikit kecantikan yang terpancar. Aku jadi penasaran dengan wajah utuhnya.
“APA!” pikik suara di telingaku tiba-tiba ketika Rinai balas menatapku. Aku terkejut setengah hidup. Mulutnya tak bergerak, siapa yang pekikkan suaranya. Wajah yang menunduk itu, melototkan matanya ke arahku. Ya Tuhan, seperti di serang kuntilanak. Segera kutepiskan pikiran itu.
Sepulang sekolah, keberanian terkumpul banyak. Lantunan surah Yasin kupersiapkan di handphone. Bila ia wujudkan diri aslinya, maka akan kubunyikan yasin. Aku pun menunggu di depan pintu kelas sebelum Rinai keluar. Karena ia sering kali yang terakhir keluar.
Dari langkah kaki lambat dan bersuara nyaring itu yang semakin dekat, aku jadi gugup dan takut. Begitu ia melintas di depanku, harum rambutnya yang tersibak angin membuatku lupa hendak berkata. Tapi, tiba-tiba ia berhenti di depanku dan menatap tajam.
“Kamu ingin bicara apa?” tanya Rinai mengagetkanku. Bagaimana ia tau aku ingin bicara dengannya. Ya Tuhan, nyaliku menciut. Aku ingin lari sekencang-kencangnya menerobos hujan lokal di sekolahku. Tapi kaki ini tak dapat bergerak. Keringat dingin menjalar di sekujur tubuh. Kata-kata terbata pun sulit terucap. Bagaimana ini?
“Jaka, kamu ingin bicara apa denganku?” Rinai kembali bertanya. Kali ini angin mengibarkan helai demi helai rambut harumnya ke arahku. Benar-benar seperti hantu Hanako Jepang. Tapi, karena ia sedikit risih tertiup angin, lantas rambut indahnya itu diikat kucir belakang. Ya Tuhan, entah berapa kali aku mengucap Tuhan hari ini. Kali ini bukan keringat dingin dan ketakutan yang hadir, tapi keringat hangat dan kegugupan. Aku ternganga. Seketika, hujan berhenti dan pelangi terlukis indah di langit. Bunga-bunga bermekaran. Ah indahnya. Cantiknya ia.
“Jaka, kamu sakit?” lagi-lagi ia bertanya. Dan tak dapat kupercaya, ia memegang keningku, merasakan denyut leherku dan menepuk pundakku. Aku terpesona dan hendak jatuh ke pelukannya. Tuhan, aku bingung menentukan ini bidadari atau hantu.
“JAKA!!!” teriaknya. Aku gelgapan dan sadar.
“Hehe... eee anu... itu... anu... cuaca cerah ya, hujannya berhenti. Kita pulang sama-sama yuk!” ajakku tanpa memandang yang sebenarnya hujan belum reda dan tadi hanya khayalan bunga-bunga di padang hati. Ketika sadar, aku malu sendiri. Rinai justru tertawa sangat manis sekali. Lantas ia kibarkan payungnya yang berwarna merah. Ya Tuhan, Jaket dan payung merah. Merah darah. Seram lagi aku mengingatnya.
“Ayo kita pulang sama-sama. Hujannya tak akan berhenti, kalo belum kusuruh berhenti. Karena aku suka hujan, makanya aku sengaja pakai jaket merah biar hujan betah turun. Dan jika aku bernyanyi, hujannya berhenti.” Jelasnya tersenyum tanpa kuminta penjelasan yang sedari tadi ingin kutanyakan.
“HAH!!!” aku kaget, ia bidadari yang menakutkan. Terpesona atau ketakutankah aku? Lantas ia pun bernyanyi di bawah rinai hujan sambil menari. Sedikit demi sedikit hujan terhenti dan terlukislah pelangi yang mengelilinginya. Dan ternyata aku terpesona lalu jatuh cinta. Ia mengajakku menari.
***
Diubah oleh riyan17011 12-01-2018 15:50


anasabila memberi reputasi
1
1.2K
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan