Kaskus

News

arianto.nandaAvatar border
TS
arianto.nanda
Melacurkan Demokrasi dengan Politik Uang Mahar, Studi Kasus di Jawa Timur
Melacurkan Demokrasi dengan Politik Uang Mahar, Studi Kasus di Jawa Timur

Sudah mahfum diantara kita bahwa politik uang merupakan musuh dari demokrasi langsung yang sedang diterapkan di tanah air. Praktik kotor tersebut membuat kualitas demokrasi kita terdegradasi hanya sekadar transaksi jual-beli semata.
Padahal, esensi demokrasi itu sendiri adalah pemerintah yang berasal secara berdaulat dari rakyat. Karena itu, diadakan pemilihan umum untuk memilih para pemimpin terbaik yang lahir dari rahim rakyat itu sendiri. Acuannya adalah mereka yang memiliki kapabilitas kepemimpinan, visi kebangsaan, dan program kerja pembangunan yang menyejahterakan rakyat.
Dalam realitas politik saat ini, politik uang tidak terbatas hanya terjadi diantara calon kepada pemilihnya saja, melainkan juga diantara calon dengan partai pengusungnya. Istilah termutakhirnya adalah "politik mahar" atau "politik transaksional".
Yaitu, pemberian uang dari calon untuk mendapatkan rekomendasi dari parpol guna maju dalam kontestasi pemilihan umum. Inilah pangkal rusaknya demokrasi kita.
Ternyata fenomena itu bukan pepesan kosong belaka. Terbukti beberapa hari lalu beredar rekaman yang diduga suara Ketua DPD Gerindra Jawa Timur Supriyanto, meminta uang kepada bakal calon gubernur Jatim La Nyalla M Mattaliti.
Tidak tanggung-tanggung, pria dalam rekaman tersebut menyebut angka yang fantastis agar La Nyalla bisa mendapat rekom dari Gerindra, yakni sebesar Rp 170 miliar. Disebutkan dalam rekaman, uang tersebut untuk ‘membeli’ rekom dari Partai Gerindra kepada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Begini salah satu isi rekaman tersebut:
"Kalau di Jawa Timur gampang bos, sekarang tunjukkan saja uang cash Rp 170 atau minimal Rp 150 miliar ke Jakarta, saya akan antar ke Pak Prabowo. Kalau tidak ada ya susah bos."
Rekaman tersebut akhirnya dibenarkan sendiri oleh La Nyalla Mattalitti. Dalam konferensi pers di Restoran Mbok Berek, Jl Prof Dr Soepomo, Jakarta Selatan, pada Selasa (11/1/2017) lalu, Ia membenarkan bahwa dirinya dimintai uang oleh partainya sendiri, yaitu Gerindra agar menjadi Cagub Jatim.
La Nyalla mengaku pertama kali dimintai duit untuk uang saksi pada 9 Desember 2017 lalu. Namun, Ia sendiri tak menyanggupi karena terlalu besar jumlahnya.
Menurutnya, di Jatim terdapat 68.000 TPS. Bila Rp 200.000 per orang dikali 2 berarti Rp 400.000. Itu jumlahnya sekitar Rp 28 miliar. Tapi, yang diminta adalah Rp 48 miliar dan harus diserahkan sebelum tanggal 20 Desember 2017.
Itulah sekelumit praktik kotor politik uang mahar dalam partai yang mengaku bersih dan anti-korupsi. Tentu, saja partai politik sejenis seperti itu yang merusak kualitas demokrasi kita.
Meminjam Haryatmoko dalam buku Etika Politik dan Kekuasaan (2003), politik uang dalam pemilu (termasuk politik mahar) merupakan cedera dalam demokrasi karena rakyat tidak dihadapkan pada pilihan-pilihan objektif dan rasional. Kepada rakyat telah dibelikan paket-paket yang mau tidak mau harus dipilih.
Sedangkan, O’neil Courtesy (1999) justru menilai bahwa demokrasi yang ditukar dengan uang adalah pramuriaan. Dan, politik mahari di atas tak lebih dari itu.
Ya, demokrasi kita saat ini sedang dilacurkan dan sedang dijatuhkan oleh mereka anak kandungnya sendiri, yaitu partai politik. Tentunya, oleh partai politik sejenis dengan Partai Gerindra tersebut.

0
1.2K
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan