Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Foto viral dan nasib malang pembantu rumah tangga

Foto ini menunjukkan pembantu asal Asia Tenggara mendorong seorang wanita tua dengan kursi roda, di Taipei, Taiwan (24 Agustus 2015). Foto ini digunakan sebagai ilustrasi, tidak menunjukkan pembantu rumah tangga (PRT) di Indonesia.
Dua pekan silam, sebuah foto yang diunggah akun Facebook, Michael Fanny, berhasil menggugah netizen. Foto itu diambil di sebuah restoran, dengan fokus utama pada sosok seorang perempuan, yang dipercaya bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT).

Perempuan itu nampak duduk sendiri tanpa makanan dan minuman. Sementara di meja seberangnya, terlihat rombongan keluarga--konon majikannya--sedang makan besar, dengan meja penuh berisi makanan dan minuman.

"Pembantumu bagian dari hidupmu. Cerminan kemanusiaanmu. Bayangkan Anda ada di posisinya, hp (ponsel) tidak pegang, diajak makan tidak. Mata hanya mutar-mutar melihat sekeliling," begitu kutipan status Michael Fanny, Jumat (23/9).

Dalam statusnya, Michael Fanny juga menyertakan sejumlah tagar macam #RespectOtherPeople (hargai orang lain), #RespectOurMaid (hargai pembantu Anda), dan #RespectOurDriver (hargai sopir Anda).

Foto dan status itu menjadi viral di Facebook. Tercatat 57 ribu akun ikut membagikannya (share), beriring dengan ungkapan-ungkapan empati. Foto itu jadi sorotan pula dalam artikel situs tabloid asal Inggris, Daily Mail (5/10).
Masalah PRT di Indonesia
Organisasi Buruh Internasional (ILO), mencatat ada sekitar 2,6 juta PRT di Indonesia. Sekitar 93 persen dari mereka adalah perempuan. Bahkan, dari total jumlah PRT itu, sekitar 25 persen di antaranya masih berusia di bawah 15 tahun--pekerja anak.

Ihwal masalah makanan yang termuat dalam status Facebook Michael Fanny, ILO pun pernah menyinggungnya dalam dokumen ihwal kondisi PRT di Asia Tenggara.

"PRT tidak mendapat makanan yang layak dan bergizi, atau tidak diberikan waktu cukup untuk menyantap makanan mereka," demikian kutipan laporan badan Perserikatan Bangsa Bangsa itu.

Persoalan itu hanyalah kepingan kecil dalam masalah PRT di Indonesia. Ada banyak masalah lain, mulai dari kelayakan gaji, akses terhadap perawatan kesehatan, ancaman kekerasan, hingga pelecehan di tempat kerja.

Status mapan keluarga majikan tak selalu berbanding lurus dengan perlakuan terhadap PRT. Untuk menyebut satu contoh, sila tengok lagi kasus kekerasan terhadap PRT yang dilakukan politisi Ivan Haz. Kasus itu berujung pada pemecatan Ivan Haz dari jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sepanjang Januari-September 2016, Jaringan Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) mencatat ada 217 kasus kekerasan terhadap PRT yang terjadi di Indonesia. Kekerasan itu meliputi kasus multi jenis (41 kasus), kasus kekerasan fisik (102 kasus), dan kasus kekerasan ekonomi (74 kasus). Data itu pun sekadar merujuk pada kasus yang terlaporkan saja.

Beragam masalah yang menimpa PRT itu, antara lain disebabkan oleh lemahnya perlindungan hukum. "Kita belum memiliki undang-undang yang membahas secara khusus mengenai PRT," kata Koordinator Nasional JALA PRT, Lita Anggraini, dilansir Kompas.com (15 September 2016).

Hingga saat ini, Indonesia memang belum meratifikasi perjanjian internasional soal perlindungan PRT, terkhusus Konvensi ILO nomor 189 tentang pekerjaan yang layak bagi PRT.

Seiring dengan itu, sejumlah organisasi non-pemerintah--macam JALA PRT dan Amnesty International--menilai bahwa produk hukum yang ada di Indonesia juga [URL="file:///C:/Users/Muamar%20Fikrie/Downloads/ASA2142662016INDONESIAN.pdf"]masih mendiskriminasi PRT[/URL].

Semisal Undang-Undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, yang belum mendefinisikan PRT sebagai pekerja.

Paling jauh masalah ini diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No.2/2015 tentang Perlindungan PRT. Namun peraturan itu belum menyelesaikan masalah secara menyeluruh, misalnya soal batasan jam kerja, jaminan upah, hingga definisi cuti.

Tak heran bila muncul desakan agar Indonesia segera meratifikasi Konvensi ILO 189, serta diwujudkan dalam UU Perlindungan PRT.

Sebenarnya, sejak 2004, sudah ada RUU Perlindungan PRT. Namun sudah 12 tahun berlalu, rancangan tinggal rancangan. Tak kunjung disahkan.

DPR periode 2014-2015 juga sebatas menempatkannya RUU itu dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas) jangka panjang. Belum lagi masuk prolegnas prioritas pada 2016.

Lembaga negara independen untuk penegakan hak asasi manusia perempuan, Komnas Perempuan, ikut meminta pengesahan UU Perlindungan PRT.

"Pengesahan RUU PRT harus memastikan PRT itu adalah pekerja yang mempunyai hak dalam bekerja sebagaimana pekerja yang lain. Dan situasi kerja layak sebagaimana tercantum di dalam Konvensi ILO 189, tidak saja melindungi PRT tetapi juga melindungi si pemberi kerja dan yang terkait di dalamnya," kata anggota Komnas Perempuan, Magdalena Sitorus, seperti dikutip VOA Indonesia.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...u-rumah-tangga

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Jessica digoda atau tergoda oleh trik penyidikan?

- Sadisnya Dimas Kanjeng menghabisi bekas muridnya

- Istri polisi tega membunuh dan memutilasi anak kandungnya

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
6.5K
30
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan