GoPro selama ini berharap agar produk drone-nya yang diberi nama Karma, dapat mendorong pertumbuhan penjualan perusahaan.

Namun produsen kamera aksi tersebut telah mengkonfirmasi bahwa produk drone mereka adalah yang terakhir dan akan mengurangi hampir 300 pekerjaan, atau lebih dari 20% angkatan kerja globalnya.

Menurut CNBC, Gopro telah menyewa jasa agen JP Morgan Chase untuk mencari pembeli potensial perusahaannya.

"Jika ada peluang bagi kita untuk bersatu dengan perusahaan induk yang lebih besar untuk menskalakan GoPro lebih besar lagi, itu adalah sesuatu yang kita cari," CEO GoPro, Nick Woodman mengatakan kepada CNBC.

Karma mengalami peluncuran produk yang dianggap bencana pada tahun 2016. Hanya beberapa minggu setelah diluncurkan, GoPro melakukan recall massal sebanyak 2.500 unit karena konfigurasi mesin salah yang menyebabkan produk drone mereka kehilangan daya ketika sedang diterbangkan dan terjatuh dari langit.

Gopro telah memangkas harga drone serta jajaran kamera Heronya selama masa liburan akhir tahun kemarin. Itu berarti memotong $ 80 juta dari pendapatan kuartal keempat yang diharapkan, yang diperkirakan akan mencapai $ 340 juta, berkurang dari $ 472 juta yang diperkirakan oleh para analis.

Saham GoPro turun sebanyak 32% menjadi $ 5,04 per lembar saham yang merupakan penurunan terbesar dan harga terendah saham perusahaan itu sejak go public pada tahun 2014, Bloomberg melaporkan.

Drone Karma diproduksi untuk menghidupkan kembali perusahaan tersebut setelah ketidakberhasilan mereka di tahun 2016, ditandai dengan turunnya penjualan dan produk baru yang tidak mengesankan.

Hal ini berbanding kontras dengan Drone produksi China, DJI.



Hanya dalam waktu dua tahun, DJI telah menguasai 85% pangsa pasar drone global yang memaksa banyak produsen drone AS terlihat lebih kecil.

DJI adalah perusahaan yang berbasis di Shenzhen yang bernama lengkap Da-Jiang Innovations Science and Technology Co. (DJI).

Beberapa tahun lalu ada setengah lusin perusahaan yang bersaing untuk menghasilkan drone dengan format harga dan kinerja yang diharapkan dapat menarik konsumen mainstream.

Di antaranya: Parrot - produsen elektronik Prancis berusia 22 tahun, Lily Robotics - produsen drone yang berbasis di San Francisco; dan GoPro, pembuat kamera aksi portabel yang sangat populer.

Parrot menyerah pada bulan Januari dan mengumumkan akan menghilangkan dua pertiga pekerjaan di divisi dronenya.

Sementara Lily, yang didirikan pada tahun 2013, akhirnya mengalami kesulitan produksi dan kehabisan biaya. Pada bulan Januari 2017, Lily tutup tanpa mengapalkan satu unit pun

Sumber:

https://qz.com/1174544/gopro-cuts-ne...tm_source=qzfb

http://fortune.com/2017/05/27/the-wo...ped-there-too/