- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
INTI Bakal Sekolahkan Santri ke Negeri Cina


TS
cina.medan
INTI Bakal Sekolahkan Santri ke Negeri Cina
Rabu, 03 Januari 2018 / 15:20 WIB

SLEMAN, KRJOGJA.com - Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Rabu (3/1/2018) menggelar diskusi tertutup bersama tokoh Muhammadiyah Buya Syafii Maarif, tokoh Nahdlathul Ulama (NU), KH Imam Aziz dan peneliti Gusdurian, Alisa Wahid. Bertempat di Westlake Resto, pertemuan tersebut memunculkan beberapa poin kerjasama dengan tujuan akhir mengurangi ketimpangan sosial di Indonesia.
Tedi Sugiyanto Ketua Umum INTI mengatakan pihaknya ingin membantu mengurai permasalahan yang masih dialami masyarakat Indonesia. Hal tersebut menurut dia sangat penting karena kesenjangan ekonomi dinilai jadi hal paling krusial menyebabkan mudahnya masyarakat dipecah belah.
“Kami ingin berusaha membuat langkah konkret meski tatarannya hanya kecil, kami bertemu tokoh-tokoh di Yogya dan mendapat banyak informasi berharga. Terdekat ada program beasiswa untuk para santri di pondok pesantren untuk belajar Bahasa Mandarin hingga ke Cina,” ungkapnya.
Buya Syafii Maarif menanggapi baik langkah nyata INTI tersebut, karena menilai kekuatan dunia saat ini tak hanya di negara barat saja melainkan juga Cina yang mendominasi seperempat penduduk dunia. “Ini langkah konkrit mengejawantahkan sila ke-5 Pancasila, anak-anak muda kita harus juga belajar Bahasa Mandarin karena saat ini Cina salah satu raja ekonomi dunia, bahkan Amerika saja berhutang ke Cina,” ucap Buya.
Menurut Buya, salah satu hal terpenting agar Indonesia mampu bersaing kedepan adalah sumber daya manusia yang unggul. “Caranya apa, ya belajar agar menguasai Bahasa Jepang, Korea atau Mandarin karena arahnya saat ini tak lagi ke barat,” sambungnya.
Sementara terkait anggapan miring tentang etnis Tionghoa yang membuat beberapa masyarakat Indonesia enggan bersentuhan dijawab dengan tenang oleh Alissa Wahid. Puteri almarhum Gus Dur tersebut menilai warga Muhammadiyah dan NU memiliki pemikiran terbuka menerima kelompok masyarakat lain, termasuk bangsa Cina yang dinilai memiliki ideologi berbeda.
“Berdasar survei, ada 20 persen masyarakat Islam Indonesia yang tidak berafiliasi pada Muhammadiyah atau NU dan inilah yang punya sentimen keagamaan tinggi, buktinya tidak ada santri-santri dari desa yang ikut turun ke jalan saat terjadi aksi beberapa waktu lalu. Kita harus apresiasi langkah teman-teman INTI ini karena permasalahan sebenarnya yang dihadapi bangsa kita adalah kesenjangan ekonomi yang tinggi,” ungkapnya. (Fxh)
Nastak in the making bre...
Nantinya santri nyoblos siapa bre...?

SLEMAN, KRJOGJA.com - Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Rabu (3/1/2018) menggelar diskusi tertutup bersama tokoh Muhammadiyah Buya Syafii Maarif, tokoh Nahdlathul Ulama (NU), KH Imam Aziz dan peneliti Gusdurian, Alisa Wahid. Bertempat di Westlake Resto, pertemuan tersebut memunculkan beberapa poin kerjasama dengan tujuan akhir mengurangi ketimpangan sosial di Indonesia.
Tedi Sugiyanto Ketua Umum INTI mengatakan pihaknya ingin membantu mengurai permasalahan yang masih dialami masyarakat Indonesia. Hal tersebut menurut dia sangat penting karena kesenjangan ekonomi dinilai jadi hal paling krusial menyebabkan mudahnya masyarakat dipecah belah.
“Kami ingin berusaha membuat langkah konkret meski tatarannya hanya kecil, kami bertemu tokoh-tokoh di Yogya dan mendapat banyak informasi berharga. Terdekat ada program beasiswa untuk para santri di pondok pesantren untuk belajar Bahasa Mandarin hingga ke Cina,” ungkapnya.
Buya Syafii Maarif menanggapi baik langkah nyata INTI tersebut, karena menilai kekuatan dunia saat ini tak hanya di negara barat saja melainkan juga Cina yang mendominasi seperempat penduduk dunia. “Ini langkah konkrit mengejawantahkan sila ke-5 Pancasila, anak-anak muda kita harus juga belajar Bahasa Mandarin karena saat ini Cina salah satu raja ekonomi dunia, bahkan Amerika saja berhutang ke Cina,” ucap Buya.
Menurut Buya, salah satu hal terpenting agar Indonesia mampu bersaing kedepan adalah sumber daya manusia yang unggul. “Caranya apa, ya belajar agar menguasai Bahasa Jepang, Korea atau Mandarin karena arahnya saat ini tak lagi ke barat,” sambungnya.
Sementara terkait anggapan miring tentang etnis Tionghoa yang membuat beberapa masyarakat Indonesia enggan bersentuhan dijawab dengan tenang oleh Alissa Wahid. Puteri almarhum Gus Dur tersebut menilai warga Muhammadiyah dan NU memiliki pemikiran terbuka menerima kelompok masyarakat lain, termasuk bangsa Cina yang dinilai memiliki ideologi berbeda.
“Berdasar survei, ada 20 persen masyarakat Islam Indonesia yang tidak berafiliasi pada Muhammadiyah atau NU dan inilah yang punya sentimen keagamaan tinggi, buktinya tidak ada santri-santri dari desa yang ikut turun ke jalan saat terjadi aksi beberapa waktu lalu. Kita harus apresiasi langkah teman-teman INTI ini karena permasalahan sebenarnya yang dihadapi bangsa kita adalah kesenjangan ekonomi yang tinggi,” ungkapnya. (Fxh)
Nastak in the making bre...
Nantinya santri nyoblos siapa bre...?
0
832
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan