- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Penataan PKL Tidak Urai Kemacetan di Tanah Abang


TS
albetbengal
Penataan PKL Tidak Urai Kemacetan di Tanah Abang
PENATAAN pedagang kaki lima (PKL) di Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, ternyata tidak memberi solusi atas polemik kemacetan di kawasan perbelanjaan Tanah Abang.
Kebijakan yang melarang kendaraan melintas di Jalan Jati Baru Raya, depan Stasiun Tanah Abang, justru menyebabkan penumpukan kendaraan di depan Blok G Pasar Tanah Abang. Kemacetan pun tidak terhindarkan hingga Blok A Pasar Tanah Abang yang bersisian dengan Pusat Grosir AURI di Jalan Fachrudin.
PT Transportasi Jakarta (Trans Jakarta) sebetulnya sudah menyediakan sepuluh unit bus Eksplorer untuk mengakomodasi pengunjung Pasar Tanah Abang mengelilingi kompleks pasar, dari kawasan PKL Jalan Jatibaru, Blok G, Blok F, dan Blok A.
Namun, kemacetan yang terjadi justru memperlambat mobilisasi pengunjung yang kebanyakan datang untuk berbelanja. Berdasar hitungan Media Indonesia, membutuhkan waktu satu jam lebih sedikit untuk sekadar mengelilingi Pasar Tanah Abang.
"Enak ya sekarang ada Trans Jakarta adem. Tapi kalau nguber waktu enggak bakal terkejar. Kalau sedang santai memang enak. Tapi ini saya mesti buru-buru. Sepertinya enggak keburu nih," kata seorang Ibu pengguna bus Eksplorer, Jumat (22/12).
Sang ibu yang membawa barang belanjaan itu akhirnya urung menaiki bus. Petugas membuka pintu di halte Blok G sebelum bus melaju ke Blok F. Setali tiga uang, seorang ibu lainnya yang semula memuji fasilitas bus pun bertanya ke petugas bila dirinya ingin turun di tengah jalan sebelum sampai halte.
"Tidak bisa, Bu. Turun harus di halte," ujar salah seorang petugas.
Terdapat enam halte bus eksplorer milik Trans Jakarta di area Pasar Tanah Abang, yaitu halte stasiun, halte Blok G, halte Blok B, halte AURI 1, halte AURI 2 dan halte flyover Jatibaru. Pantauan Media Indonesia, dari Blok G menuju Blok B membutuhkan waktu 27 menit. Padahal jarak antarblok hanya sekitar 200 meter-300 meter yang bila ditempuh dengan jalan kaki hanya lima menit.
Waktu terlama tercatat dalam perjalanan dari Blok B ke halte AURI. Dengan jarak yang kurang lebih 200 meter-300 meter dibutuhkan waktu 32 menit. Secara total, dibutuhkan waktu satu jam lebih sedikit untuk berkeliling Tanah Abang.
"Dari tadi lama banget enggak sampai-sampai. Padahal cuma mau ke stasiun untuk mengejar jadwal kereta," kata seorang ibu paruh baya yang naik dari halte Blok B.
Kemacetan juga berdampak pada jalan sekitar di jam sibuk. Pada jam pulang kerja, kemacetan kembali kian padat di jalan sekitar. Area Jalan KS Tubun dan flyover Tanah Abang kembali tersendat, lantaran seluruh kendaraan mengarah ke sana dan tidak diperbolehkan lewat Jalan Jatibaru.
Kendati demikian, sejumlah PKL merasa senang dengan kebijakan besutan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Anies Baswedan dan Sandiaga Uno ini. Pasalnya, mereka tidak lagi kucing-kucingan dengan Satpol PP. "Enak nih sekarang dagang enggak ngumpet-ngumpet lagi. Pengunjung juga makin nyaman kan belanja," tutur Sri seorang pedagang baju di tenda-tenda nonpermanen warna merah dan biru.
Kondisi di Jalan Jatibaru memang sudah steril dari kendaraan. Namun, warga dan pedagang masih ada saja yang memarkir motor di atas trotoar. Beberapa di antaranya juga melintas di jalur yang seharusnya menjadi jalur Trans Jakarta. Begitu juga dengan ojek pangkalan yang terpaksa ditertibkan Satpol PP.
"Biasanya kami narik dari pagi sampai sore sudah dapatlah Rp100 ribu lebih. Ini sampai sekarang saja baru Rp30 ribu. Itu karena kita sudah tidak boleh lagi mangkal di depan tangga turun stasiun," ujar Parta, 60, pengemudi ojek pangkalan.
Pemindahan lokasi pangkalan itu ternyata berdampak signifikan pada pendapatan ojek pangkalan. Kawasan pangkalan di bawah stasiun, katanya, biasa diserbu langsung penumpang KRL yang baru tiba.
"Sekarang mereka pilihnya keluar langsung di pintu Jatibaru. Tapi kelompok pangkalan di sana beda sama yang di sini. Kalau kita ambil lapak mereka kan enggak enak," tandasnya.
Hal serupa juga dikeluhkan Mardi, 59, yang pengemudi ojek pangkalan. Menurutnya hal itu tidak adil ketika PKL diakomodasi tapi tukang ojek dibiarkan begitu saja.
"Mereka yang jualan di tenda juga sudah punya toko di dalam. Terus, nasib kita ini bagaimana?" imbuhnya.
Nasri, 50, pedagang di Blok G juga merasa hal yang serupa. Pada hari pertama kebijakan penataan PKL ditertibkan tidak ada perubahan dari pendapatan harian dia. "Masih sama saja," ujarnya. (OL-4)
http://mediaindonesia.com/news/read/137621/penataan-pkl-tidak-urai-kemacetan-di-tanah-abang/2017-12-22
ditunggu cocot e nasbung membela kebijakan ASU melegalkan PKL di jalan raya?
Kebijakan yang melarang kendaraan melintas di Jalan Jati Baru Raya, depan Stasiun Tanah Abang, justru menyebabkan penumpukan kendaraan di depan Blok G Pasar Tanah Abang. Kemacetan pun tidak terhindarkan hingga Blok A Pasar Tanah Abang yang bersisian dengan Pusat Grosir AURI di Jalan Fachrudin.
PT Transportasi Jakarta (Trans Jakarta) sebetulnya sudah menyediakan sepuluh unit bus Eksplorer untuk mengakomodasi pengunjung Pasar Tanah Abang mengelilingi kompleks pasar, dari kawasan PKL Jalan Jatibaru, Blok G, Blok F, dan Blok A.
Namun, kemacetan yang terjadi justru memperlambat mobilisasi pengunjung yang kebanyakan datang untuk berbelanja. Berdasar hitungan Media Indonesia, membutuhkan waktu satu jam lebih sedikit untuk sekadar mengelilingi Pasar Tanah Abang.
"Enak ya sekarang ada Trans Jakarta adem. Tapi kalau nguber waktu enggak bakal terkejar. Kalau sedang santai memang enak. Tapi ini saya mesti buru-buru. Sepertinya enggak keburu nih," kata seorang Ibu pengguna bus Eksplorer, Jumat (22/12).
Sang ibu yang membawa barang belanjaan itu akhirnya urung menaiki bus. Petugas membuka pintu di halte Blok G sebelum bus melaju ke Blok F. Setali tiga uang, seorang ibu lainnya yang semula memuji fasilitas bus pun bertanya ke petugas bila dirinya ingin turun di tengah jalan sebelum sampai halte.
"Tidak bisa, Bu. Turun harus di halte," ujar salah seorang petugas.
Terdapat enam halte bus eksplorer milik Trans Jakarta di area Pasar Tanah Abang, yaitu halte stasiun, halte Blok G, halte Blok B, halte AURI 1, halte AURI 2 dan halte flyover Jatibaru. Pantauan Media Indonesia, dari Blok G menuju Blok B membutuhkan waktu 27 menit. Padahal jarak antarblok hanya sekitar 200 meter-300 meter yang bila ditempuh dengan jalan kaki hanya lima menit.
Waktu terlama tercatat dalam perjalanan dari Blok B ke halte AURI. Dengan jarak yang kurang lebih 200 meter-300 meter dibutuhkan waktu 32 menit. Secara total, dibutuhkan waktu satu jam lebih sedikit untuk berkeliling Tanah Abang.
"Dari tadi lama banget enggak sampai-sampai. Padahal cuma mau ke stasiun untuk mengejar jadwal kereta," kata seorang ibu paruh baya yang naik dari halte Blok B.
Kemacetan juga berdampak pada jalan sekitar di jam sibuk. Pada jam pulang kerja, kemacetan kembali kian padat di jalan sekitar. Area Jalan KS Tubun dan flyover Tanah Abang kembali tersendat, lantaran seluruh kendaraan mengarah ke sana dan tidak diperbolehkan lewat Jalan Jatibaru.
Kendati demikian, sejumlah PKL merasa senang dengan kebijakan besutan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Anies Baswedan dan Sandiaga Uno ini. Pasalnya, mereka tidak lagi kucing-kucingan dengan Satpol PP. "Enak nih sekarang dagang enggak ngumpet-ngumpet lagi. Pengunjung juga makin nyaman kan belanja," tutur Sri seorang pedagang baju di tenda-tenda nonpermanen warna merah dan biru.
Kondisi di Jalan Jatibaru memang sudah steril dari kendaraan. Namun, warga dan pedagang masih ada saja yang memarkir motor di atas trotoar. Beberapa di antaranya juga melintas di jalur yang seharusnya menjadi jalur Trans Jakarta. Begitu juga dengan ojek pangkalan yang terpaksa ditertibkan Satpol PP.
"Biasanya kami narik dari pagi sampai sore sudah dapatlah Rp100 ribu lebih. Ini sampai sekarang saja baru Rp30 ribu. Itu karena kita sudah tidak boleh lagi mangkal di depan tangga turun stasiun," ujar Parta, 60, pengemudi ojek pangkalan.
Pemindahan lokasi pangkalan itu ternyata berdampak signifikan pada pendapatan ojek pangkalan. Kawasan pangkalan di bawah stasiun, katanya, biasa diserbu langsung penumpang KRL yang baru tiba.
"Sekarang mereka pilihnya keluar langsung di pintu Jatibaru. Tapi kelompok pangkalan di sana beda sama yang di sini. Kalau kita ambil lapak mereka kan enggak enak," tandasnya.
Hal serupa juga dikeluhkan Mardi, 59, yang pengemudi ojek pangkalan. Menurutnya hal itu tidak adil ketika PKL diakomodasi tapi tukang ojek dibiarkan begitu saja.
"Mereka yang jualan di tenda juga sudah punya toko di dalam. Terus, nasib kita ini bagaimana?" imbuhnya.
Nasri, 50, pedagang di Blok G juga merasa hal yang serupa. Pada hari pertama kebijakan penataan PKL ditertibkan tidak ada perubahan dari pendapatan harian dia. "Masih sama saja," ujarnya. (OL-4)
http://mediaindonesia.com/news/read/137621/penataan-pkl-tidak-urai-kemacetan-di-tanah-abang/2017-12-22
ditunggu cocot e nasbung membela kebijakan ASU melegalkan PKL di jalan raya?


tien212700 memberi reputasi
1
1.4K
9


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan