- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Cinta yang Hilang [Ending]


TS
tisatun
Cinta yang Hilang [Ending]
Selamat pagi buat semua agan dan sista penghuni kaskus. Kali ini, ane mau posting cerpen hasil challenge sama temen ane. Jangan lupa kritik dan sarannya dari agan dan sista semua.
Selamat menikmati ^^
CINTA YANG HILANG
Aku mampu mengingat semuanya dengan jelas saat kamu tersenyum padaku untuk pertama kalinya kita bertemu. Iya, kamu.
“Mau berdua?” tanyamu sembari tersenyum menatapku.
Aku hanya diam menatap kamu terheran dengan menyeritkan dahiku.
“Kulihat kamu tengah mencari-cari sesuatu di tasmu mungkin payung karena sesekali kamu menengadahkan tanganmu ke atas langit sembari melihat hujan” ucapmu tegas padaku.
“Iya, aku mencari payung. Sialnya aku lupa meletakkannya dalam tasku” ucapku kesal.
“Ayo pulang bersama, rumah kita searah, aku tahu di mana kamu tinggal” ajaknya seraya meyakinkanku.
Tanpa banyak bicara kamu menggenggam tanganku dan menyeretku pulang bersama. Di bawah rintihan hujan untuk pertama kalinya. Aku hanya mampu menatapmu dalam-dalam.
“Apa yang kamu lihat? Apa aku terlihat menarik dan mempesona bagimu?” ucapmu sembari tertawa.
Aku hanya mampu tersenyum tipis menahan maluku. Banyak cerita di balik hujan antara aku dan kamu. Dan sesekali gelak tawa mengiringin perjalanan kita.
“Itukan rumahmu?” tunjukmu pada sebuah rumah putih berpagar besi hitam.
“Terima kasih ya” ucapku lirih sembari menjabat tanganmu.
“Tak perlu sungkan. Besok mau berangkat bersama? Ini no telp ku hubungin aku!” sampai jumpa besok!
Di balik rintih hujan aku melihat bayangmu semakin memudar dan menghilang. Entah siapa kamu, apakah kamu adalah malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk menjagaku dari setiap lara yang aku rasakan. Hujan awal bulan Nopember menjadi saksi atas aku dan kamu dengan awal kisah kita.
Malam ini cuaca nampak tidak begitu cerah meskipun hujan tak kunjung datang. Langit memerah dan angin dingin berhembus begitu kencang. Di sudut ruang-tempat-aku menghabiskan waktu di balik jendela kaca untuk menantikan kehadiranmu. Sudah beberapa bulan ini, kamu tidak kunjung datang seperti hari yang sudah-sudah. Hampir setiap hari aku menunggumu dengan gelisah di balik ruang berukuran 4x3, bercat putih dengan jendela kaca berjeruji yang menghadap jalanan dimana orang berlalu lalang di sepanjang koridor. Aku jatuh sakit dan tubuhku melemah hanya untuk kamu - cinta terindahku.
Mungkin inilah isyarat itu, kamu tak ingin lagi bersamaku-menemaniku-dalam kegelapan di balik hujan.
Aku teringat di mana saat kamu memelukku erat saat aku takut akan kegelapan saat hujan dan petir menggelegar.
"Jangan takut, aku bersamamu" bisikmu
Kamu mendaratkan ciuman itu tepat di keningku.
Kita berbagi tempat tidur. Di kamat itu, kamu mendekapku semakin erat. Kami saling bertatap dan tersenyum. Aku begitu menikmati setiap hembusan nafasmu ketika kamu terlelap. Bibirmu, mata, dan alismu terlihat mempesona di balik cahaya petir hujan malam itu. Diam-diam akupun memberanikan diriku untuk mendaratkan ciuman di bibirmu saat kamu tengah terlelap.
Ah, itu sungguh membuat jantungku berdegub tidak karuan ingin kuulang lagi dan lagi bahkan aku berharap pagi tak pernah hadir dan kamu tetap di sampingku. Kamu-berbeda- dari pria maupun wanita yang aku temui, itu kamu cintaku. Aku ingin kamu menciumku bukan hanya di kening, namun juga mendaratkan ciuman itu tepat di bibirku seperti yang aku lakukan sembari menikmati dinginnya hujan dibalik selimut-berdua.
Itulah kenangan terindah yang pernah kamu torehkan dalam hidupku dan akan tetap menjadi bagian terindah yang tidak akan pernah aku lupakan selamanya!.
Aku terus menantimu, namun kamupun tak kunjung datang. Mungkin karena kamu telah mendua dan bahagia. Ah, aku rindu kamu yang dulu. Bagaimana mungkin aku mampu hidup dengan bayanganmu yang semakin memudar. Aku terus menggerutu liar dengan kecemasan di balik ruangan bercat putih ini.
****
Hari ini aku begitu gugup, aku mendapat kabar bahwa kamu akan datang hari ini. Aku mempersiapkan diriku untuk tampil lebih cantik dari biasanya bahkan aku rela menghabiskan jatah makanku dan meminum semua obat yang biasanya aku tolak saat seorang wanita berpakaian putih menyuguhkannya padaku. Itu karena kamu-kembali untukku.
Aku duduk dengan rona kebahagiaan di balik jendela kaca kamarku sembari menatap lorong jalan menunggu kedatanganmu. Seseorang berpakaian putih telah membantuku untuk berdandan cantik, aku memintannya untuk menyisir rambutku dan membiarkannya tergerai seperti kesukaanmu.
Satu, dua dan sudah lebih empat jam tapi kamu tak kunjung datang. Kutatap sekeliling taman dari balik jendelaku untuk mencari kehadiranmu. Aku mulai cemas apa mungkin kamu ingkar janji seperti yang lain?
“Ah…, tidak kamu bukan tipe pendusta seperti pria ataupun wanita kebanyakan. Aku sungguh yakin itu. Bahkan kamu yang selalu ada di sampingku saat aku mulai terjatuh” gumamku lirih.
Aku begitu gugup dan kecemasanku memuncak, itu karena kamu tidak kunjung hadir dihadapanku. Aku hanya mampu memandang pilu semua yang ada di sekitarku.
“Nyonya…, ayo makan dulu setelah itu minum obatnya” ucap wanita berbaju putih sembari menyodorkan sesuap nasi dihadapanku.
“Tidak…! Aku ingin dia yang menyuapiku. Pergi kamu!” ucapku marah.
“Tapi… anda harus minum obatnya dulu jika tidak orang yang anda tunggu tidak akan segera datang” bujuknya sekali lagi.
“Kamu bohong, semua pembohong!” teriak ku sembari melempar semua yang ada di depanku kuat-kuat.
“Aku ingin cintaku hadir disini! Bukan kamu! pergi!” teriakku sekali lagi mengusir perempuan berbaju putih dari kamarku.
Aku mulai merintih sakit di atas kasur putihku sendiri aku menangis sejadi-jadinya tidak lagi memperdulikan apapun yang ada di sekitarku.
Isak tangisku mulai terhenti seketika, saat suara pintu kamarku mulai terbuka. Satu, dua, tiga derap langkah kaki mulai semakin mendekat pada tubuh tua ku. Seketika itu pelukan hangat mendarat di balik punggungku. Sosok itu mulai mendekap erat tubuhku dan mulai ikut larut menangis bersamaku.
“Jangan menangis…aku mohon jangan menangis” bisiknya padaku dari belakang tubuhku.
Aku dapat mengenali suara itu-cintaku- suara yang pernah mengisi kekosangan hidupku. Dengan aroma khas parfum saat dia memelukku erat ketika aku takut akan gelap, aroma parfum saat dia mencim keningku dan saat aku diam-diam mencium bibirnya saat kami berbagi tempat tidur. Dia terus memelukku erat dan dan terisak. Dia-cintaku- terus berbisik ucapan maaf kepadaku.
“Nov…, maaf aku baru datang setelah sekian lama”
Suara cintaku-dia-memanggil namaku setelah lama dia tidak pernah hadir. Kupalingkan tubuhku, senyumku mulai mengembang saat aku mulai menatap cintaku datang bersama lelaki muda.
“Meita…” ucapku bahagia saat melihatnya hadir.
Wajahmu bagiku tetap mempesona seperti saat kita bertemu pertama kali meskipun kini keriput tua telah menghiasi sekitar matamu dan kamu tidak lagi berpenampilan tomboy seperti pria, kamu nampak ayu dan keibuan dengan rambut yang mulai memutih. Kamu tersenyum melihatku.
“Siapa pria itu Meita?” tanyaku bimbang. “Aku sudah mampu mengenalmu lagi namun tidak dengan lelaki muda itu” tanya ku sekali lagi.
Aku tak dapat mengingat siapakah lelaki itu, aku hanya terdiam dan jantungku berdegub kencang seakan aku jatuh cinta padanya. Lelaki itu datang untuk pertama kalinya namun aku begitu bahagia melihatnya, meskipun aku cemburu. Wajahnya begitu tampan, alisnya tebal, kulit sawo matang dan hidung macung serta rambut yang tertata rapi-dia-seperti pria yang pernah membuatku bahagia dibalik ketidak normalanku dulu.
Lelaki muda itupun terus menatapku lembut dan aku dapat melihat binar matanya yang terus memandangiku tanpa henti.
“Wajahmu begitu teduh, entah siapakah dirimu?” tanyaku padanya.
Lelaki itu hanya sesunggukan menatapku dan berjalan mendekati dan duduk disampingku sembari memberikan sebuah buku yang nampak kusam dan sungguh indah dan berkesan bagiku. Meskipun aku sedikit lupa akan itu. Mulai kubuka buku itu, kubaca semua isi yang aku sendiri tidak terlalu mengingatnya, namun air mataku tak kuasa menetes saat aku memandang sebuah foto yang sama persis dengan lelaki muda di sampingku.
“Bukankah dia tampan?” tanya lelaki itu kepadaku.
“Iya, dia tampan dan wajahnya sama persis denganmu” ucapku sembari memandang foto dalam buku itu.
Aku hanya menangis memandang foto-pria yang mungkin telah tahu kekuranganku namun dia tetap mencintaiku sampai akhir hayatnya. Aku mengingat pria itu-dia- pria yang sempat aku benci karena dia menghilang saat aku berjuang melahirkan malaikat kecilku - sendiri - meskipun aku telah memberinya kabar.
"Nov… maaf aku egois. Aku tidak pernah datang mengunjungimu karena aku begitu kecewa padamu dan aku begitu marah saat aku membaca buku diarymu” ucap Meita
“Meita, aku mohon jangan pergi” ucapku lirih menyelanya.
“Namun aku sadar itu adalah kesalahanku. Mungkin aku yang telah membuatmu seperti ini, aku begitu egois dengan semua ini. Maaf Nov.
Tapi cintaku kepada kamu tak lebih seperti sahabat dan saudara yang tidak pernah kamu miliki” ucap Meita sembari memelukku.
Sesekali Meita memandang wajahku dan mengusap air mataku di balik keriput tuaku.
“Maaf Meita, namun sungguh akupun ingin berubah saat…” ucapku terbata saat kemudian Meita menyela pembicaraanku.
“Saat suamimu hadir dalam kehidupanmu dan saat kamu menyadari bahwa suamimu adalah pria yang tepat untukmu dan kamu tidak ingin membuatnya kecewa dengan ketidaknormalanmu?” ucap Meita melanjutkan ucapanku.
Aku hanya mampu menganggukkan kepalaku. Sebagai isyarat bahwa itu adalah kebenaran.
“Aku tidak ingin kehilangan kamu, Meita, karena kamu aku menemukan kebahagiaan itu” ucapku sekali lagi.
“Terima kasih Nov, kamu telah mencintaiku dan menjaga cinta itu, mungkin kamu terlalu sakit karena kamu menyimpan itu sendiri dan saat semua telah berganti dengan cinta tulus suamimu-Firman-namun dia meninggalkanmu untuk selamanya saat kamu berjuang melahirkan malaikat kecilmu dan sekali lagi itu karena aku. Firman mengalami kecelakaan, maaf Nov!”.
Kami saling melepas kerinduan satu sama lain. Bercengkrama seperti sedia kala saat sebelum aku menjadi depresi karena kematian -pria - suami - ayah malaikat kecilku, saat aku melahirkan malaikat kecilku. Aku terlambat menyadari jika aku mencintai -Firman- suamiku. Kupandang lekat-lekat wajah pria dalam foto itu-dia-suamiku.
“Apakah itu ayah?” tanya lelaki muda itu padaku.
Aku tertegun saat lelaki muda itu melontarkan pertanyaan padaku, aku hanya mampu menatap bingung pada Meita, namun Meita justru tersenyum bahagia dengan pertanyaan lelaki itu.
“Lihatlah Nov, anakmu kini dia telah tumbuh dewasa, cerdas seperti ayahnya dan lembut seperti kamu. Bahkan dia akan menikah dengan wanita yang sangat lembut dan mencintai dia apa adanya” ucap Meita sembari memelukku.
Aku hanya mampu menangis dalam kepiluan dan kebahagiaan, memeluk erat malaikat kecilku yang dulu aku lahirkan dengan penuh ketakutan jika dia terlahir menjadi seorang yang menyimpang dalam kepribadiannya seperti ku.
Cinta yang salah -tertutup rapat- kini telah terungkap. Dan aku hanya mampu sembunyi dibalik ketakutanku akan cinta dan kebahagian yang nyata.
Selamat menikmati ^^
CINTA YANG HILANG
Aku mampu mengingat semuanya dengan jelas saat kamu tersenyum padaku untuk pertama kalinya kita bertemu. Iya, kamu.
“Mau berdua?” tanyamu sembari tersenyum menatapku.
Aku hanya diam menatap kamu terheran dengan menyeritkan dahiku.
“Kulihat kamu tengah mencari-cari sesuatu di tasmu mungkin payung karena sesekali kamu menengadahkan tanganmu ke atas langit sembari melihat hujan” ucapmu tegas padaku.
“Iya, aku mencari payung. Sialnya aku lupa meletakkannya dalam tasku” ucapku kesal.
“Ayo pulang bersama, rumah kita searah, aku tahu di mana kamu tinggal” ajaknya seraya meyakinkanku.
Tanpa banyak bicara kamu menggenggam tanganku dan menyeretku pulang bersama. Di bawah rintihan hujan untuk pertama kalinya. Aku hanya mampu menatapmu dalam-dalam.
“Apa yang kamu lihat? Apa aku terlihat menarik dan mempesona bagimu?” ucapmu sembari tertawa.
Aku hanya mampu tersenyum tipis menahan maluku. Banyak cerita di balik hujan antara aku dan kamu. Dan sesekali gelak tawa mengiringin perjalanan kita.
“Itukan rumahmu?” tunjukmu pada sebuah rumah putih berpagar besi hitam.
“Terima kasih ya” ucapku lirih sembari menjabat tanganmu.
“Tak perlu sungkan. Besok mau berangkat bersama? Ini no telp ku hubungin aku!” sampai jumpa besok!
Di balik rintih hujan aku melihat bayangmu semakin memudar dan menghilang. Entah siapa kamu, apakah kamu adalah malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk menjagaku dari setiap lara yang aku rasakan. Hujan awal bulan Nopember menjadi saksi atas aku dan kamu dengan awal kisah kita.
****
Malam ini cuaca nampak tidak begitu cerah meskipun hujan tak kunjung datang. Langit memerah dan angin dingin berhembus begitu kencang. Di sudut ruang-tempat-aku menghabiskan waktu di balik jendela kaca untuk menantikan kehadiranmu. Sudah beberapa bulan ini, kamu tidak kunjung datang seperti hari yang sudah-sudah. Hampir setiap hari aku menunggumu dengan gelisah di balik ruang berukuran 4x3, bercat putih dengan jendela kaca berjeruji yang menghadap jalanan dimana orang berlalu lalang di sepanjang koridor. Aku jatuh sakit dan tubuhku melemah hanya untuk kamu - cinta terindahku.
Mungkin inilah isyarat itu, kamu tak ingin lagi bersamaku-menemaniku-dalam kegelapan di balik hujan.
Aku teringat di mana saat kamu memelukku erat saat aku takut akan kegelapan saat hujan dan petir menggelegar.
"Jangan takut, aku bersamamu" bisikmu
Kamu mendaratkan ciuman itu tepat di keningku.
Kita berbagi tempat tidur. Di kamat itu, kamu mendekapku semakin erat. Kami saling bertatap dan tersenyum. Aku begitu menikmati setiap hembusan nafasmu ketika kamu terlelap. Bibirmu, mata, dan alismu terlihat mempesona di balik cahaya petir hujan malam itu. Diam-diam akupun memberanikan diriku untuk mendaratkan ciuman di bibirmu saat kamu tengah terlelap.
Ah, itu sungguh membuat jantungku berdegub tidak karuan ingin kuulang lagi dan lagi bahkan aku berharap pagi tak pernah hadir dan kamu tetap di sampingku. Kamu-berbeda- dari pria maupun wanita yang aku temui, itu kamu cintaku. Aku ingin kamu menciumku bukan hanya di kening, namun juga mendaratkan ciuman itu tepat di bibirku seperti yang aku lakukan sembari menikmati dinginnya hujan dibalik selimut-berdua.
Itulah kenangan terindah yang pernah kamu torehkan dalam hidupku dan akan tetap menjadi bagian terindah yang tidak akan pernah aku lupakan selamanya!.
Aku terus menantimu, namun kamupun tak kunjung datang. Mungkin karena kamu telah mendua dan bahagia. Ah, aku rindu kamu yang dulu. Bagaimana mungkin aku mampu hidup dengan bayanganmu yang semakin memudar. Aku terus menggerutu liar dengan kecemasan di balik ruangan bercat putih ini.
****
Hari ini aku begitu gugup, aku mendapat kabar bahwa kamu akan datang hari ini. Aku mempersiapkan diriku untuk tampil lebih cantik dari biasanya bahkan aku rela menghabiskan jatah makanku dan meminum semua obat yang biasanya aku tolak saat seorang wanita berpakaian putih menyuguhkannya padaku. Itu karena kamu-kembali untukku.
Aku duduk dengan rona kebahagiaan di balik jendela kaca kamarku sembari menatap lorong jalan menunggu kedatanganmu. Seseorang berpakaian putih telah membantuku untuk berdandan cantik, aku memintannya untuk menyisir rambutku dan membiarkannya tergerai seperti kesukaanmu.
Satu, dua dan sudah lebih empat jam tapi kamu tak kunjung datang. Kutatap sekeliling taman dari balik jendelaku untuk mencari kehadiranmu. Aku mulai cemas apa mungkin kamu ingkar janji seperti yang lain?
“Ah…, tidak kamu bukan tipe pendusta seperti pria ataupun wanita kebanyakan. Aku sungguh yakin itu. Bahkan kamu yang selalu ada di sampingku saat aku mulai terjatuh” gumamku lirih.
Aku begitu gugup dan kecemasanku memuncak, itu karena kamu tidak kunjung hadir dihadapanku. Aku hanya mampu memandang pilu semua yang ada di sekitarku.
“Nyonya…, ayo makan dulu setelah itu minum obatnya” ucap wanita berbaju putih sembari menyodorkan sesuap nasi dihadapanku.
“Tidak…! Aku ingin dia yang menyuapiku. Pergi kamu!” ucapku marah.
“Tapi… anda harus minum obatnya dulu jika tidak orang yang anda tunggu tidak akan segera datang” bujuknya sekali lagi.
“Kamu bohong, semua pembohong!” teriak ku sembari melempar semua yang ada di depanku kuat-kuat.
“Aku ingin cintaku hadir disini! Bukan kamu! pergi!” teriakku sekali lagi mengusir perempuan berbaju putih dari kamarku.
Aku mulai merintih sakit di atas kasur putihku sendiri aku menangis sejadi-jadinya tidak lagi memperdulikan apapun yang ada di sekitarku.
Isak tangisku mulai terhenti seketika, saat suara pintu kamarku mulai terbuka. Satu, dua, tiga derap langkah kaki mulai semakin mendekat pada tubuh tua ku. Seketika itu pelukan hangat mendarat di balik punggungku. Sosok itu mulai mendekap erat tubuhku dan mulai ikut larut menangis bersamaku.
“Jangan menangis…aku mohon jangan menangis” bisiknya padaku dari belakang tubuhku.
Aku dapat mengenali suara itu-cintaku- suara yang pernah mengisi kekosangan hidupku. Dengan aroma khas parfum saat dia memelukku erat ketika aku takut akan gelap, aroma parfum saat dia mencim keningku dan saat aku diam-diam mencium bibirnya saat kami berbagi tempat tidur. Dia terus memelukku erat dan dan terisak. Dia-cintaku- terus berbisik ucapan maaf kepadaku.
“Nov…, maaf aku baru datang setelah sekian lama”
Suara cintaku-dia-memanggil namaku setelah lama dia tidak pernah hadir. Kupalingkan tubuhku, senyumku mulai mengembang saat aku mulai menatap cintaku datang bersama lelaki muda.
“Meita…” ucapku bahagia saat melihatnya hadir.
Wajahmu bagiku tetap mempesona seperti saat kita bertemu pertama kali meskipun kini keriput tua telah menghiasi sekitar matamu dan kamu tidak lagi berpenampilan tomboy seperti pria, kamu nampak ayu dan keibuan dengan rambut yang mulai memutih. Kamu tersenyum melihatku.
“Siapa pria itu Meita?” tanyaku bimbang. “Aku sudah mampu mengenalmu lagi namun tidak dengan lelaki muda itu” tanya ku sekali lagi.
Aku tak dapat mengingat siapakah lelaki itu, aku hanya terdiam dan jantungku berdegub kencang seakan aku jatuh cinta padanya. Lelaki itu datang untuk pertama kalinya namun aku begitu bahagia melihatnya, meskipun aku cemburu. Wajahnya begitu tampan, alisnya tebal, kulit sawo matang dan hidung macung serta rambut yang tertata rapi-dia-seperti pria yang pernah membuatku bahagia dibalik ketidak normalanku dulu.
Lelaki muda itupun terus menatapku lembut dan aku dapat melihat binar matanya yang terus memandangiku tanpa henti.
“Wajahmu begitu teduh, entah siapakah dirimu?” tanyaku padanya.
Lelaki itu hanya sesunggukan menatapku dan berjalan mendekati dan duduk disampingku sembari memberikan sebuah buku yang nampak kusam dan sungguh indah dan berkesan bagiku. Meskipun aku sedikit lupa akan itu. Mulai kubuka buku itu, kubaca semua isi yang aku sendiri tidak terlalu mengingatnya, namun air mataku tak kuasa menetes saat aku memandang sebuah foto yang sama persis dengan lelaki muda di sampingku.
“Bukankah dia tampan?” tanya lelaki itu kepadaku.
“Iya, dia tampan dan wajahnya sama persis denganmu” ucapku sembari memandang foto dalam buku itu.
Aku hanya menangis memandang foto-pria yang mungkin telah tahu kekuranganku namun dia tetap mencintaiku sampai akhir hayatnya. Aku mengingat pria itu-dia- pria yang sempat aku benci karena dia menghilang saat aku berjuang melahirkan malaikat kecilku - sendiri - meskipun aku telah memberinya kabar.
"Nov… maaf aku egois. Aku tidak pernah datang mengunjungimu karena aku begitu kecewa padamu dan aku begitu marah saat aku membaca buku diarymu” ucap Meita
“Meita, aku mohon jangan pergi” ucapku lirih menyelanya.
“Namun aku sadar itu adalah kesalahanku. Mungkin aku yang telah membuatmu seperti ini, aku begitu egois dengan semua ini. Maaf Nov.
Tapi cintaku kepada kamu tak lebih seperti sahabat dan saudara yang tidak pernah kamu miliki” ucap Meita sembari memelukku.
Sesekali Meita memandang wajahku dan mengusap air mataku di balik keriput tuaku.
“Maaf Meita, namun sungguh akupun ingin berubah saat…” ucapku terbata saat kemudian Meita menyela pembicaraanku.
“Saat suamimu hadir dalam kehidupanmu dan saat kamu menyadari bahwa suamimu adalah pria yang tepat untukmu dan kamu tidak ingin membuatnya kecewa dengan ketidaknormalanmu?” ucap Meita melanjutkan ucapanku.
Aku hanya mampu menganggukkan kepalaku. Sebagai isyarat bahwa itu adalah kebenaran.
“Aku tidak ingin kehilangan kamu, Meita, karena kamu aku menemukan kebahagiaan itu” ucapku sekali lagi.
“Terima kasih Nov, kamu telah mencintaiku dan menjaga cinta itu, mungkin kamu terlalu sakit karena kamu menyimpan itu sendiri dan saat semua telah berganti dengan cinta tulus suamimu-Firman-namun dia meninggalkanmu untuk selamanya saat kamu berjuang melahirkan malaikat kecilmu dan sekali lagi itu karena aku. Firman mengalami kecelakaan, maaf Nov!”.
Kami saling melepas kerinduan satu sama lain. Bercengkrama seperti sedia kala saat sebelum aku menjadi depresi karena kematian -pria - suami - ayah malaikat kecilku, saat aku melahirkan malaikat kecilku. Aku terlambat menyadari jika aku mencintai -Firman- suamiku. Kupandang lekat-lekat wajah pria dalam foto itu-dia-suamiku.
“Apakah itu ayah?” tanya lelaki muda itu padaku.
Aku tertegun saat lelaki muda itu melontarkan pertanyaan padaku, aku hanya mampu menatap bingung pada Meita, namun Meita justru tersenyum bahagia dengan pertanyaan lelaki itu.
“Lihatlah Nov, anakmu kini dia telah tumbuh dewasa, cerdas seperti ayahnya dan lembut seperti kamu. Bahkan dia akan menikah dengan wanita yang sangat lembut dan mencintai dia apa adanya” ucap Meita sembari memelukku.
Aku hanya mampu menangis dalam kepiluan dan kebahagiaan, memeluk erat malaikat kecilku yang dulu aku lahirkan dengan penuh ketakutan jika dia terlahir menjadi seorang yang menyimpang dalam kepribadiannya seperti ku.
Cinta yang salah -tertutup rapat- kini telah terungkap. Dan aku hanya mampu sembunyi dibalik ketakutanku akan cinta dan kebahagian yang nyata.
Tamat
Diubah oleh tisatun 21-12-2017 14:14


anasabila memberi reputasi
1
1.9K
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan