- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kisah Christmas Truce 1914


TS
ariswidyap
Kisah Christmas Truce 1914

Quote:
SEKILAS TENTANG PERANG DUNIA I
Perang Dunia Pertama adalah salah satu perang paling berdarah dalam sejarah umat manusia. Dilatarbelakangi oleh terbunuhnya pewaris tahta Austro-Hongaria, Adipati Agung Franz Ferdinand oleh seorang pelajar Serbia Bosnia, perang ini memakan korban sebanyak 9 juta prajurit dari berbagai pihak, belum lagi prajurit yang mengalami luka fisik maupun psikis.
Perang yang berlangsung selama empat tahun ini (1914-1918) terkenal dengan julukan Perang Parit. Istilah ini diambil dari taktik “kuno” menggali parit sebagai tempat perlindungan serta basis pertahanan militer. Daerah diantara dua parit inilah yang lebih dikenal dengan No Man’s Land atau Tanah tak Bertuan. Di daerah ini kita bisa menemukan puluhan mayat beku, ratusan pohon mati dan cekungan-cekungan bekas mortar dan artileri berat. Sebagaimana perang biasanya, Perang Dunia Pertama ini juga sarat akan kepentingan politik dari berbagai pihak. Blok Sekutu dengan anggotanya (Prancis, Rusia dan Britania Raya) berduel dengan Blok Sentral dengan personelnya (Jerman, Austro-Hungaria dan Italia). Bumbu-bumbu intrik di kalangan pemimpin negara ini sudah sangat banyak, bahkan sebelum perang dimulai. Walaupun seperti biasa, para tentara di medan perang-lah yang sebenarnya menjadi korban dari keserakahan dan keegoisan kalangan elit militer.
Pertempuran parit yang statis dan menjenuhkan serta berada dekat dengan musuh menyebab banyak orang ingin tahu tentang orang-orang yang mereka hadapi dalam perang. Saking dekatnya parit tentara Inggris dan parit tentara Jerman, gerak-gerik masing-masing dapat didengar serta dapat dilihat. Sesekali ada teriakan saling menyahut ataupun menghina antara dua pasukan yang bertempur. pertempuran tempat Brewer bertempur disebut Western Front, sebuah garis imajiner yang membentang dari pantai Utara Prancis, melewati perbatasan Perancis-Belgia (Belgia saat itu sudah dikuasai Jerman), hingga perbatasan Perancis-Jerman.
Sepanjang garis ini, pasukan Sekutu dan pasukan Jerman menggali parit-parit perlindungan yang membentang di kubu masing-masing. Parit dari kedua kubu tersebut diisi oleh infanteri, dijaga ketat dengan senapan mesin, dan didukung oleh mortal dan artileri di belakangnya.
Di salah satu bagian parit tersebutlah Brewer bertugas. Ia kecewa karena tidak bisa merayakan natal di rumahnya. Padahal ketika Inggris mendeklarasikan perang pada Jerman dan secara resmi ikut serta dalam Perang Dunia pada Agustus 1914, banyak yang memprediksi perang akan usai sebelum natal. Hal ini membuat banyak orang bernafas lega, harapannya para tentara bisa pulang ke negaranya masing-masing dengan damai.
Perang Dunia Pertama adalah salah satu perang paling berdarah dalam sejarah umat manusia. Dilatarbelakangi oleh terbunuhnya pewaris tahta Austro-Hongaria, Adipati Agung Franz Ferdinand oleh seorang pelajar Serbia Bosnia, perang ini memakan korban sebanyak 9 juta prajurit dari berbagai pihak, belum lagi prajurit yang mengalami luka fisik maupun psikis.
Perang yang berlangsung selama empat tahun ini (1914-1918) terkenal dengan julukan Perang Parit. Istilah ini diambil dari taktik “kuno” menggali parit sebagai tempat perlindungan serta basis pertahanan militer. Daerah diantara dua parit inilah yang lebih dikenal dengan No Man’s Land atau Tanah tak Bertuan. Di daerah ini kita bisa menemukan puluhan mayat beku, ratusan pohon mati dan cekungan-cekungan bekas mortar dan artileri berat. Sebagaimana perang biasanya, Perang Dunia Pertama ini juga sarat akan kepentingan politik dari berbagai pihak. Blok Sekutu dengan anggotanya (Prancis, Rusia dan Britania Raya) berduel dengan Blok Sentral dengan personelnya (Jerman, Austro-Hungaria dan Italia). Bumbu-bumbu intrik di kalangan pemimpin negara ini sudah sangat banyak, bahkan sebelum perang dimulai. Walaupun seperti biasa, para tentara di medan perang-lah yang sebenarnya menjadi korban dari keserakahan dan keegoisan kalangan elit militer.
Pertempuran parit yang statis dan menjenuhkan serta berada dekat dengan musuh menyebab banyak orang ingin tahu tentang orang-orang yang mereka hadapi dalam perang. Saking dekatnya parit tentara Inggris dan parit tentara Jerman, gerak-gerik masing-masing dapat didengar serta dapat dilihat. Sesekali ada teriakan saling menyahut ataupun menghina antara dua pasukan yang bertempur. pertempuran tempat Brewer bertempur disebut Western Front, sebuah garis imajiner yang membentang dari pantai Utara Prancis, melewati perbatasan Perancis-Belgia (Belgia saat itu sudah dikuasai Jerman), hingga perbatasan Perancis-Jerman.
Sepanjang garis ini, pasukan Sekutu dan pasukan Jerman menggali parit-parit perlindungan yang membentang di kubu masing-masing. Parit dari kedua kubu tersebut diisi oleh infanteri, dijaga ketat dengan senapan mesin, dan didukung oleh mortal dan artileri di belakangnya.
Di salah satu bagian parit tersebutlah Brewer bertugas. Ia kecewa karena tidak bisa merayakan natal di rumahnya. Padahal ketika Inggris mendeklarasikan perang pada Jerman dan secara resmi ikut serta dalam Perang Dunia pada Agustus 1914, banyak yang memprediksi perang akan usai sebelum natal. Hal ini membuat banyak orang bernafas lega, harapannya para tentara bisa pulang ke negaranya masing-masing dengan damai.
Quote:
TERJADINYA CHRISTMAS TRUCE 1914 / GENCATAN SENJATA 1914
Pada tanggal 7 Desember 1914, Paus Benediktus XV mengusulkan kepada negara-negara yang berperang melakukan gencatan senjata sementara untuk perayaan Natal yang semakin dekat. Akan tetapi, negara-negara yang berperang menolak untuk mendeklarasikan gencatan senjata secara resmi, beberapa meremehkan seruan tersebut dan hanya Austria-Hongaria yang memandang serius seruan tersebut tapi kemudian tetap tidak melakukannya. Namun, tampaknya seruan Paus Benediktus XV tersebut terdengar sampai ke telinga tentara-tentara yang bertempur di No-Man’s Land.
Pada tanggal 20 Desember 1914, terjadi gencatan senjata lokal di front pertempuran Brigade ke-22 Inggris. Kedua pasukan sama-sama keluar menolong tentara masing-masing yang terluka di tengah Tanah Tak Bertuan. Meskipun begitu, ada beberapa kontak senjata yang menewaskan tentara kedua belah pihak.
Pada tanggal 23 Desember 1914, tentara Jerman, Karl Aldag, melaporkan bahwa kedua pihak saling mendengar nyanyian himne Natal di masing-masing parit. Tentara Jerman datang ke garis depan membawa pohon-pohon Natal dan menempatkannya di sisi parit yang sedang bergejolak. Terjadi gencatan senjata lokal di front pertempuran Brigade ke-23 Inggris.
Pada 24 Desember 1914, di sebuah front pertempuran di daerah Bavaria, Jerman, berhadapan pasukan Jerman dan Inggris. Siang harinya mereka masih saling menembak dan berakibat jatuhnya korban di kedua pihak. Tetapi saat suasana hening di malam Natal itu, terdengar nyanyian lagu-lagu natal yang dinyanyikan oleh pasukan Jerman dalam bahasa mereka. Tentara Inggris lalu ikut menyanyikan “Christmas carol”. Tentu lagu Stille Nacht Heilige Nacht, Silent Night Holy Night atau “Malam Kudus Sunyi Senyap” menjadi nyanyian utama. Jadilah dua pasukan bermusuhan itu menyanyi bersama lagu-lagu Natal sampai larut malam. Suara tembakan di siang hari telah digantikan oleh lagu-lagu Natal yang menyenangkan, menenangkan dan mendamaikan kedua pasukan yang berseteru itu. Nyata bahwa semangat Natal mampu mengalahkan gelora perang, bahkan perang dunia yang dahsyat itu.
Ketika fajar menyingsing, 25 Desember 1914, hal luar biasa kembali terjadi. Di beberapa daerah sepanjang 500 mil garis Western Front, pasukan Jerman dan Sekutu secara sporadis bangkit menampakan diri dari parit mereka. Pasukan Jerman yang lebih dulu memulai, mereka melambaikan tangan ke arah kubu Sekutu. Diikuti pula oleh Sekutu yang juga melambaikan tangannya. Sontak, keduanya pun keluar dari parit masing-masing dan bertemu di area tengah antar kedua parit.
Di antara parit Jerman dan Parit Sekutu terdapatlah wilayah yang disebut No Man’s Land, secara kasar bisa diartikan “Tanah tak Bertuan.” Istilah ini merujuk pada area dimana kedua kubu yang berkonflik bertemu melakukan pertempuran.

No Man’s Land adalah panggung berdarah yang menjadi titik pertempuran pasukan Sekutu dan Jerman, sehingga wajar saja daerah ini dipenuhi mayat yang membeku, pohon-pohon hancur, dan kawah-kawah di tanah yang menganga karena ledakan bom mortar dan artileri. Namun pagi itu, No Man’s Land menjadi daerah penuh perdamaian.
Secara canggung, tentara Sekutu dan tentara Jerman berjalan mendekat dan mulai bersalaman. Dengan fasih tentara Jerman bisa menyapa dan mengucapkan selamat hari Natal dalam bahasa Inggris, karena ternyata banyak orang Jerman yang pernah lama bekerja di tanah Inggris. Setelah bersalaman, kedua pihak pun mulai bertukar hadiah, seperti cokelat, rokok, bir, dan sosis panggang.
Kopral Tentara Inggris, John Ferguson, ingat betul atas kejadian unik yang ia alami pagi itu.
Mereka bertegur sapa, bertukar hadiah dan kebahagiaan Natal. Hal serupa menyebar ke front pertempuran di wilayah lain. Momen ini didokumentasikan dalam surat dan catatan harian para prajurit di lapangan.
tulis Kapten A.D. Charter dari batalyon Gordon Highlanders dalam surat-suratnya yang dipublikasikan Royal Mail, jasa pos nasional Britania Raya
Pemandangan ini sangat menakjubkan, juga aneh. Para opsir Inggris merasakan hal yang sama tentang ini. Natal, momen perayaan rasa cinta dan kasih sayang, mampu membuat musuh bebuyutan menjadi kawan untuk sementara, dalam catatan harian yang dipublikasikan pada tahun 1999.
Momen perdamaian tersebut dimanfaatkan oleh kedua kubu untuk mengevakuasi mayat rekan-rekan mereka dan menguburkannya secara layak di belakang garis pertempuran. Tentara dari kedua kubu juga saling curhat tentang kesedihan selama perang. Bahkan di beberapa lokasi, daerah angker No Man’s Land yang tadinya dipenuhi mayat dan bekas-bekas pengeboman itu malah menjadi ceria ketika para tentara mengadakan pertandingan sepak bolaPrajurit-prajurit Inggris membawa bola sepak dari parit mereka, dan tak lama pertandingan seru terjadi.

ujar Johannes Niemann, seorang Letnan Tentara Jerman, “dengan cepat kami membentuk tim, dan tim Jerman mengalahkan Inggris 3-2.”
Kisah menarik juga datang dari Frank Richard, salah seorang tentara Inggris. Ia bercerita, pernah ada sekelompok tentara Jerman yang membawa satu tong besar bir ke markas parit kubu Sekutu. Tong bir tersebut mungkin dirampas dari tempat penyulingan bir di sebuah desa terdekat. Dengan bersahabat, kedua kubu pun mengangkat gelas dan berdoa demi kesehatan masing-masing. Dengan bercanda, kedua kubu, Inggris dan Jerman, sama-sama sepakat bahwa bir Perancis memang tidak enak.
Namun tidak semua prajurit dan opsir mendukung gencatan senjata Natal karena dianggap sebagai bentuk simpati terhadap musuh. Salah satu penentang ialah Adolf Hitler, yang saat itu berpangkat korporal di Divisi Ke-16 Bavarians.

kata Hitler, seperti dikutip Jim Murphy dalam Truce: The Day the Soldiers Stopped Fighting.
Pada tanggal 7 Desember 1914, Paus Benediktus XV mengusulkan kepada negara-negara yang berperang melakukan gencatan senjata sementara untuk perayaan Natal yang semakin dekat. Akan tetapi, negara-negara yang berperang menolak untuk mendeklarasikan gencatan senjata secara resmi, beberapa meremehkan seruan tersebut dan hanya Austria-Hongaria yang memandang serius seruan tersebut tapi kemudian tetap tidak melakukannya. Namun, tampaknya seruan Paus Benediktus XV tersebut terdengar sampai ke telinga tentara-tentara yang bertempur di No-Man’s Land.
Pada tanggal 20 Desember 1914, terjadi gencatan senjata lokal di front pertempuran Brigade ke-22 Inggris. Kedua pasukan sama-sama keluar menolong tentara masing-masing yang terluka di tengah Tanah Tak Bertuan. Meskipun begitu, ada beberapa kontak senjata yang menewaskan tentara kedua belah pihak.
Pada tanggal 23 Desember 1914, tentara Jerman, Karl Aldag, melaporkan bahwa kedua pihak saling mendengar nyanyian himne Natal di masing-masing parit. Tentara Jerman datang ke garis depan membawa pohon-pohon Natal dan menempatkannya di sisi parit yang sedang bergejolak. Terjadi gencatan senjata lokal di front pertempuran Brigade ke-23 Inggris.
Pada 24 Desember 1914, di sebuah front pertempuran di daerah Bavaria, Jerman, berhadapan pasukan Jerman dan Inggris. Siang harinya mereka masih saling menembak dan berakibat jatuhnya korban di kedua pihak. Tetapi saat suasana hening di malam Natal itu, terdengar nyanyian lagu-lagu natal yang dinyanyikan oleh pasukan Jerman dalam bahasa mereka. Tentara Inggris lalu ikut menyanyikan “Christmas carol”. Tentu lagu Stille Nacht Heilige Nacht, Silent Night Holy Night atau “Malam Kudus Sunyi Senyap” menjadi nyanyian utama. Jadilah dua pasukan bermusuhan itu menyanyi bersama lagu-lagu Natal sampai larut malam. Suara tembakan di siang hari telah digantikan oleh lagu-lagu Natal yang menyenangkan, menenangkan dan mendamaikan kedua pasukan yang berseteru itu. Nyata bahwa semangat Natal mampu mengalahkan gelora perang, bahkan perang dunia yang dahsyat itu.
Ketika fajar menyingsing, 25 Desember 1914, hal luar biasa kembali terjadi. Di beberapa daerah sepanjang 500 mil garis Western Front, pasukan Jerman dan Sekutu secara sporadis bangkit menampakan diri dari parit mereka. Pasukan Jerman yang lebih dulu memulai, mereka melambaikan tangan ke arah kubu Sekutu. Diikuti pula oleh Sekutu yang juga melambaikan tangannya. Sontak, keduanya pun keluar dari parit masing-masing dan bertemu di area tengah antar kedua parit.
Di antara parit Jerman dan Parit Sekutu terdapatlah wilayah yang disebut No Man’s Land, secara kasar bisa diartikan “Tanah tak Bertuan.” Istilah ini merujuk pada area dimana kedua kubu yang berkonflik bertemu melakukan pertempuran.

No Man’s Land adalah panggung berdarah yang menjadi titik pertempuran pasukan Sekutu dan Jerman, sehingga wajar saja daerah ini dipenuhi mayat yang membeku, pohon-pohon hancur, dan kawah-kawah di tanah yang menganga karena ledakan bom mortar dan artileri. Namun pagi itu, No Man’s Land menjadi daerah penuh perdamaian.
Secara canggung, tentara Sekutu dan tentara Jerman berjalan mendekat dan mulai bersalaman. Dengan fasih tentara Jerman bisa menyapa dan mengucapkan selamat hari Natal dalam bahasa Inggris, karena ternyata banyak orang Jerman yang pernah lama bekerja di tanah Inggris. Setelah bersalaman, kedua pihak pun mulai bertukar hadiah, seperti cokelat, rokok, bir, dan sosis panggang.
Kopral Tentara Inggris, John Ferguson, ingat betul atas kejadian unik yang ia alami pagi itu.
Quote:
“Kami bersalaman, mengucapkan selamat natal, dan berbincang-bincang seolah kami sudah saling mengenal selama bertahun-tahun,” ujarnya. “Di sini kami ngobrol dan tertawa bersama orang-orang yang beberapa jam yang lalu berusaha kami bunuh!. Tidak ada rasa benci sedikit pun dari kedua belah pihak. Dari pihak kami, tidak pula muncul keinginan untuk bertempur. Gencatan senjata Natal ini seperti jeda ronde sebuah pertarungan tinju yang bersahabat,”
Mereka bertegur sapa, bertukar hadiah dan kebahagiaan Natal. Hal serupa menyebar ke front pertempuran di wilayah lain. Momen ini didokumentasikan dalam surat dan catatan harian para prajurit di lapangan.
Quote:
“Kami saling bertukar rokok, tanda tangan, dan beberapa orang bahkan berfoto bersama. Saya tidak tahu sampai kapan hal tersebut berlangsung, tapi sampai esok harinya kami tidak mendengar letusan tembakan sedikit pun,” “Kami bahkan mengadakan gencatan senjata kembali untuk merayakan Tahun Baru, yang digunakan para prajurit Jerman untuk melihat hasil cetakan foto yang kami ambil sebelumnya!” tambah Charter.
tulis Kapten A.D. Charter dari batalyon Gordon Highlanders dalam surat-suratnya yang dipublikasikan Royal Mail, jasa pos nasional Britania Raya
Pemandangan ini sangat menakjubkan, juga aneh. Para opsir Inggris merasakan hal yang sama tentang ini. Natal, momen perayaan rasa cinta dan kasih sayang, mampu membuat musuh bebuyutan menjadi kawan untuk sementara, dalam catatan harian yang dipublikasikan pada tahun 1999.
Momen perdamaian tersebut dimanfaatkan oleh kedua kubu untuk mengevakuasi mayat rekan-rekan mereka dan menguburkannya secara layak di belakang garis pertempuran. Tentara dari kedua kubu juga saling curhat tentang kesedihan selama perang. Bahkan di beberapa lokasi, daerah angker No Man’s Land yang tadinya dipenuhi mayat dan bekas-bekas pengeboman itu malah menjadi ceria ketika para tentara mengadakan pertandingan sepak bolaPrajurit-prajurit Inggris membawa bola sepak dari parit mereka, dan tak lama pertandingan seru terjadi.

Quote:
“Kami menandai tiang gawang dengan helm,”
ujar Johannes Niemann, seorang Letnan Tentara Jerman, “dengan cepat kami membentuk tim, dan tim Jerman mengalahkan Inggris 3-2.”
Kisah menarik juga datang dari Frank Richard, salah seorang tentara Inggris. Ia bercerita, pernah ada sekelompok tentara Jerman yang membawa satu tong besar bir ke markas parit kubu Sekutu. Tong bir tersebut mungkin dirampas dari tempat penyulingan bir di sebuah desa terdekat. Dengan bersahabat, kedua kubu pun mengangkat gelas dan berdoa demi kesehatan masing-masing. Dengan bercanda, kedua kubu, Inggris dan Jerman, sama-sama sepakat bahwa bir Perancis memang tidak enak.
Namun tidak semua prajurit dan opsir mendukung gencatan senjata Natal karena dianggap sebagai bentuk simpati terhadap musuh. Salah satu penentang ialah Adolf Hitler, yang saat itu berpangkat korporal di Divisi Ke-16 Bavarians.

Quote:
“Hal tersebut tidak seharusnya terjadi di masa perang. Apa kalian orang-orang Jerman sudah tidak punya rasa hormat sama sekali?”
kata Hitler, seperti dikutip Jim Murphy dalam Truce: The Day the Soldiers Stopped Fighting.
Gencatan senjata tidak lagi terjadi di Natal tahun berikutnya. Perang yang makin keras, seperti dimulainya penggunaan gas beracun 1915 dan brutalnya Pertempuran Somme dan Pertempuran Verdun (1916 M), menghilangkan rasa simpati antarprajurit. Sembilan juta prajurit dan tujuh juta rakyat sipil tewas di akhir perang; menjadikan Perang Dunia I sebagai salah satu konflik paling mematikan dalam sejarah manusia.
1
18.6K
Kutip
75
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan