Kaskus

Entertainment

venture.ninjaAvatar border
TS
venture.ninja
Seksisme di Esports – Apakah Perempuan Bisa Sukses Berkarir Sebagai Pro Gamer?
Pada tahun 2014 lalu, berita dari stasiun TV kabel Korea Selatan OGN yang mengumumkan akan membuat liga khusus untuk wanita telah menimbulkan banyak kontroversi di internet. Kalangan gamer membutuhkan perspektif yang lebih realistis mengenai isu seksisme di esports dan game pada umumnya.

Tulisan ini akan membahas beberapa poin penting:

Ucapan yang bernuansa seksis ataupun lelucon yang mengandung unsur misoginis sudah sering kita dengar dan akhirnya kita menjadi terbiasa dan memaklumi hal itu. Di sisi lain, orang-orang juga sudah mulai memiliki tingkat pemahaman yang lebih baik di isu kesetaraan gender. Paling tidak, jangan berpikir bahwa komunitas Twitch chat sudah bebas dari ekspresi-ekspresi seksis terutama ketika Sjokz sedang on air.

Analogi atlet: "perempuan menghadapi keadaan yang sama seperti laki-laki ketika berada dalam atmosfer permainan pro." Pada dunia olahraga sesungguhnya, wanita sering terlihat memiliki kekurangan kekuatan fisik bila dibandingkan dengan pria, namun hal ini bukanlah menjadi sebuah faktor dalam pertandingan eSports dan tidak seharusnya menjadi justifikasi agar perempuan dapat bersaing di level yang sama dengan laki-laki. Hal ini justru menghindari masalah yang sesungguhnya.
Team Siren merasakan dampak dari fenomena seksisme yang terjadi di kalangan pro gamer tahun lalu. Terlepas dari bagaimana tim yang hanya terdiri dari personil perempuan itu diperkenalkan kepada publik, level permainan mereka, petikan mereka atau opini publik, keruntuhan tim tersebut mengubah bagaimana komunitas ini memandang perempuan dalam industri pro gaming.



Team Siren benar-benar menghadapi masalah yang sebenarnya, yaitu bagaimana wanita dilihat dan diperlakukan oleh masyarakat, oleh sponsor dan oleh tim yang sudah terpandang. Sebagian besar tim di LCS (League of Legends Championship Series) memiliki kebijakan tanpa perempuan karena mereka merasa akan menciptakan lebih banyak perselisihan daripada manfaatnya untuk memiliki satu atau dua orang perempuan yang tinggal dan bermain bersama dengan anggota tim lainnya.

Mengapa Perempuan Harus Berjuang di Esports?

Pro gamer perempuan membutuhkan kulit yang lebih tebal dan kemampuan untuk bertahan dari siksaan psikologis pada tingkat yang berbeda dengan laki-laki. Dengan adanya pemberian label bahwa perempuan tidak mampu bersaing dengan laki-laki, publik sudah membuat dua asumsi yang salah:

Perempuan tidak memiliki skill yang sebanding dengan laki-laki dalam video games

Poin pertama jelas dapat diabaikan. Tidak ada penelitian yang bisa menunjukkan bahwa perempuan adalah individu yang lebih lemah daripada laki-laki. Mungkin ada yang bisa menggunakan argumen bahwa ada lebih banyak pria daripada wanita dalam pro gaming, akan tetapi, itu hanyalah seksisme yang berlebihan dan sama sekali tidak berhubungan dengan kemampuan atau keterampilan. Salah seorang pemain StarCraft II, Scarlett, telah diakui sebagai salah satu pemain terkuat untuk saat ini, yang secara konsisten telah mengalahkan lawan peringkat atas. Dan dia adalah seorang ‘gamer girl’.

Mari kita telusuri dari mana mitos ini berasal. Faktanya adalah bahwa hanya ada sedikit perempuan yang bersaing dalam dunia gaming daripada laki-laki. Akibatnya, lebih sedikit peluang untuk memiliki figur pemain perempuan yang cukup terampil untuk mencapai puncak, hanya karena kecilnya kelompok female gamer. Tim pro merasa tidak nyaman memiliki perempuan di tim dan manajer secara aktif mencari cara untuk tidak memiliki perempuan di antara pemainnya. Perempuan menjadi sasaran yang lebih mudah terhadap ucapan-ucapan kasar dan ofensif.

Apakah benar bahwa perempuan memang ditakdirkan untuk tidak sekompetitif laki-laki? Jelas tidak. Ini terjadi akibat peristiwa framing yang terus terjadi dan juga karena anggota masyarakat yang turut mengasingkan mereka dan bersikap tidak dewasa.

Meskipun tidak semua orang seperti itu, saya meminta maaf kepada para pembaca yang pro kesetaraan gender. Di sisi lain, sudah bukan rahasia lagi bahwa banyak orang yang bertindak berdasarkan asumsi ini tanpa ada sedikut pun rasa penyesalan. Korelasi tidaklah sama dengan sebab akibat.

Mereka (perempuan) hanya menggunakan citra mereka untuk mendapatkan popularitas

Poin kedua mengandung beberapa unsur kebenaran. Permasalahan di sini adalah terkadang citra tersebut berada dalam konteks yang salah untuk beberapa kasus, dan tidak berarti semua perempuan harus dipandang sebagai pencari perhatian. Ini sangat menyakitkan bagi streamer perempuan untuk menghadapi tuduhan ini. Mereka bahkan tidak menggunakan paras mereka untuk mendukung diri mereka sendiri. Faktanya adalah, gamer laki-lakilah yang justru menganggap perempuan menggunakan tampangnya untuk mendapatkan popularitas di kalangan gamer. Ini adalah argumen terkuat untuk isu seksisme dalam dunia gaming, bahkan mereka yang berusaha untuk membela penghinaan ini juga sering kalah karena kurangnya aplikasi dari lawan argumen tersebut.

Ini adalah masalah yang harus diselesaikan dengan sendirinya - jika seorang perempuan menggunakan penampilannya untuk mempromosikan dirinya sendiri, maka dia telah merendahkan dirinya sendiri di mata para viewer dan berhak mendapatkan liputan buruk yang. Sebaliknya, perempuan yang bekerja keras untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pro gaming dan telah menunjukkan bahwa mereka dapat bersaing pada tingkat keterampilan yang sama dengan laki-laki, jelas layak mendapat pengakuan. Sayangnya, dalam kebanyakan kasus, mereka justru duluan mendapat stereotip sebelum dapat membuktikan diri.

Streamer Perempuan

Satu aspek yang kontroversial agar perempuan dapat dihormati oleh komunitas gamer, adalah karena streaming sejalan dengan konsep ‘penjualan image’, yang secara alami memang disukai oleh kaum perempuan. Penonton dari streamer perempuan yang berada di luar kendali si streamer, sebagian besar terdiri dari viewer laki-laki yang sering membelanya, tetapi untuk alasan yang salah.

Mereka adalah kebalikan dari kaum seksis yang menghina gamer perempuan hanya karena jenis kelamin mereka. Kelompok laki-laki ini membela mereka atas dasar fantasi atau kasih sayang seksual dan kelompok ini juga sadar bahwa tidak ada gunanya memutarbalikkan kebenaran. Sehingga ini menjadi motif utama mereka untuk bersikap baik terhadap gamer perempuan.

Jangan tertipu - perilaku ini sama tidak pantasnya dengan misoginis. Fenomena ini mengidolakan perempuan menggunakan atribut yang sama yang dipakai untuk mencegah mereka dihormati oleh publik, yaitu daya tarik seks dan ekspresi gender. Kelompok perempuan yang merasa diuntungkan dari fenomena ini justru melukai citra diri mereka sendiri beserta citra perempuan lainnya yang ingin menjadi populer dengan kemampuan mereka. Demikian juga untuk laki-laki yang membiarkan/mengizinkan gamer perempuan tersebut untuk dieksploitasi, mereka juga melakukan kesalahan yang sama besarnya. Hal yang sama juga berlaku untuk beberapa orang munafik yang menghina gamer perempuan dengan dasar menjual penampilan, akan tetapi mereka sesungguhnya juga mencari perhatian dari kalangan gamer perempuan.

Apakah komunitas esports dapat mengesampingkan perihal gender dari pandangannya terhadap seorang pemain?

Mungkin saja bisa, dan ini membutuhkan edukasi seperti ...

Apa untungnya menghapus seksisme?

Semua alasan kompleks mengapa seksisme begitu umum dalam dunia gaming dapat disimpulkan secara sederhana, yaitu gamer perempuan tidak dianggap serius. Karena komunitas esports didominasi oleh laki-laki, perempuan yang menonjol dianggap sebagai pengecualian dari ‘peraturan’ yang ada, dan mereka hanya memiliki opsi untuk menyembunyikan gender mereka atau mengungkapkannya secara terbuka.

Pada skenario pertama, seorang gamer perempuan takut untuk mengungkapkan siapa dirinya, karena dia mengerti akibat dan reaksi yang berpotensi untuk terjadi. Ejekan yang ditargetkan pada gamer perempuan jarang sekali berkonteks pada cara mereka bermain; kebanyakan hanya pada penyalahgunaan isu gender. Komunitas laki-laki memperlakukan perempuan seperti orang asing dan itulah sebabnya begitu banyak gamer perempuan yang bersembunyi di balik avatar laki-laki dan nick - mereka tidak ingin menjadi bersalah hanya karena menjadi dirinya sendiri.

Apakah masalahnya selesai jika mereka berpura-pura menjadi laki-laki dan kita tidak perlu peduli dengan masalah mereka?

Salah! Menyembunyikan identitas tidak akan menyelesaikan apapun. Itu hanyalah sebuah langkah putus asa. Hal ini justru memperbesar permasalahan ekspresi gender gamer perempuan.

Kebanyakan perempuan memilih untuk melupakan apa gender mereka saat bermain online game. Hal ini sungguh menyakitkan bagi mereka yang tidak menginginkan identitas gender mereka ditekuk oleh seksisme yang tidak masuk akal dari kalangan mayoritas. Ketika seorang gamer perempuan secara terbuka menyatakan bahwa dia adalah perempuan, dia dianggap sedang mencari perhatian. Jika dia tidak membuka diri,sesungguhnya dia sedang menekankan bahwa saat ini ada masalah bagi mereka yang ingin jujur dengan gender mereka sendiri.

Ini bukan sesuatu yang bisa diselesaikan oleh kaum perempuan sendiri. Komunitas gamer laki-laki juga harus melihat pandangan yang sama dengan gamer perempuan. Jika pemahaman dan rasa hormat tidak ada, maka komunitas esports tidak akan bisa bergerak maju.

Pertanyaan: Apa yang bisa kulakukan untuk memperbaiki hal ini?

Semua orang bisa membantu dengan menghindari penggunaan komentar-komentar yang bernada misoginis. Bila sedang membicarakan seorang pemain, bicarakan saja persoalan keahlian, kekuatan, kelemahan, dan hilangkan isu jenis kelamin dari pola pikir. Hal ini nantinya akan berjalan dua arah: jika ada yang menggunakan belahan dada untuk menarik viewer ke stream-nya, maka kita sudah bisa menebak apa yang dia harapkan.

Pertanyaan: Mengapa hal ini penting?

Industri esports memasarkan dirinya sebagai sebuah wadah bagi siapa pun untuk mencapai kesuksesdan hanya menggunakan keahlian. Saat ini, hal ini tidak berlaku untuk kaum perempuan, dimana mereka tidak diizinkan untuk mengikuti turnamen-turnamen besar, karena akan dianggap sebagai distraksi atau pengganggu.

Bagaimana para manajer dan sponsor memandang tentang hal ini di dalam competitive gaming?

Saya pikir kita bisa sama-sama setuju bahwa pemisahan kategori kompetisi esports berdasarkan gender didasarkan pada asumsi bahwa perempuan hanya akan berdampak negatif terhadap industri esports, hanya karena keberadaan mereka yang belum dapat diterima. Laki-laki juga bukannya tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri dan seharusnya tidak memerlukan ‘bantuan khusus’ semacam ini agar tetap fokus dalam pertandingan. Sama halnya dengan victim blaming, dimana jika perempuan tidak berpakaian tertutup, maka dia diartikan untuk meminta sesuatu yang negatif. Perempuan langsung diremehkan hanya karena mereka perempuan. Tidak ada alasan lain. Tidak ada masalah pada apa yang dikenakan, seperti apa penampilannya, seperti apa suaranya. Selama dia adalah perempuan, dia adalah gangguan.

Fenomena Team Siren

Saya percaya ketika kebanyakan orang melihat video perkenalan Tim Siren, kita bisa langsung mengatakan bahwa video promosi ini tidak dipikirkan secara matang. Video tersebut memperlihatkan bahwa tim Siren (saat berada di rank Gold I) mampu bersaing dengan tim pro yang lain. Tim Siren yang nantinya diketahui terdiri dari individu-individu yang belum dewasa, sangat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap pro gamer perempuan.

Mengejek tim musuh saat pertandingan hanya berujung untuk menurunkan citra Tim Siren. Respon pemain dan komunitas terhadap mereka sudah tidak sehat, ditambah lagi dengan masalah dengan manajer mereka yang memaksa Tim Siren LoL (League of Legends) untuk bubar sebulan setelah tim dibuat.

Anda dapat melihat dengan mudah bagaimana semua ini menciptakan situasi sulit bagi gamer perempuan yang berusaha membangun tim mereka sendiri. Pihak mayoritas memiliki imej buruk terhadap tim perempuan. Adanya gamer perempuan yang berkompetisi dalam dunia pro gaming itu masih dipandang sebagai sebuah konsep yang baru dan mereka terbebani bukan hanya karena prasangka buruk dalam komunitas game, tapi juga karena segregasi di dunia nyata. Hanya ada sedikit perempuan di dalam komunitas gamers, dan itu adalah hasil dari apa yang dirasa benar oleh masyarakat.

Ironisnya, bubarnya Tim Siren mungkin menguntungkan perempuan yang ingin berkompetisi di eSports, dengan memperlihatkan masalah bahwa saat ini masih tidak ada pro gamer perempuan. Selain sikap dan pemasaran, Tim Siren cukup berani untuk membawa sorotan sebagai tim perempuan yang memperjuangkan adegan besar itu. Jika saja fokus tim tersebut lebih terletak pada ‘mencari kemenangan’ bukan pada ‘menjual citra’, tim Siren bisa saja lebih sukses.

Fenomena ini memiliki andil dalam penciptaan 2014 Amateur Challenge for Ladies.

2014 Amateur Challenge for Ladies


Latar belakang: KeSPA (Korea e-Sports Association) menyelenggarakan The Amateur Challenge for Ladies tahun ini, yang menampilkan keseluruhan tim wanita di kancah pro Korea.

Setelah melakukan penelitian mendalam tentang masalah ini, saya dapat menyetujui inisiatif ini. Orang-orang telah menyamakannya dengan liga amatir lain yang sudah ada, tapi apa yang menjadi minat perempuan dalam pro gaming adalah kesempatan untuk menciptakan lingkungan yang kompetitif di mana mereka mampu untuk menjadi lebih baik, mendapatkan pengalaman sebagai tim dan saling berkompetisi di tingkat atas. Sesuatu yang saat ini tidak terbuka untuk mereka. Bahkan jika seorang perempuan berpartisipasi dalam turnamen amatir, ketika dia mencapai suatu tingkat tertentu, dia tidak lagi dapat melangkah lebih jauh, karena dia tidak mendapat latihan dan pengalaman yang dibutuhkan.

Apa yang tidak dipecahkan oleh turnamen ini adalah terciptanya sebuah kondisi yang mudah untuk memiliki dampak negatif terhadap perempuan yang ingin berkompetisi di eSports. Namun, ini adalah sebuah langkah menuju arah yang benar, dan memaksa media untuk menciptakan diskusi publik yang terus berlanjut. Isu ini tidak akan pernah terselesaikan bila hanya diabaikan. Kenyataan bahwa segregasi ini seharusnya dibuat sejak awal hanya karena perempuan tidak diperbolehkan memasuki liga laki-laki, sungguh menggambarkan kenyataan yang menyedihkan. Kita sebagai komunitas bisa mengubah hal ini, dan kita memiliki tanggung jawab untuk melakukannya.

Ketika ada tim female pro gamer dengan skill dan pengalaman yang mumpuni, kita akan menyaksikan tim ini naik ke LCS , dan seterusnya. Mudah-mudahan, pada saat itu kita semua bisa lebih menerima dan menghapus gagasan kuno bahwa pria tidak dapat mengendalikan diri mereka saat ditempatkan di lingkungan yang mendukung kesetaraan gender. Ini akan membuat esports menjadi tempat dimana semua orang bisa menjadi sukses.

Liga khusus perempuan adalah solusi yang muncul karena kekurangan alternatif lain. Fakta bahwa saat ini, satu-satunya kesempatan perempuan untuk menjadi relevan dalam esports menunjukkan betapa seksisnya masyarakat kita. Ada perempuan di luar sana yang ingin dan dapat bersaing di jenjang yang sama dengan pemain pro lainnya, namun karena opini-opini yang telah terbentuk di masyarakat menyebabkan mereka tidak dapat menerobos stereotip yang ada di gaming comunity.

Sebuah Realita yang Menyedihkan

Tim yang berpartisipasi dalam Season 3 World Championship kali ini semuanya tidak memiliki anggota perempuan, dan secara historis, tidak pernah ada. Setelah penelitian ekstensif, satu-satunya contoh yang saya temukan adalah Lin “Colalin” Ying Hsuan, pemain pengganti untuk Taipei Assassins and Taipei Snipers.

Sangatlah jelas kalau jarak antara liga Amatir dan Dunia itu sangat lebar. Namun, bagaimana kita dapat mengharapkan hasil yang berbeda jika mereka tidak diberikan akses, tempat untuk mendapatkan pengalaman dan mengasah kemampuan?

Ini tidak hanya berlaku untuk anggota tim; beberapa tim masih ada yang tidak memiliki satupun anggota perempuan. Ini membuktikan bagaimana laki-laki sungguh mendominasi industri game. Apakah ini buruk? Pasti. Ini menjadi faktor yang membuat seseorang mempertimbangkan apakah kita lebih menghargai bakat daripada kita menghargai kenyamanan lingkungan mono-gender. Orang-orang yang membaca ini termasuk pemain dan penikmat esports. Saya berasumsi bahwa kita semua menginginkan hal yang sama - pengalaman terbaik yang bisa diberikan oleh pro gamer dan olahraga yang dapat membuat kita menjadi komunitas yang tertutup.

Sumber: klik ini
Diubah oleh venture.ninja 19-12-2017 09:26
0
10.9K
64
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan