- Beranda
- Komunitas
- News
- Beritagar.id
Vaksin difteri di antara KLB dan sertifikasi halal


TS
BeritagarID
Vaksin difteri di antara KLB dan sertifikasi halal

Seorang siswa SMA Negeri 33 mendapatkan imunisasi serentak atau Outbreak Response Immunization (ORI) Difteri, di Cengkareng, Jakarta, Senin (11/12/2017)
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI menyatakan belum pernah menerima pendaftaran dan permintaan pemeriksaan kehalalan vaksin difteri dari pihak manapun. Lalu apakah masyarakat perlu meragukan statusnya?
Menteri Kesehatan, Nila F. Moeloek, menyatakan target 95 persen program imunisasi di Indonesia tahun ini tak tuntas di beberapa daerah. Padahal, menurut Immunization Specialist Unicef Indonesia, Kenny Peetosutan, cakupan minimal 95 persen program vaksinasi dibutuhkan untuk menciptakan herd community atau kekebalan lingkungan.
Di antara penyebab tak tercapainya target imunisasi tersebut, adalah penolakan dari orang tua. Di Jakarta misalnya, ada orang tua yang khawatir anaknya menjadi panas setelah imunisasi. Sementara di DI Yogyakarta, masih ada orang tua yang menolak karena status halal-haram vaksin yang digunakan.
Nila menegaskan bahwa imunisasi memiliki lebih banyak kemaslahatan ketimbang mudharatnya, saat menanggapi vaksin yang masih diperdebatkan kandungannya oleh sebagian masyarakat antivaksin. Dalam Antaranews, ia berpesan bahwa masyarakat yang menolak imunisasi bisa membahayakan orang lain.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) memang menyatakan belum menerima pendaftaran dan permintaan pemeriksaan kehalalan vaksin difteri dari pihak manapun. "Sehingga MUI belum pernah menerbitkan sertifikasi halal terhadap vaksin tersebut," kata Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi, dilansir Antaranews, Selasa (12/12/2017).
Menurut telaah MUI, kata dia, pada dasarnya hukum imunisasi adalah boleh (mubah) sebagai bentuk upaya mewujudkan kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu. Tetapi vaksin yang digunakan harus halal dan suci. Kendati begitu, jika belum ada vaksin halal dan dalam kondisi darurat mengancam jiwa boleh digunakan.
Zainut merujuk fatwa MUI No. 4/2016 tentang Imunisasi, yang mana pada butir kelima menyatakan, "Dalam hal jika seseorang yang tidak diimunisasi akan menyebabkan kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen yang mengancam jiwa, berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya, maka imunisasi hukumnya wajib".
Hal ini ditegaskan Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar. Menurut dia seharusnya masyarakat tidak perlu khawatir tentang haram tidaknya vaksin yang digunakan. Dalam hal ini, menurutnya, masyarakat sebaiknya mengutamakan keselamatan nyawa anak-anak dengan upaya pencegahan melalui vaksinasi.
"Dalam Islam, ada keadaan di mana kita diperbolehkan untuk menghalalkan segala cara jika sudah menyangkut nyawa. Misalnya, dalam keadaan darurat umat Islam boleh mengonsumsi babi pada hari di mana tidak ada lagi makanan yang bisa dimakan selain babi tersebut," katanya kepada Okezone.
Wabah difteri belakangan ditetapkan lagi sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Pasalnya, data Kemenkes menunjukkan sejak 1 Januari hingga 4 November 2017 menunjukkan telah ditemukan 591 kasus difteri dengan 32 kematian di 95 Kabupaten/Kota di 20 Provinsi di Indonesia.
Masalah KLB difteri ini pernah muncul di Indonesia sebelum 1990. Kemudian dapat diatasi hingga pada 1990 dinyatakan bebas difteri. Sempat terjadi lagi dan dapat diatasi pada 2013. Kini, KLB difteri terulang kembali.
Mulai Senin, 11 Desember 2017, Kemenkes pun melakukan imunisasi difteri serentak di 12 kabupaten/kota di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Walaupun Jawa Timur merupakan provinsi dengan kasus difteri terbanyak, tapi dinilai sudah duluan melaksanakan ORI (Outbreak Response Immunization).
Menurut penjelasan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, Oscar Primadi, "Tahap pertama di tiga provinsi karena prioritas melihat kepadatan penduduk, sehingga tingkat penularan bisa terjadi lebih cepat," ujarnya seperti dikutip Antara (h/t CNN Indonesia).
Ketua Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan, Dede Yusuf, meminta Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan bila anggaran Kemenkes tidak cukup dalam mengatasi KLB kali ini. Dia menyarankan meminta anggaran dari dana cadangan, yang pada 2017 ini pemerintah punya alokasi sebesar Rp40,2 triliun.
"Ada yang namanya kontingensi. Mestinya itu ada. Itu adanya di Kementerian Keuangan. Jadi mestinya bisa berkoordinasi untuk mengambil dana itu. Karena KLB itu sifatnya harus ditangani secepatnya," ujar Dede, dilansir KBR, Senin (11/12).
Difteri adalah penyakit mudah menular, berbahaya, dan dapat menyebabkan kematian tersebab bakteri Corynebacterium diptheriae. Tandanya terjadi peradangan pada selaput saluran pernafasan bagian atas, hidung, dan kulit. Imunisasi untuk mencegah difteri sebenarnya sudah termasuk ke dalam program nasional imunisasi dasar lengkap.

Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...tifikasi-halal
---
Baca juga dari kategori BERITA :
-

-

-



anasabila memberi reputasi
1
1.4K
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan