Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

alumina48Avatar border
TS
alumina48
Duri dalam Daging Proyek Listrik 35.000 MW


tirto.id - Pemerintah dan PT PLN (Persero) harus memutar otak mengatasi kelistrikan yang anomali di tahun ini. Biasanya kurang pasokan, kini malah kelebihan pasokan listrik terutama di Jawa-Bali, akibat program 35 ribu MW yang dicanangkan pemerintahan di luar dugaan.

“Pangkal permasalahannya, asumsi pertumbuhan konsumsi listrik yang enggak ada dasarnya,” kata Dwi Sawung dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

Sejak program ini dimulai, kapasitas pembangkit listrik PLN telah bertambah 7.442 megawatt (MW). Tambahan pasokan ini terutama dari pembangkit listrik milik swasta atau independent power plant (IPP). Sialnya, ia dibarengi penurunan konsumsi listrik masyarakat pada 2017.

Namun, apa daya, kontrak sudah diteken, PLN harus tetap membeli listrik dari IPP yang dibangun swasta, yang sarat padat modal. Imbasnya, ongkos pembelian listrik swasta oleh PLN membengkak dalam dua tahun terakhir. Dari hanya Rp4,4 triliun pada 2015 bertambah 1.256,82 persen menjadi Rp59,7 triliun pada 2016.

Hingga September 2017, PLN sudah mengeluarkan Rp53 triliun untuk membeli listrik swasta. Angka ini mencerminkan 23 persen dari total beban usaha PLN.

Buntutnya, kinerja keuangan PLN memburuk dari tahun ke tahun. Pada 2015, PLN membukukan rugi usaha Rp8,2 triliun. Namun, pada 2016, kerugian usahanya bertambah menjadi Rp31,6 triliun. Beruntung, subsidi pemerintah menjadi penyelamat kinerja PLN.

Alhasil, setelah memasukkan subsidi, PLN masih mengantongi laba usaha setelah subsidi sebesar Rp28,8 triliun. Ini pun turun dibandingkan laba usaha tahun sebelumnya sebesar Rp48,3 triliun.

Kalaupun akhirnya laba bersih PLN berhasil naik dari Rp6 triliun pada 2015 menjadi Rp10,5 triliun pada 2016, ini karena PLN mendapat keuntungan selisih kurs valuta asing sebesar Rp4 triliun, dari sebelumnya rugi kurs Rp27 triliun.

Kondisi ini membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melayangkan teguran tertulis kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno. Intinya, pada surat 19 September 2017 itu, Sri Mulyani meminta Menteri ESDM mengevaluasi realisasi program pembangkit listrik 35 GW.

Di tengah kemelut surplus listrik dan postur keuangan PLN, pemerintah memprakarsai program tambah daya listrik bagi pelanggan golongan listrik nonsubsidi. Program ini dianggap kental agenda untuk menyelamatkan penjualan PLN di tengah kelesuan konsumsi listrik. Di sisi lain, cadangan daya listrik PLN berlebih.

Untuk pasokan di Jawa-Bali, PLN saat ini memiliki cadangan daya 31 persen. Bahkan, di tempat lain, PLN memiliki cadangan daya yang sangat besar. Sebut saja di Nias (116 persen), Tanjung Pinang (985 persen), Belitung (96 persen), Bangka (44 persen), Ambon (112 persen), dan Mahakam (39 persen).

Baca juga: ESDM: Penyederhanaan Daya Listrik Dorong Produktivitas Masyarakat

PLN menepis tudingan bahwa rencana menaikkan daya listrik merupakan akal-akalan PLN untuk menjual kelebihan cadangan listriknya.

“Ini bukan pertama kali kami bikin program. Sebelumnya, kami buat program diskon 50 persen untuk permintaan kenaikan daya. Lalu, dalam rangka Hari Listrik, kami ada program cuma bayar 72 persen, orang juga senang. Kok, sekarang, mau digratiskan, kami malah dicurigai?” tanya I Made Suprateka, Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, Senin, akhir November lalu.

Namun, rencana menaikkan daya listrik tersebut memang cukup ekstrem. Semula PLN hendak meniadakan pelanggan 900 VA, 1.300 VA, 2.200 VA, dan 3.300 VA, diganti menjadi 4.400 VA. Rencana ini kemudian berubah dengan tidak memasukkan golongan 900 VA. Jadi, golongan 1.300 VA – 4.400 VA akan diganti menjadi 5.500 VA. Langkah ini, selain dituding bakal menambah beban masyarakat, juga mendorong pemborosan listrik.

Suprateka membantah dengan mengklaim bahwa selama ini "banyak pelanggan" ingin menaikkan daya listrik di rumah mereka seiring kebutuhan listrik yang meningkat. Namun, tambahnya, lantaran PLN tak mempunyai cadangan listrik yang cukup, mereka harus antre lama untuk mendapatkan penaikan daya listrik.

“Akibatnya, banyak yang menunda rencananya tambah kamar atau beli barang elektronik, karena listrik jadi jeglek. Nah, dengan program 35 GW, sekarang PLN mempunyai cadangan listrik yang cukup untuk memenuhi permintaan masyarakat,” kata Suprateka.

Suprateka juga menepis tudingan bahwa penyeragaman tersebut akan membebani masyarakat. Alasannya, PLN tidak mengenakan biaya tambah daya, tarif listrik juga tetap, dan biaya berlangganan mengikuti biaya golongan daya sebelum dinaikkan. “Tagihan sesuai dengan pemakaian listrik,” imbuhnya.

Selain itu, program ini tetap bersifat sukarela. Mereka yang bersedia mengikuti program ini harus mendaftarkan diri. “Yang tidak mau ikut, ya, nanti kalau program ini sudah selesai, akan kena biaya tambah daya normal,” jelas Suprateka.

Saat ini, menurut hitungan PLN, ada sekitar 13,3 juta pelanggan golongan daya 1.300 VA – 4.400 VA yang bisa masuk dalam program tersebut.

Ia belum bisa memastikan kapan program ini akan dimulai karena masih dalam tahap pembahasan. Yang jelas, program akan dilakukan secara bertahap, kemungkinan sampai pertengahan tahun depan, dengan prioritas pelanggan di Jawa. Pasalnya, kebanyakan pelanggan berada di Jawa. Selain itu, wilayah ini memiliki infrastruktur kelistrikan yang paling bagus.

Suprateka memperkirakan, PLN akan mengeluarkan biaya sekitar Rp60.000 per pelanggan untuk pembelian mini circuit breaker (MCB). Padahal, jika pelanggan ingin melakukan tambah daya, saat ini kena biaya sekitar Rp400.000 – Rp4,5 juta, tergantung golongan.

Di satu sisi mendorong adanya penambahan daya, pemerintah juga mendorong PLN harus lebih efisien soal biaya operasi, terutama menyangkut pembelian energi primer. Surat tertanggal 3 November 2017 yang ditandatangani Direktur Ketenagalistrikan Andy Noorsaman Sommeng, Kementerian ESDM meminta PLN agar meninjau kembali perjanjian pembelian listrik atau power purchase agreement (PPA) dari IPP berskala besar yang berlokasi di Jawa.

Suprateka mengklaim, PLN tengah mengupayakannya. Bahkan, sebelum ada surat dari Dirjen Ketenagalistrikan, PLN telah mulai melakukan negosiasi PPA atau perjanjian jual beli tenaga listrik dengan sejumlah pengembang pembangkit listrik swasta berskala besar di Jawa. Namun, ia menolak untuk menyebutkan nama-nama perusahaan yang tengah diajak berunding.

“Saya rasa kurang etis kalau menyebutnya,” kata Suprateka.

Baca juga: Menaikkan Golongan Listrik, Menggenjot Jualan PLN

https://www.google.co.id/amp/s/amp.tirto.id/duri-dalam-daging-proyek-listrik-35000-mw-cBuP

Sudah tawu sekarang alasan kenapa wacana pemerintah menaikkan pelanggan1300 ke 5500.,
Nda mikir nda mikir,.
Sekelas rizal ramli sudah bisa mikir,. Yang begini mau 2 periode, bisa bangkrut indonesia indonesia salah urus.

Ramalan Rizal Ramli Soal Proyek 35.000 MW yang Bisa Bikin PLN Bangkrut

detikfinance

Home Fokus Infrastruktur Market Watch Ekonomi Bisnis Finansial Properti Energi Industri Perencanaan Keuangan SolusiUKM Konsultasi Market Research Wawancara Sosok Bursa Valas Moneter Foto Infografis Video d'Preneur Indeks
Home / detikFinance / Detail
Rabu 27 Sep 2017, 12:37 WIB
Ramalan Rizal Ramli Soal Proyek 35.000 MW yang Bisa Bikin PLN Bangkrut
Hans Henricus BS Aron - detikFinance
Ramalan Rizal Ramli Soal Proyek 35.000 MW yang Bisa Bikin PLN Bangkrut
Foto: Pool
FOKUS BERITA:Sri Mulyani Waswas Utang PLN
Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyurati Menteri ESDM, Ignasius Jonan dan Menteri BUMN, Rini Soemarno, soal utang PT PLN (Persero). Dalam suratnya itu, Sri Mulyani khawatir kondisi keuangan PLN akibat kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman.

Selain itu, PLN juga dibebani investasi dalam proyek listrik 35.000 MW yang merupakan penugasan pemerintah. Selain Sri Mulyani, ada juga pihak yang sudah mengkhawatirkan kinerja keuangan PLN bakal memburuk gara-gara mega proyek tersebut, yaitu Rizal Ramli.

Hal itu disampaikan Rizal saat menjabat Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya di Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo, 2015 lalu. Lantas, apa kata Rizal Ramli soal kondisi keuangan PLN waktu itu?


Baca juga: Rizal Ramli Sebut Proyek 35.000 MW Rugikan PLN Rp 150,6 T/Tahun

Menurut Rizal, berdasarkan hitungannya dalam 5 tahun ke depan, Indonesia hanya butuh pembangkit listrik dengan kapasitas total 16.000 megawatt (MW), bukan 35.000 MW.

"Kita melihat segala sesuatu dengan faktual dan logis kalau 35.000 MW tercapai 2019, maka pasokan jauh melebihi permintaan, ada idle (kelebihan) 21.000 MW. Di sana ada listrik swasta," jelas Rizal di Jakarta, Senin (7/9/2015) silam.

Rizal menjelaskan, dengan kelebihan kapasitas listrik 21.000 MW yang dibangun swasta atau Independent Power Producer (IPP), maka PLN tetap wajib membayar biaya listrik ke perusahaan swasta berdasarkan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik atau Power Purchase Agreement (PPA), antara PLN dengan IPP. Artinya pakai tidak dipakai, listriknya PLN tetap wajib bayar ke perusahaan swasta.

"Maka PLN harus bayar 72% listrik dari listrik yang tidak terpakai," kata Rizal.

Baca juga: Rizal Ramli: Proyek 35.000 MW Tak Bisa Dicapai Dalam 5 Tahun

Dia menambahkan, PLN telah menghitung perkiraan listrik yang akan dibayarkan dari 72% atau 21.000 MW yang tidak terpakai nantinya bila proyek 35.000 MW ini selesai dalam 5 tahun ke depan. Jumlahnya cukup fantastis, yakni mencapai US$ 10,763 miliar per tahun atau sekitar Rp 150,6 triliun.

"Mau dipakai apa tidak PLN wajib bayar listrik yang tidak terpakai, 72% yang tidak terpakai dari proyek 35.000 MW itu nilainya tidak kurang dari US$ 10,763 miliar," ungkap Rizal.

"Bila 35.000 MW ini dipaksakan, maka membahayakan keuangan PLN, bahkan bisa berujung pada kebangkrutan," tutur Rizal.

Baca juga: Khawatir Soal Utang PLN, Sri Mulyani Surati Jonan dan Rini

Nah sekarang, lewat Surat Sri Mulyani tersebut, ramalan Rizal Ramli terbukti. Surat Sri Mulyani kepada Jonan dan Rini, bernomor S-781/MK.08/2017 menjelaskan kekhawatiran terhadap kondisi keuangan PLN.

Kekhawatiran itu akibat besarnya kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang tidak didukung oleh pertumbuhan kas bersih operasi. Ada potensi terjadinya gagal bayar.

Kondisi tersebut berpotensi memburuk karena PLN harus investasi untuk program pembangunan 35.000 MW yang merupakan penugasan pemerintah.

0
2.4K
26
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan