- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Manuver Pencitraan Walikota Medsos di Pilkada Jabar


TS
leokenedy
Manuver Pencitraan Walikota Medsos di Pilkada Jabar

WALIKOTA Bandung, Ridwan Kamil bisa dibilang kepala daerah yang sangat aktif menggunakan media sosial. Setidaknya, ada tiga akun media sosial yang dikelola langsung tanpa bantuan asisten khusus yaitu twitter, instagram dan twitter. Secara berkala pula Ridwan Kamil menyampaikan ide dan program-programnya dalam melakukan penataan kota Bandung yang cantik.
Tentu keputusan mengelola langsung akun media sosial itu sudah diperhitungkan dengan matang. Jika nanti ada komentar yang pro kontra, menyulut emosi dan polemik maka Ridwan Kamil memilih untuk tidak menanggapinya. Dia juga paham bahwa terjun langsung ke media sosial seperti mengajak masuk ke hutan rimba dengan penghuninya yang beragam mulai dari yang pedas, ganas, nyinyir, mencela, memuji, dan menyanjung sekalipun semua tersedia lengkap. Untuk hal-hal seperti ini Ridwan Kamil memilih menjaga diri agar tidak tersedot masuk dalam polemik itu.
Membangun komunikasi politik lewat media sosial menjadi cara yang efektif bagi Ridwan Kamil dalam melaksanakan program kerja. Dengan jumlah follower twitter 2,8 juta, like facebook 3,2 juta, dan 7,4 juta love instragram membuat Ridwan Kamil terlihat perkasa dalam menjalin komunikasi dengan urang Bandung. Apalagi kesemua pengikutnya itu sangat responsif dalam merespon setiap unggahan Ridwan Kamil. Ridwan juga seolah paham bahwa para pengikutnya itu akan menyebarluaskan lagi ke berbagai akun yang lainnya hingga tak jarang terjadi viral di Bandung.
Lewat media sosial pula, Ridwan Kamil bisa melakukan apapun. Mulai dari penyebarluasan informasi dan membangun kesadaran warga, mengklarifikasi berbagai tuduhan yang dilontarkan oleh para lawan politik, meluruskan pemberitaan yang tidak berimbang di media massa, hingga menetralisir berbagai informasi yang menyesatkan ataupun berita kebohongan seperti hoax termasuk sebagai upaya gerak cepat Ridwan Kamil dalam memberikan bantuan kepada warganya yang membutuhkan.
Keaktifan Ridwan Kamil di media sosial, rupanya sudah terjadi sejak dia belum menjadi Walikota Bandung. Kala itu dia lebih banyak menggunakannya untuk melakukan gerakan-gerakan di media sosial. Dia merasa media sosial sangat efektif dalam melakukan sosialisasi gerakan atau kampanye ke kalangan anak muda. Karena itu strategi membangun komunikasi lewat media sosial terus dilakukan hingga kini namun tetap tidak meninggalkan cara berkomunikasi konvensional.
Publik Bandung mungkin masih ingat saat Ridwan Kamil mencoba melakukan penertiban terhadap pedagang kaki lima (PKL) yang sudah lama berjualan di Jalan Kepatihan Bandung. Para PKL ini dianggap melanggar Perda Kota Bandung nomor 11 tahun 2005 tentang ketertiban, kebersihan, dan keindahan dan memberlakukan denda kepada masyarakat yang bertransaksi di lokasi tersebut. Jadi para PKL itu harus direlokasi ke Gedebage, Bandung.
Lewat media sosial, Ridwan Kamil melakukan gerakan secara masif ditambah lagi melalui media massa dan media luar ruang seperti baliho, spanduk dengan tujuan untuk menggugah kesadaran baru. Secara terus menerus, Ridwan Kamil mengirimkan pesan komunikasi lewat berbagai macam postingan yang tentunya dapat menarik para pengikutnya yang sebagian besar adalah generasi milenial.
Propaganda komunikasi politik melalui saluran media sosial rupanya berhasil dilakukan. Pesan komunikasi itu lantas dielaborasikan dengan cantik dan persuasive sehingga akhirnya warga bisa terbujuk untuk ikut taat dengan peraturan tersebut. Keberhasilan ini rupanya berdampak pada peningkatan citra politik Ridwan Kamil sendiri. Warga Bandung pun juga berhasil termanipulasi psikologis dengan sangat smooth dan tidak bisa dirasakan.
Ridwan Kamil sadar betul bahwa cara efektif untuk pembentukan persepsi adalah melalui media massa dengan salah satunya media sosial tadi. Dia bisa dengan leluasa mempengaruhi persepsi khalayak tentang isi pesan yang dianggap penting. Tentunya, Ridwan Kamil dengan cerdik memilih kemasan pesan prioritas yang akan disampaikan secara smooth dengan mempertimbangkan faktor agenda setting yang akan dimainkan. Dengan begitu persepsi khalayak akan dengan sendirinya terbentuk. Lewat upaya tersebut, Ridwan Kamil dengan piawai memainkan 5 hukum komunikasi REACH : respect (menghargai), empathy (kemampuan mendengar), audible (mau mendengar), clarity(jelas), dan humble (rendah hati).
Formula itu dia ulangi pada program lain berkali-kali sehingga warga Bandung secara tidak sadar telah berubah dengan sendirinya tanpa suatu paksaan. Rumus inilah yang kemudian menjadi kunci keberhasilan Ridwan Kamil dalam membangun pencitraaan yang berpengaruh pada kenaikan elektabilitasnya pada Pilkada Jabar 2018 nanti.
Sayangnya konsistensi Ridwan Kamil dalam melakukan hal tersebut belakangan ini tergantikan dengan keinginan dirinya untuk tampil selfie di media sosial miliknya itu. Beberapa kali terlihat foto dirinya yang narsis sedang sendiri maupun lagi bersama dengan istri. Bahkan keberhasilan Ridwan Kamil dalam mendapatkan beragam apresiasi penghargaan cukup dominan menghiasi lini masanya tersebut. Tidak lagi terdengar program-program nyata yang dapat mengubah kebiasaan masyarakat Sunda. Beberapa posting yang sebetulnya tidak perlu dan bernada candaan sepertinya agak sedikit meneguhkan maksud berselfie tersebut.
Karena terlalu asyik bermain media sosial itu, Ridwan Kamil sampai lupa dengan urusan utama yaitu menciptakan birokrasi yang bersih bebas dari praktek korupsi, pungli dan suap di Pemeirntahan Kota Bandung. Problem kronis ini seperti membelit para pengusaha yang mengeluhkan susahnya untuk berusaha di Bandung akibat proses perijinannya yang memakan waktu lama. Proses yang berbelit dan lama membuka peluang terjadinya praktek suap dan pungli antara birokrat dan pengusaha. Dan demi mendapatkan ijin yang cepat tak jarang pengusaha menggunakan jalan pintas.
Gara-gara itu, Pemkot Bandung gagal membangun birokrasi perijinan yang cepat, ringkas dan bebas dari praktek suap. Bahkan berdasarkan hasil survei Transparancy Internasional Indonesia (TII) tentang Indeks Persepsi Korupsi (IPK), Bandung mendapatkan presentase suap yang tinggi hingga menccapai 10,8 persen dari total biaya produksi. Tentunya kabar ini sangat mengejuktkan banyak pihak. Kota Bandung yang dinilai bersih pada kenyataanya menjadi kota dengan indeks korupsi tertinggi di Indonesia.
Jerry Massie, Ph.D pengamat kebijakan public dari Indonesian Public Institute (IPI), mengatakan apa yang disajikan oleh survey tersebut tentunya sangat berbeda jauh dengan upaya membangun persepsi yang dilakukan dengan smooth oleh Ridwan Kamil. Di satu sisi, publik menjadi terlena dengan cerita kesuksesan Ridwan Kamil di media sosial. “Padahal, selama ini Pemkot Bandung dinilai sudah melakukan pembenahan sistem dan pembersihan di sejumlah instansi guna mencegah suap dan korupsi, tapi yang terjadi justru suap semakin meningkat dan cenderung lebih parah di tahun 2017 ini,” kata Jerry seperti dikutip Tempo.
Terkait dengan IPK Kota Bandung, publik bisa melihat rekam jejak (track record) berdasarkan data runtun waktu (time series) dalam beberapa tahun sebelumnya yaitu 2015 hingga 2017. Jerry menyebut, pada 2015, Indeks Persepsi Korupsi Kota Bandung berada di level paling rendah. Artinya, Kota Bandung menjadi kota paling korup dari 11 kota yang disurvei TII. Survei dilakukan serentak pada 20 Mei – 17 Juni 2015 kepada 1,100 pengusaha dengan menggunakan metode penarikan sampel stratified random sampling.
Dari data survei TII tersebut diperoleh data kota yang memiliki skor IPK tertinggi adalah Kota Banjarmasin dengan skor 68, Kota Surabaya 65 dan Kota Semarang dengan skor 60. Sedang Kota yang memiliki skor terendah adalah Kota Bandung dengan skor 39, Kota Pekanbaru 42 dan Makassar dengan skor 48.
Pengamat pemerintahan dari Local Goverment Institute Studies Bambang Wisono menyatakan, praktek suap di Pemkot Bandung di bidang perijinan berdasarkan hasil survei yang dirilis oleh TII untuk tahun 2017, terparah dibanding tahun 2015 & 2016.
“Artinya pimpinan instansi perijinan di tahun sebelumnya sudah berusaha memperbaiki sistem prosedur perijinan yang bertujuan untuk memberantas suap, namun tahun ini setelah berganti pimpinan, hal tersebut tidak bisa ditingkatkan atau minimum dipertahankan. Perijinan menjadi lebih lambat, pelaku usaha dirugikan dan malah memicu lebih maraknya suap,” ungkap Bambang.
Tentunya hasil suvey ini akan menjadi catatan tersendiri bagi Ridwan Kamil. Belum lagi kota Bandung ternyata termasuk dalam kota yang paling intoleran dalam survey yang dilakukan oleh Setara Institute tentang indeks kota toleran 2015. Dengan predikat itu bisa dibilang urang Bandung sekarang ini sedang mengalami krisis jatidiri.
Ditengah masifnya arus teknologi yang menggempur perkotaan, membuat generasi milenial di Bandung semakin jauh dari falsafah lokal nan kental yang menjunjung tinggi keramahan, sopan santun, toleransi kepada setiap tamu yang datang atau “someah hade ka semah”. Keunggulan kearifan lokal ini tergantikan dengan generasi milenial yang kebanyakan micin yang makin tidak jelas namun tetap ingin eksis dengan cara yang instan. Sikap silih asah, silih asuh dan silih asih juga semakin tak terdengar lagi di kalangan generasi milenial di Bandung. Revolusi mental juga sepertinya belum disentuh dengan maksimal oleh Ridwan Kamil karena tergantikan dengan berbagai pembangunan proyek infrastruktur seperti sarana umum, taman, trotoar, dan fasilitas lainnya.
Agaknya masih terlampau jauh bila kemudian berusaha menyandingkan Ridwan Kamil sebagai calon wakil presiden bagi Presiden Jokowi di Pilpres 2019. Apalagi kemampuannya dalam mengelola propinsi Jawa Barat yang luas ini juga belum teruji. Dan memang tak bisa ditampik kalau tingkat popularitas dan elektabilitas Ridwan Kamil yang sangat tinggi memberikan potensi kuat untuk mendampingi Jokowi di tahun 2019. Survei terakhir Indo Barometer yang dilakukan pada 15-23 November memperlihatkan, tingkat kesukaan publik terhadap Ridwan Kamil mencapai 76,3 persen, dan tingkat pengenalan publik pada RK sebesar 73,4 persen.
Bahkan dalam pertanyaan terbuka pilihan calon Wakil Presiden (cawapres) untuk Jokowi, survei memperlihatkan Ridwan Kamil ada di posisi ke-5 dengan raihan 5,4 persen. Ia berada di bawah Anies Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono, Basuki T Purnama, dan Gatot Nurmantyo. Direktur Indo Barometer Muhammad Qodari menyebut, jika Ridwan Kamil menjadi cawapres nanti besar kemungkinan untuk memenangkan suara di Jawa Barat yang pada tahun 2014 lalu kalah telak dari Prabowo Subianto.
Saat itu, Jokowi hanya meraih 40,22 persen suara, sedangkan Prabowo Subianto berhasil meraih 59,98 persen. Selain di Jabar, Jokowi kalah telak di Sumatera Barat (23,08 persen : 76,92 persen), dan di NTB (27,55 persen : 72,45 persen). "Jokowi pasti memperhatikan hitung-hitungan ini," pungkas Qodari.
Namun dengan kondisi yang ada saat ini, sikap Ridwan Kamil yang kurang simpatik terhadap PDI Perjuangan menjadi hambatan bagi kemulusan langkahnya tersebut. Bahkan di kalangan internal PDI Perjuangan sendiri lebih senang mencari sosok cawapres yang mampu menjalankan fungsi-fungsi administratif seperti melakukan perencanaan, monitoring, hingga evaluasi terhadap berbagai program yang sudah dilakukan.
Apalagi sosok Jokowi merupakan tipe pekerja keras yang tidak suka terlalu sering menghabiskan waktu untuk sibuk membalas pesan hingga mencoba aplikasi baru di medsos seperti yang dilakukan oleh Ridwan Kamil. Jokowi lebih suka blusukan, menemui warganya yang berada di tapal batas, titik terluar dan terdepan negara dan langsung melakukan kerja nyata.
Link :
http://leokenedy.blogdetik.com/2017/...702.1510899616


tien212700 memberi reputasi
1
2.3K
21


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan