- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pebisnis Muda di Pluit Ungkap Modal Awal Berbisnis


TS
zhouxian
Pebisnis Muda di Pluit Ungkap Modal Awal Berbisnis
Berbisnis bukan perkara mudah. Tidak cukup hanya mengandalkan modal materi. Tetap butuh skill, pengetahuan, dan mental. Modal besar tanpa disertai skill, pengetahuan, dan mental, hasilnya tidak akan baik. Begitupun sebaliknya. Skill, pengetahuan, dan mental tanpa disertai modal, prosesnya juga akan sulit berkembang.
Sejumlah entrepreneur muda di kawasan Pluit Kapuk sudah membuktikannya. Sebut saja Maria Anggraini. Dia sempat harus menutup restorannya di Jakarta Selatan. Bukan karena tidak ada modal, tetapi dia merasa memang sudah tidak bisa lagi diteruskan. Sebab, lokasi restonya tidak strategis. Progress-nya berbeda jauh dengan Engs Restaurant yang berlokasi di Muara Karang.
“Di bidang kuliner, lokasi adalah raja. Saya tidak boleh ego. Saya sudah tahu salah posisi. Selama 2 tahun saya sudah usahakan yang terbaik, tapi hasilnya masih tidak baik. Ya, mau enggak mau ditutup,” ucap Maria saat ditemui di Kafetia PIK, Senin (6/11/2017).
Lalu, pada 2012, dia coba menjajal bidang fashion. Mulai dari online hingga mampu membuka toko retail This is April di Ambassador. Menurut Maria, semua bisnis bisa survive asal dikelola dengan baik.
“Kita harus ikuti zaman. Jangan stuck dengan cara lama. Untuk resto, kita harus efektif, inovatif, dan kreatif. Manfaatkan sosial media untuk pemasaran. Sama halnya dengan baju. Kita harus kreatif membuat desain, update style, dan smart dari segi marketing. Intinya, to survive we need to embrace change, and adapt and if we can be the trend setter. Don’t stay in our comfort zone,” papar wanita berusia 26 tahun ini.
Alvin Tanudjaya, owner Latteria Gelato juga berpendapat sama. Dia pun sempat merasakan kegagalan dalam berbisnis. “Wajar. Justru, kegagalan yang membuat kita belajar dan terus melakukan evaluasi. Kegagalan juga membuat kita lebih tertantang untuk sukses.”
Menurut dia, hal pertama yang harus ada dalam berbisnis adalah ide. Lalu, brain storm untuk mengaplikasikan ide tersebut. Langkah awal selanjutnya, kemampuan menganalisa pasar dan analisa supplier.
“Bila itu sudah dilakukan. Barulah mencocokkan human resource. Apakah sumber daya manusia yang dimiliki sanggup mengaplikasikan ide awal. Setelah itu, baru budget. Cukup gak budget-nya, apakah harus pinjam bank, atau harus buka kecil-kecilan dulu, atau buka online. Kalau lima tahap itu sudah matang, baru kita jalan,” tutup Alvin, Senin (13/11/2017).
Begitupun berbisnis di bidang jasa. Menurut Owner Diverse Movement Crew (DMC) dan Diverse Muaythai Caroline Wong, semboyan tamu adalah raja itu bener. Alhasil, bila ingin langgeng, seorang pebisnis harus mampu menjaga kualitas dan pelayanan.
“Kerja keras dan tulus. Pengalaman saya, lewat ketulusan itulah kita lebih mudah berpromosi. Banyak klien yang membantu promosi. Sudah saya buktikan, awalnya hanya 4 murid, kini sekitar 3 tahun berjalan sudah 180 orang,” ucapnya.
Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Terlebih, bisnis yang digeluti Caroline bergerak di bidang jasa. “Kita harus membangun koneksi agar mereka yang berlatih dance nyaman. Intinya, bagaimana cara kita membangun image bahwa DMC adalah suatu keluarga. Lalu, kalau untuk anak-anak, bagaimana cara kita merangkul para orangtua,” jelasnya.
Perlu edukasi soal dance untuk mereka. Sebab, dance bukan hanya sekadar iseng. Ini seni yang menyehatkan. Anak bisa lebih berekspresi dan bersosialisasi. Bila anak sehat, nantinya juga akan berpengaruh positif terhadap perkembangan akademiknya.
“Kedepannya, saya tentu berharap brand DMC dapat lebih populer. Sehingga, bisa menjadi tempat sehat dan melahirkan dancer-dancer Indonesia yang berkualitas, tidak kalah dengan luar negeri,” ucap wanita berusia 36 tahun ini.
Owner Epitome Stephen Leo pun turut memberikan tipsnya. Menurut dia, bisnis harus dikelola dengan baik. Fokus sampai hal yang lebih detail, baik yang baru membangun maupun yang tengah berjalan. Jadi, bukan hanya persiapannya saja. “Ya, saya masih proses pembelajaran. Masih butuh kritik dan saran dari berbagai pihak. Semua perlu didengar dan dipertimbangkan matang.”
http://infonitas.com/pluit-kapuk/usa...erbisnis/55452
modal gan
Sejumlah entrepreneur muda di kawasan Pluit Kapuk sudah membuktikannya. Sebut saja Maria Anggraini. Dia sempat harus menutup restorannya di Jakarta Selatan. Bukan karena tidak ada modal, tetapi dia merasa memang sudah tidak bisa lagi diteruskan. Sebab, lokasi restonya tidak strategis. Progress-nya berbeda jauh dengan Engs Restaurant yang berlokasi di Muara Karang.
“Di bidang kuliner, lokasi adalah raja. Saya tidak boleh ego. Saya sudah tahu salah posisi. Selama 2 tahun saya sudah usahakan yang terbaik, tapi hasilnya masih tidak baik. Ya, mau enggak mau ditutup,” ucap Maria saat ditemui di Kafetia PIK, Senin (6/11/2017).
Lalu, pada 2012, dia coba menjajal bidang fashion. Mulai dari online hingga mampu membuka toko retail This is April di Ambassador. Menurut Maria, semua bisnis bisa survive asal dikelola dengan baik.
“Kita harus ikuti zaman. Jangan stuck dengan cara lama. Untuk resto, kita harus efektif, inovatif, dan kreatif. Manfaatkan sosial media untuk pemasaran. Sama halnya dengan baju. Kita harus kreatif membuat desain, update style, dan smart dari segi marketing. Intinya, to survive we need to embrace change, and adapt and if we can be the trend setter. Don’t stay in our comfort zone,” papar wanita berusia 26 tahun ini.
Alvin Tanudjaya, owner Latteria Gelato juga berpendapat sama. Dia pun sempat merasakan kegagalan dalam berbisnis. “Wajar. Justru, kegagalan yang membuat kita belajar dan terus melakukan evaluasi. Kegagalan juga membuat kita lebih tertantang untuk sukses.”
Menurut dia, hal pertama yang harus ada dalam berbisnis adalah ide. Lalu, brain storm untuk mengaplikasikan ide tersebut. Langkah awal selanjutnya, kemampuan menganalisa pasar dan analisa supplier.
“Bila itu sudah dilakukan. Barulah mencocokkan human resource. Apakah sumber daya manusia yang dimiliki sanggup mengaplikasikan ide awal. Setelah itu, baru budget. Cukup gak budget-nya, apakah harus pinjam bank, atau harus buka kecil-kecilan dulu, atau buka online. Kalau lima tahap itu sudah matang, baru kita jalan,” tutup Alvin, Senin (13/11/2017).
Begitupun berbisnis di bidang jasa. Menurut Owner Diverse Movement Crew (DMC) dan Diverse Muaythai Caroline Wong, semboyan tamu adalah raja itu bener. Alhasil, bila ingin langgeng, seorang pebisnis harus mampu menjaga kualitas dan pelayanan.
“Kerja keras dan tulus. Pengalaman saya, lewat ketulusan itulah kita lebih mudah berpromosi. Banyak klien yang membantu promosi. Sudah saya buktikan, awalnya hanya 4 murid, kini sekitar 3 tahun berjalan sudah 180 orang,” ucapnya.
Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Terlebih, bisnis yang digeluti Caroline bergerak di bidang jasa. “Kita harus membangun koneksi agar mereka yang berlatih dance nyaman. Intinya, bagaimana cara kita membangun image bahwa DMC adalah suatu keluarga. Lalu, kalau untuk anak-anak, bagaimana cara kita merangkul para orangtua,” jelasnya.
Perlu edukasi soal dance untuk mereka. Sebab, dance bukan hanya sekadar iseng. Ini seni yang menyehatkan. Anak bisa lebih berekspresi dan bersosialisasi. Bila anak sehat, nantinya juga akan berpengaruh positif terhadap perkembangan akademiknya.
“Kedepannya, saya tentu berharap brand DMC dapat lebih populer. Sehingga, bisa menjadi tempat sehat dan melahirkan dancer-dancer Indonesia yang berkualitas, tidak kalah dengan luar negeri,” ucap wanita berusia 36 tahun ini.
Owner Epitome Stephen Leo pun turut memberikan tipsnya. Menurut dia, bisnis harus dikelola dengan baik. Fokus sampai hal yang lebih detail, baik yang baru membangun maupun yang tengah berjalan. Jadi, bukan hanya persiapannya saja. “Ya, saya masih proses pembelajaran. Masih butuh kritik dan saran dari berbagai pihak. Semua perlu didengar dan dipertimbangkan matang.”
http://infonitas.com/pluit-kapuk/usa...erbisnis/55452
modal gan
0
1.6K
8


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan