Masih lanjut dengan pembahasan TDPT gan-sist
Sebenarnya meneliti merupakan aktivitas filsafat atau berfilsafat, karena filsafat jika kita lihat dari histori barat dimulai dengan mengupas realitas dibalik materi (fisika) atau lebih dikenal dengan atomistik. Begitupun dalam histori islam, dalam pandangan mistis atau supranaturalnya mencoba mencari sesuatu dibalik penciptaan alam semesta (Allah Subhanahuwata’ala). Seperti yang dikatakan Haidar Bagir pada bukunya “Buku Saku Filsafat Islam” bahwa filsafat memiliki peran dalam meneliti secara radikal (baca; sampai pada akar terdalam sesuatu) sesuatu realitas dan dibalik realitas tersebut.

Jika merujuk pada argumentasi para filusuf terkemuka (Barat dan Islam) tentang aktivitas filsafat, tentunya memberikan paradigma mahasiswa sejatinya adalah generasi filusuf modern, setidaknya sebagai penerus dan pewaris filusuf. Barangkali itu menjadi bukti kuat bawha mahasiswa itu agent of change. Tetapi hari ini kita, khususnya saya, merasakan fenomena, yang walaupun tidak pernah mengalami secara bahsyariah fenomena tersebut, dimana terjadi pergeseran atau penyekatan antara sains empirik dengan ilmu sosial (baca; filsafat teoritik maupun praktik). Barat dan timur pun ketika mencoba mengasingkan filsafat dengan sains, tidak bisa dihindari, mengalami kemerosotan moral dan bahkan kehancuran tatanan hidupnya sebagai manusia. Kalaupun tidak dapat difahami, setidaknya saya paparkan sedikitnya fenomena sejarah yang terjadi dalam dunia sains dan filsafat, karena memang hal ini perlu disampaikan sebagai bahan pertimbangan dalam menyelesaikan pemahaman kita tentang penelitian tersebut.
Quote:
Penelitian adalah jawaban ilmiah terhadap permasalahan yang dihadapi manusia pada umumnya.
Menurut yudistira K. Garna (1999:14-15) perkembangan penelitian secara filosofis, bermula dari adanya kritik dari dalam komunitas peneliti dan kelompok ilmuan yang biasanya berasal dari perdebatan mendalam, berkaitan dengan bagaimana metode atau pendekatan penelitian yang dianggap cocok dan tidak cocok dengan hakikat masalahnya.⁽⁵⁾
Secara subtansial, meskipun kajian dasarnya berbeda, jika didekati secara aksiologi akan ditemukan titik temu yang kondusif antara nilai guna ilmu alamiah dan ilmu sosial. Konteks tujuan dan manfaat kedua ilmu tersebut pada dasarnya secara pragmatis bermaksud mengangkat harkat dan martabat kemanusiaan.
Besar harapan saya, kita yang sebagai manusia modern jangan sampai mengalami lebih dalam fenomena yang pernah terjadi pada paruh abad pertengahan hingga ahir abad 19 tersebut. Tapi demikian yang terjadi hari ini bahwa, meskipun terlihat sedikit samar, ada pemisahan pembahasan filsafat dikalangan mahasiswa. Terkhusus yang tengah saya alami dilingkungan dimana saya menempuh kuliah strata-1 (S1) saat ini. Ada sebuah system yang, secara memaksa ataupun tidak, menjauhkan mahasiswa dari pembahasan filsafat, yang pada ahirnya terbentuklah paradigm bahwa mahasiswa tidak perlu, bahkan penting, untuk memahami atau berfilsafat. Meski disetiap fakultas terdapati matakuliah yang membahas filsafat tapi tidak secara mendalam, barangkali hanya pada permukaan saja. Seyogyanya ada system yang mengarahkan para mahasiswa untuk lebih dalam berfilsafat, karena itu merupakan hal yang melekat terhadap mahasiswa itu sendiri.
Mengapa demikian ? karena dalam hal meneliti sesuatu harusnya didasari dengan metodologi yang tepat, secara empiris ataupun metafisis (baca; metafisis adalah melakukan penelaahan dan pencarian sesuatu dibalik realitas fisik).
Ada sebuah pernyataan bahwa filsafat itu sulit dan lain sebagainya, itu merupakan salah satu hasil fenomena pemisahan bahkan pengasingan filsafat dengan ilmu lain. Maksudnya, dengan pengasingan itulah ahirnya filsafat tidak diajarkan sejak dini tidak seperti ilmu-ilmu lainya, dan dari sinilah anggapan sulit terhadap filsafat itu muncul, dan jikalau filsafat diajarkan sejak dini sama seperti ilmu yang lainya, setidaknya sama sulit dan mudahnya dengan ilmu-ilmu lain, sehingga menjadi sebuah paradigm yang tidak berguna jika filsafat itu sulit.
Quote:
Analogi
Kita punya seorang teman laki-laki dan seorang perempuan, ketika kita belum mengetahui bahwa mereka ini berpacaran, pastinya tidak akan banyak muncul pertanyaan. Tetapi ketika kita mengetahui kedua teman ini berpacaran, maka akan banyak pertanyaan muncul seperti “kapan jadiannya?”, sejak kapan saling mencintainya?”, “kok bisa yah ?”, dan banyak lagi pertanyaan tentang itu.
Hal diatas memberikan pelajaran (baca; pengalaman) sederhana bahwa ketika kita dihadapi hal baru maka niscaya kita akan terdorong untuk masuk pada hal tersebut lebih dalam, dalam bahasa kids zaman now adalah kepo, dan itu tidak bisa kita hindari. Dan ini merupakan aktivitas filsafat sederhana yang sedang kita pelajari. Atau sering kita mendengar bahwa semakin kita “tau” maka semakin kita merasa “belum tau apa-apa”. Sedikit saya bahas tentang makna “padi semakin berisi maka semakin merunduk” itu adalah kita ketahui bahwa symbol dari merunduk menunjukan kita lemah, tak berdaya, malu dan lain sebagainya, nah maksud dari itu adalah dalam posisi kita belum mengetahui sesuatu maka kita akan merasa lemah, tak berdaya, dan lebih cenderung merasa malu, karena kebelumtauan tersebut. Intinya semakin kita mengetahui sesuatu maka sejatinya kita sedang membuka gerbang kepada pengetahuan sesuatu yang lainnya. Ini merupakan ke-Maha Dahsyat-an Allah dalam mencipta “ilmu, akal dan hati.
Berbicara masyarakat modern, tentu tidak seperti masyarakat madani dalam pandangan beberapa filsuf, dan sebenarnya hampir semua filusuf mengatakan hak sama, bahwa berbeda antara modern dan madani. Tentunya masyarakat modern seperti yang dikatakan Sayyed Hossein Nasr dalam beberapa bukuny “The Hearth Of Islam” masyarakat modern merupakan prodak pemisahan sains dan filsafat, dalam hal ini kecenderung pola hidupnya materialis, yang pada puncak akibatnya adalah eksploitasi, tidak seperti yang di tawarkan filsafat, khususnya filsafat alam (Nature Philosophy) yang kecenderungan memilihara, sama hala apa yang dikatakan Quraish Shihab dalam kajian Tafsir Al-Misbah-nya, karena secara praktis filsafat itu berbicara etika yang secara inti menghasilkan tindakan moral yang begitu adanya.
Quote:
Pengembangan
Tentunya seluruh gerak yang kita lakukan merupakan akumulasi dari pemahaman kita, yang mendasari tindakan kita. Penelitian adalah tahap dimana kita menyelesaikan persoalan dan menentukan keabsahan sesuatu yang kita temui. Dilihat dari sejarah manusia, tentu kita akan selalui temukan yang namanya perkembangan, dan dari perkembangan itu saya klasifikasikan beberapa perkembangan, dari sejarah selalu menunjukan objek perkembangan manusia, yang dari manusia ini memunculkan perkembangan yang lainya yakni perkembangan teknologi, dan pastinya keseluruhan perkembangan itu adalah perkembangan zaman.
Dalam tanggung jawabnya mahasiswa sebagai aktor dalam mengembangkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dianggap mampu menyelesaikan persoalan yang ada. Analisa yang dilakukan dibidang ekonomi, politik, budaya, sosial dan agama harus terus dilakukan dalam upaya mempertahankan integrasi hal-hal tersebut, minimalnya pencarian titik temu diantaranya. Pergolakan ekonomi, yang hari ini menjadi pembicaraan vocal di negri ini memang memprihatinkan, keluhan pemberdayaan ekonomi yang tidak menyeluruh, yang meskipun masyarakat kita hanya memandang kebutuhan sandang dan pangan mereka. Tapi mahasiswa harus melihat lebih dalam dari persoalan ekonomi ini, yakni system ekonomi yang syarat akan kapitalis ini harus mendapatkan perhatian khusus dan pembahasan serius. Begitupun dengan politik yang hari ini, tidak sedikit masyarakat kita memandang bahwa politik itu kotor dan bahkan kejam, dan kita tidak bisa menyalahkan pandangan tersebut, baik terhadap pandangan masyarakat dan para pelaku politik, tentunya kita harus membuat wacana pencerdasan politik terhadap masyarakat. Disini artinya harus dimulai bahwa mahasiswa harus membuang jauh kesensitifan dan ke-ogah-an terhadap politik, mahasiswa harus memahami dan bahkan menjadi bagian dari aktor politik itu sendiri. Jelas untuk menghindari terbawa arus politik, kita mesti membekali diri dengan pemahaman politik keseluruhan, artinya faham konsep dan substansi politik serta teori praktik politik.
Kemudian kita berbicara budaya hari ini, kita khususkan pada budaya mahasiswa, saya berpendapat bahwa budaya yang dilakukan mahasiswa mampu menjadi tolok-ukur kemajuan suatu daerah. Mahasiswa menjadi patokan budaya suatu bangsa, karena mahasiswa telah dinobatkan sebagai kaum intelektual yang terkenal dengan kawah candradimukanya, kawah candradimuka ini adalah wadah pengemblengan kualitas mahasiswa tersebut. Artinya mahasiswa dijadikan penggerak pengemblengan kualitas SDM sebuah negri. Jika banyak mahasiswa yang secara continue melakukan literasi (baca; baca-diskusi-tulis), niscaya budaya yang akan terbentuk di daerah tersebutpun akan mengikuti. Seperti yang kita ketahui bahwa lingkungan mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi individu dan sebaliknya. Hemat saya, melawan budaya bukan dengan menghancurkannya, melawan secara tegas, tapi dengan menciptakan budaya yang lainya, maka akan menjadi budaya mempengaruhi budaya. Bukan perang budaya yang saya maksud, perang budaya terjadi karena benturan langsung antara budaya 1 dengan yang lainya, tentunya diperlukan metode persuasi dan silaturahmi yang baik ketika kita mencoba memunculkan budaya baru, salah satu metode yang saya fahami adalah dengan budaya yang tidak memiliki pertentangan atau paradoks dengan budaya yang lain. Berbicara merubah memang membutuhkan waktu dan usaha yang tidak sedikit, tapi dengan kesungguhan dan kekonsistenan yang dibalut dengan etika kemanusiaan niscaya akan menghasilkan perubahan yang dikehendaki. Pun dengan persoalan sosial dan agama, mahasiswa mesti berperan dalam kondisi sosial dan agama masyarakat hari ini. Indonesia yang, setidaknya dulu, kental denga kerjasama dan barangkali terkenal dengan sebutun gotong-royongnya kini terkontaminasi dengan tingkah individualis. Banyak, secara sosial, masyarakat terkikis karakter empati terhadap sesame sehingga lebih mementingkan urusan pribadinya. Berasal dari budaya, gotong-royong yang dilakukan mahasiswa, sedikit-banyaknya, mampu merubah mainset masyarakat dan menumbuhkan kepekaan sosialnya kembali. Yeng tentunya juga ini bisa kita sandarkan dengan persoalan agama, yang secara keseluruhan saya fahami, bahwa seluruh agama mengajarkan untuk peduli terhadap sosial, setidaknya untuk saling mengasihi-menyayangi satu sama lain. Agama mana yang tidak sepakat dengan konsep manusia adalah mahluk yang memahlukan mahluk lainya ?
Artinya pemahaman universal mesti mahasiswa menguasainya, karean mau tidak mau mahasiswa sudah kental dengan hierarki bahwa mahasiswa adalah penengah antara kaum borjuis dan kaum gresut (masyarakat).
Sekian gan-sist, semoga bermanfaat untuk gan-sist semua....
terus ikuti trit ane yah gan-sist
Trit lainya tentang Tridharma Perguruan Tinggi gan-sist, ini trit yang terahir gan-sist... mau mampir dari trit pertama nih disni....
Pembahasan pertama Tridharma Perguruan Tinggi
Pembahasan ke-2 Tridharma Perguruan Tinggi
Pembahasan ke-3 Tridharma Perguruan Tinggi
Pembahasan ke-4 Tridharma Perguruan Tinggi
Mau trit yang lainya gan ? dimari aja gan-sist...
Semua Trhead ane gan-sist