Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

marmut.deglokAvatar border
TS
marmut.deglok
Sejarah Persaudaraan Jawa-Tionghoa di Yogya Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan
Quote:




Cino wurung, Jowo tanggung, Londo pun durung

sejarah Yogya dan Tionghoa sudah bermula lama sekali, tercatat dalam sejarah, RM Said Pangeran Sambernyawa pada tahun 1741 sudah memimpin laskar Tionghoa dalam serangkaian pemberontakan pada Belanda yang terjadi di Jawa.

pada masa masa setelah peristiwa tersebut, tercatat ada tiga trah keturunan Tionghoa di lingkungan Keraton Yogyakarta, yaitu: Trah Secodiningrat, Trah Honggodrono, dan Trah Kartodirjo.

diantara ke 3 trah tersebut, yang menonjol adalah Secadiningrat, yang dimulai dari sesorang bernama Tan Jin Sing yang kemudian atas restu penguasa Yogya menjadi bupati salah satu wilayahnya dengan gelar K.R.T Secodiningrat, kelak ibeliau ini turut berperan dalam penemuan Candi Borobudur.

masyarakat Tionghoa berpendapat K.R.T. Secodiningrat mempunyai bakat dalam hal memadukan antara kebudayaan Cina dan unggah-ungguh (sopan-santun) Jawa. Adapun mereka yang tidak senang kepadanya, acapkali menyindirkannya dengan ungkapan berlanggam senada: "Cino wurung, Jowo Nanggung, Londo pun durung" atau dengan kata lain, Cina ya tidak lagi, Jawa ya tanggung, jadi Belanda pun belum.

setelah masa itu, pada awal abad 20 hubungan baikpun tetap belanjut.



pada tahun 1936, masyarakat Tionghoa Yogya urunan beramai ramai mendirikan prasati/tugu Ngejaman.

bila diperhatikan pada tugu tersebut terdapat prasasti atau tulisan. Jam tua yang sekarang masih berfungsi ditaruh diatas tugu dimana dibagian paling atas terdapat logo atau lambang Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Prasasti pada dinding tugu terdapat tulisan yang ditulis dengan huruf Jawa, huruf Latin, dan huruf China.

10 tahun setelah itu perang berkecamuk di Indonesia, dan kota Yogya memegang peranan penting dalam sejarah.



sempat menjadi ibukota RI, Yogya mengalami kecamuk perang dari masa agresi 1 dan 2 hingga serangan umum 1 Maret periode 1946 - 1949.

masyarakat Tionghoa, tak ketinggalan ada yang turut berpartisipasi dalam berjuang bersama rakyat dan Tentara RI, yang tercatat antara lain:

Menurut keterangan Divisi V tentara Republik, pada Mei 1946, Chung Hua Tsung Hui bersama 4 orang pengusaha Tionghoa telah memberi sumbangan sebesar f400.000. uang tersebut dibagi rata diantara Fonds Perjuangan, seksi sosial Fonds Masjumi, Fonds Pemondokan Kaum Buruh, dan Partai Buruh Indonesia.

Setelah aksi militer pertama, CHTH Yogyakarta memimpin kampanye pengumpulan dana untuk pemerintah Republik.

Pada tanggal 3 Agustus 1947, Gabungan Pemuda Tionghoa mengadakan rapat yang diadakan di Yogyakarta, dalam rapatnya tesebut para pemuda Tionghoa menyatakan resolusi-resolusi sebagai berikut

1) Berdiri di belakang pemerintah Republik.
2) Turut mempertahankan Negara.
3) Masuk Badan Kongres RI dan Dewan Pimpinan Pemuda.
4) Usaha sosial: membentuk pos PMI.

Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda kembali melancarkan Agresi Militer yang kedua.

Orang-orang Tionghoa banyak yang ikut membantu perjuangan tersebut. Mereka banyak yang ikut berjuang, bergerilya, dan mendirikan dapur umum sampai menampung para gerilyawan. Contohnya babah Tjoe Kiat, babah Soe Gin, dan Jong Twan. Mereka dengan penuh semangat ikut memberikan makanan. Rumah bagian belakang dijadikan markas bagi para pejuang. Mereka aktif ronda dan memberi jaminan (logistik).

Seorang pengacara Mr. Ko Siok Hie, giat melakukan berbagai aktivitas pro-Republik.

Dua pejabat Republik dalam suatu kesempatan, yaitu Mr. Soemanang dan Mr. Soetopo menghimbau kepada komunitas Tionghoa Yogyakarta supaya membantu penyediaan logistik bagi para pemuda pejuang. Mr. Ko (selaku konseptornya) lalu mempersiapkan “kue keranjang”, suatu jenis makanan tradisional Tionghoa yang bisa tahan lama. Pertama kali diproduksi sebanyak 10 kuintal “kue keranjang”. Agen distribusinya adalah anak-anak kecil.




tentu saja tidak menutup mata kalau memang ada Tionghoa yang pro Belanda maupun Tionghoa yang tak mau terlibat dan sembunyi seperti kebiasaan orang jelata pada umumnya.

tetapi bahkan dokter pribadi Jenderal Soedirman pemimpin pasukan gerilya Republik, juga adalah Tionghoa yaitu dr. Oen yang kemudian namanya oleh pemerintah RI dikenang menjadi nama salah satu RS di Solo.

maka dari itu konyol sekali bila dibilang semua Tionghoa Yogya mendukung Belanda, pihak Keraton tentu saja lebih tahu, secara khusus Sultan Hamengku Buwono IX sebagai pemimpin yang adil dan berwawasan luas tentu tahu hal itu.

kembali ke masa sekarang .. masalah tanah di Yogya secara sejarah bukan disebabkan oleh penghianatan Tionghoa Yogya seperti dijelaskan sejarah hoax semacam itu.. bila ingin tahu duduk masalahnya secara obyektif pembaca dapat menyimaknya di arikel inidan semuanya bisa dimaklumi.



pada hari ini di Yogya, sebuah prasasti berhuruf jawa cina berdiri tegak di dalam kraton Ngayogyokarto Hadiningrat, inilah salah satu prasasti tugu dari dua prasasti yang menyimpan sejarah hubungan warga tionghoa di Jogjakarta.

1. Ing Mataram duk rumuhun, telenging karaton jawi, mangkya mangku buwono, nglenggahi damper mulyadi
2. Prabaweng Pangwasa Prabu, muncarken prabeng herbumi, mangku sarawediningrat, Dera nrusken hujwalaning, keprabon Jeng Sri Mahraja, Lir lumaraping jemparing
3. Tumujweng leres neripun, susatya tuwin mahoni, pamengku nireng buwono. Lus manis cipta tresnasih sih marma mring bangsa Tionghoa, asli saking manca nagri
4. penrenahken manggenipu, ing papan ingkang pakolih laras lan upajiwanya, kang limrah samya mong gramin ing riki nagari harja, tentrem pra dasih geng alit.
5. Bangsa Tionghoa Matur Nuwun/ Harsayeng Tyas Tanpa Pamitan Bangkit Angucapana/ Mengkya Kinertyang Sela Mrih Enget Saklami Laminya/ Rat Raya Masih Lestari

pada baris terakhir ke 5 berarti “…maka kami lantas memahat batu peringatan ini, dengan maksud ingin mengucapkan terima kasih untuk selama-lamanya.kepada Sultan Yogya, sebab terbukti beliau mampu melindungi seluruh warganya,”

lebih baik begitu, apalah artinya sebuah surat sertifikat dibanding penerimaan sebagai bagian dari keluarga besar rakyat Yogya, tentu saja bila tidak setuju masih ada kota lain untuk pindah, tapi nyatanya tidak .. wargaTionghoa Yogya tetap bahagia dan kerasan di Yogya sebagai bagian sejarah dari kota Yogyakarta.

daftar pustaka:

http://jogja.tribunnews.com/2014/10/...-dalam-prasati

http://regional.kompas.com/read/2016....Sing?page=all

file:///C:/DOCUME~1/windows/LOCALS~1/Temp/5781-12691-2-PB.pdf

https://teamtouring.net/tugu-ngejama...ogyakarta.html

http://jogjadiluhung.blogspot.co.id/...ogyakarta.html



emoticon-Ngacir
Diubah oleh marmut.deglok 16-04-2017 13:38
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
9.5K
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan