- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Yogya Masuk 10 Kota dengan Skor Toleransi Terendah, Ini Tanggapan Sultan


TS
berita378
Yogya Masuk 10 Kota dengan Skor Toleransi Terendah, Ini Tanggapan Sultan
Quote:

TRIBUNJOGJA.COM / Dwi Norma Handito
Sri Sultan Hamengku Buwono X, saat menyampaikan Orasi Kebangsaan soal Aktualisasi Pancasila di Auditorium RRI Yogyakarta, Rabu (22/11/2017).
Quote:
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Yogyakarta masuk dalam 10 kota dengan skor toleransi terendah di Indonesia.
Hal ini berdasarkan hasil studi Indeks Kota Toleran tahun 2017 yang dilakukan oleh Setara Institute bekerjasama dengan Unit Kerja Presiden-Pembinaan Ideologi Pancasila (UPK-PIP).
Yogyakarta menjadi kota nomor enam terendah di Indonesia dari 94 kota di Indonesia.
Skor yang didapatkan Yogyakarta adalah 3,40.
Sementara yang menjadi nomor satu terendah adalah DKI Jakarta dengan skor 2,30.
Dikutip dari laman resmi Setara Institute, Setara Institute melakukan melakukan kajian dan indexing terhadap 94 kota di Indonesia dalam hal isu promosi dan praktik toleransi.
Tujuannya adalah antara lain untuk mempromosikan kota yang dianggap berhasil membangun dan mengembangkan toleransi dan dapat menjadi pemicu bagi kota lain untuk mengikuti.
Terkait hal ini Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengaku belum tahu dan tidak mengetahui soal dasar kajian tersebut.
"Gak tau aku, ya dasarnya apa aku gak tau," kata Sultan diwawancara usai menghadiri acara Dialog Interaktif Forum Negara Pancasila di Auditorium RRI Yogyakarta, Kamis (22/11/2017).
Lantas apakah dengan adanya hasil kajian tersebut dapat menurunkan citra Yogyakarta sebagai daerah yang tidak toleran, Sultan mengatakan hal tersebut bisa saja.
Namun dia kembali mempertanyakan apa indikator dari kajian tersebut.
"Ya mungkin bisa (menurunkan citra Yogya) mungkin tidak, tergantung cara melihatnya. Saya gak tau yang ditanya apa, indikator apa, yang menentukan kan indikator. Arep digawe aman yo iso arep digawe rusuh yo iso, itu indikatornya, saya gak tau itu,"kata Raja Kasultanan Yogyakarta ini.
Sultan pun ingin melihat lebih lanjut indikator yang digunakan dalam kajian tersebut karena varian yang digunakan tentunya lebih dari satu dan hal tersebut tidak bisa dengan cara menduga-duga.
Ketika ditanya apakah menurutnya Yogyakarta masih toleran, menurutnya saat ini Yogyakarta masih toleran dan kasus yang ada cenderung menurun.
"Ya kecenderungannya lebih baik. Posisinya lebih menurun jadi lebih baik. Kita tidak bisa menghindari, kondisi itu karena faktual ada, tapi saya tidak bisa mengatakan bagus atau tidak. Menurun ya, kondisinya relatif sekarang kekerasan pemaksaan kehendak sudah berkurang," kata Sultan.
Lebih lanjut Sultan mengakui bahwa kekerasan yang menjadi bentuk intoleransi tidak bisa hilang secara total. Dimana setiap generasi akan ada dan muncul hal tersebut.
Dikutip Tribunjogja.com dari laman setara-institute.org, 10 kota mendapatkan skor toleransi terendah, yaitu DKI Jakarta dengan skor 2,30, Banda Aceh 2,90, Bogor 3,05, Cilegon 3,20, Depok 3,30, Yogyakarta 3,40, Banjarmasin 3,55, Makassar 3,65, Padang 3,75, dan Mataram 3,78.
Disebutkan ukuran yang digunakan antara lain Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), kebijakan diskriminatif, tindakan nyata pemerintah kota, pernyataan pemerintah kota, peristiwa pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan, dan demografi penduduk berdasarkan agama tahun 2010. (TRIBUNJOGJA.COM)
Hal ini berdasarkan hasil studi Indeks Kota Toleran tahun 2017 yang dilakukan oleh Setara Institute bekerjasama dengan Unit Kerja Presiden-Pembinaan Ideologi Pancasila (UPK-PIP).
Yogyakarta menjadi kota nomor enam terendah di Indonesia dari 94 kota di Indonesia.
Skor yang didapatkan Yogyakarta adalah 3,40.
Sementara yang menjadi nomor satu terendah adalah DKI Jakarta dengan skor 2,30.
Dikutip dari laman resmi Setara Institute, Setara Institute melakukan melakukan kajian dan indexing terhadap 94 kota di Indonesia dalam hal isu promosi dan praktik toleransi.
Tujuannya adalah antara lain untuk mempromosikan kota yang dianggap berhasil membangun dan mengembangkan toleransi dan dapat menjadi pemicu bagi kota lain untuk mengikuti.
Terkait hal ini Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengaku belum tahu dan tidak mengetahui soal dasar kajian tersebut.
"Gak tau aku, ya dasarnya apa aku gak tau," kata Sultan diwawancara usai menghadiri acara Dialog Interaktif Forum Negara Pancasila di Auditorium RRI Yogyakarta, Kamis (22/11/2017).
Lantas apakah dengan adanya hasil kajian tersebut dapat menurunkan citra Yogyakarta sebagai daerah yang tidak toleran, Sultan mengatakan hal tersebut bisa saja.
Namun dia kembali mempertanyakan apa indikator dari kajian tersebut.
"Ya mungkin bisa (menurunkan citra Yogya) mungkin tidak, tergantung cara melihatnya. Saya gak tau yang ditanya apa, indikator apa, yang menentukan kan indikator. Arep digawe aman yo iso arep digawe rusuh yo iso, itu indikatornya, saya gak tau itu,"kata Raja Kasultanan Yogyakarta ini.
Sultan pun ingin melihat lebih lanjut indikator yang digunakan dalam kajian tersebut karena varian yang digunakan tentunya lebih dari satu dan hal tersebut tidak bisa dengan cara menduga-duga.
Ketika ditanya apakah menurutnya Yogyakarta masih toleran, menurutnya saat ini Yogyakarta masih toleran dan kasus yang ada cenderung menurun.
"Ya kecenderungannya lebih baik. Posisinya lebih menurun jadi lebih baik. Kita tidak bisa menghindari, kondisi itu karena faktual ada, tapi saya tidak bisa mengatakan bagus atau tidak. Menurun ya, kondisinya relatif sekarang kekerasan pemaksaan kehendak sudah berkurang," kata Sultan.
Lebih lanjut Sultan mengakui bahwa kekerasan yang menjadi bentuk intoleransi tidak bisa hilang secara total. Dimana setiap generasi akan ada dan muncul hal tersebut.
Dikutip Tribunjogja.com dari laman setara-institute.org, 10 kota mendapatkan skor toleransi terendah, yaitu DKI Jakarta dengan skor 2,30, Banda Aceh 2,90, Bogor 3,05, Cilegon 3,20, Depok 3,30, Yogyakarta 3,40, Banjarmasin 3,55, Makassar 3,65, Padang 3,75, dan Mataram 3,78.
Disebutkan ukuran yang digunakan antara lain Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), kebijakan diskriminatif, tindakan nyata pemerintah kota, pernyataan pemerintah kota, peristiwa pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan, dan demografi penduduk berdasarkan agama tahun 2010. (TRIBUNJOGJA.COM)
0
2.6K
Kutip
26
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan