- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Setya Novanto Tak Sendiri: Ada Tiga Ketua dan Seorang Sekjen Partai Lain Terjerat Kor


TS
kelazcorro
Setya Novanto Tak Sendiri: Ada Tiga Ketua dan Seorang Sekjen Partai Lain Terjerat Kor
Setya Novanto Tak Sendiri: Ada Tiga Ketua dan Seorang Sekjen Partai Lain Terjerat Korupsi
Upaya Setya Novanto yang diduga berusaha menghindari hukum begitu menyita perhatian, namun ia bukan ketua partai yang pertama yang ditahan untuk kasus korupsi -dan tak jelas apakah akan merupakan yang terakhir pula.
Setya Novanto bukan pula ketua umum HGolkar dan Ketua DPR pertama yang berurusan dengan hukum. Sebelumnya, mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tanjung juga pernah dijerat kasus korupsi dana nonbujeter Bulog pada 2002.
Akbar dijatuhi vonis tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp10 juta pada 4 September 2002. Majelis hakim Pengadilan Negeri jakarta pimpinan Amiruddin Zakaria menyatakan Akbar terbukti merugikan negara Rp40 miliar karena menyalahgunakan dana nonbujeter Bulog.
Namun vonis itu dibatalkan Mahkamah Agung lewat sidang kasasi pada Februari 2004. Dari lima anggota majelis kasasi, hanya Abdul Rahman Saleh yang menyatakan Akbar bersalah. Akbar akhirnya bebas dari penjara.

Selain Akbar Tanjung dan Setya Novanto, beberapa ketua umum, juga seorang sekretaris jenderal partai lain, harus pula dihadapkan ke pengadilan untuk kasus korupsi. Selain sejumlah anggota dan petingga partai lain. Dan mereka berakhir di bui.
Berikut ini beberapa petinggi partai yang terjerat kasus korupsi.
Lutfhi Hasan Ishaaq

Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Lutfhi Hasan Ishaaq divonis hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider kurungan satu tahun penjara. Putusan itu dibacakan majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 9 Desember 2013.
Majelis menyatakan Luthfi terbukti korupsi dan melakukan pencucian uang. Ia bersama rekannya, Ahmad Fathanah, disebut terbukti menerima suap Rp1,3 miliar dari pihak swasta terkait penambahan kuota impor daging sapi. Uang itu diterimanya kala menjabat anggota Komisi I DPR sekaligus presiden PKS.
Pada September 2014, majelis kasasi Mahkamah Agung justru memperberat hukuman Lutfhi menjadi 18 tahun penjara. Ia juga kehilangan hak politiknya karena dicabut oleh Mahkamah Agung.
Kuasa hukum Lutfhi, Sugiharto menyatakan keberatan atas putusan kasasi tersebut. "Dasar pemberatnya tidak diatur seperti itu dalam UU Korupsi atau KUHAP,"kata Sugiharto, seperti dikutip Kompas.com.
Anas Urbaningrum

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menjadi pesakitan karena dinyatakan terbukti korupsi dan melakukan pencucian uang dalam kasus proyek Hambalang.
Majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan, serta mengganti kerugian negara Rp57 miliar pada 24 September 2014.
Anas diadili karena menerima hadiah dari berbagai proyek pemerintah, termasuk Hambalang senilai Rp116 miliar dan US$5,26 juta. Ia dinyatakan terbukti mencuci uang dengan membeli rumah di Jakarta dan sepetak lahan di Yogyakarta senilai Rp20,8 miliar.
Upaya hukum lanjutan yang ditempuh Anas justru memperberat hukumannya. Mahkamah Agung pada Juni 2015 menambah hukumannya menjadi 14 tahun penjara dan denda Rp5 miliar subsider satu tahun empat bulan kurungan.
Kuasa hukum Anas, Handika Honggo Wongso, keberatan dengan putusan tersebut. "Itu sungguh sangat berat sekali. Jelas mejelis hakim kasasi lebih mengedepankan semangat menghukum dengan meninggalkan semangat mencari keadilan," kata Handika.
Patrice Rio Capella

Mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat, Patrice Rio Capella, terbukti korupsi menerima Rp ,200 juta dari Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonisnya 1,5 tahun dan denda Rp50 juta subsider satu tahun kurungan pada Desember 2015.
Uang yang diterima Rio tersebut dimaksudkan untuk mengurus penghentian perkara korupsi dana bantuan sosial hingga penyertaan modal BUMD Sumatera Utara yang ditangani Kejaksaan Agung. Jaksa Agung H.M. Prasetyo adalah politikus NasDem.
Rio sendiri tidak melakukan perlawanan hukum lanjutan dan menerima putusan majelis hakim tersebut. "Saya terima keputusannya. Terima kasih," kata Rio kala itu.
Suryadharma Ali

Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali didakwa memperkaya diri Rp1,8 miliar dari pelaksanaan haji 2010-2013. Menteri Agama periode 2009-2014 itu juga dinilai menunjuk orang yang tak memenuhi persyaratan untuk menjadi petugas panitia haji.
Hakim menyatakan perbuatan Suryadharma merugikan negara hingga Rp27,2 miliar dan 17,9 juta riyal.
Pada 11 Januari 2016, majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan hukuman enam tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan, lebih ringan dari tuntutan jaksa 11 tahun.
Pada Juni 2016, majelis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justru menambah hukuman Suryadharma menjadi 10 tahun penjara.
Ditambah satu hukuman baru: dicabut hak politiknya untuk jabatan publik selama lima tahun setelah penjara.
"Pak SDA (Suryadharma) tidak akan mengambil langkah hukum (untuk kasasi)," kata kuasa hukum Suryadharma, Johnson Panjaitan, ketika itu.
Spoiler for koruptor:

Quote:
Upaya Setya Novanto yang diduga berusaha menghindari hukum begitu menyita perhatian, namun ia bukan ketua partai yang pertama yang ditahan untuk kasus korupsi -dan tak jelas apakah akan merupakan yang terakhir pula.
Setya Novanto bukan pula ketua umum HGolkar dan Ketua DPR pertama yang berurusan dengan hukum. Sebelumnya, mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tanjung juga pernah dijerat kasus korupsi dana nonbujeter Bulog pada 2002.
Akbar dijatuhi vonis tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp10 juta pada 4 September 2002. Majelis hakim Pengadilan Negeri jakarta pimpinan Amiruddin Zakaria menyatakan Akbar terbukti merugikan negara Rp40 miliar karena menyalahgunakan dana nonbujeter Bulog.
Namun vonis itu dibatalkan Mahkamah Agung lewat sidang kasasi pada Februari 2004. Dari lima anggota majelis kasasi, hanya Abdul Rahman Saleh yang menyatakan Akbar bersalah. Akbar akhirnya bebas dari penjara.

Selain Akbar Tanjung dan Setya Novanto, beberapa ketua umum, juga seorang sekretaris jenderal partai lain, harus pula dihadapkan ke pengadilan untuk kasus korupsi. Selain sejumlah anggota dan petingga partai lain. Dan mereka berakhir di bui.
Berikut ini beberapa petinggi partai yang terjerat kasus korupsi.
Lutfhi Hasan Ishaaq

Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Lutfhi Hasan Ishaaq divonis hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider kurungan satu tahun penjara. Putusan itu dibacakan majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 9 Desember 2013.
Majelis menyatakan Luthfi terbukti korupsi dan melakukan pencucian uang. Ia bersama rekannya, Ahmad Fathanah, disebut terbukti menerima suap Rp1,3 miliar dari pihak swasta terkait penambahan kuota impor daging sapi. Uang itu diterimanya kala menjabat anggota Komisi I DPR sekaligus presiden PKS.
Pada September 2014, majelis kasasi Mahkamah Agung justru memperberat hukuman Lutfhi menjadi 18 tahun penjara. Ia juga kehilangan hak politiknya karena dicabut oleh Mahkamah Agung.
Kuasa hukum Lutfhi, Sugiharto menyatakan keberatan atas putusan kasasi tersebut. "Dasar pemberatnya tidak diatur seperti itu dalam UU Korupsi atau KUHAP,"kata Sugiharto, seperti dikutip Kompas.com.
Anas Urbaningrum

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menjadi pesakitan karena dinyatakan terbukti korupsi dan melakukan pencucian uang dalam kasus proyek Hambalang.
Majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan, serta mengganti kerugian negara Rp57 miliar pada 24 September 2014.
Anas diadili karena menerima hadiah dari berbagai proyek pemerintah, termasuk Hambalang senilai Rp116 miliar dan US$5,26 juta. Ia dinyatakan terbukti mencuci uang dengan membeli rumah di Jakarta dan sepetak lahan di Yogyakarta senilai Rp20,8 miliar.
Upaya hukum lanjutan yang ditempuh Anas justru memperberat hukumannya. Mahkamah Agung pada Juni 2015 menambah hukumannya menjadi 14 tahun penjara dan denda Rp5 miliar subsider satu tahun empat bulan kurungan.
Kuasa hukum Anas, Handika Honggo Wongso, keberatan dengan putusan tersebut. "Itu sungguh sangat berat sekali. Jelas mejelis hakim kasasi lebih mengedepankan semangat menghukum dengan meninggalkan semangat mencari keadilan," kata Handika.
Patrice Rio Capella

Mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat, Patrice Rio Capella, terbukti korupsi menerima Rp ,200 juta dari Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonisnya 1,5 tahun dan denda Rp50 juta subsider satu tahun kurungan pada Desember 2015.
Uang yang diterima Rio tersebut dimaksudkan untuk mengurus penghentian perkara korupsi dana bantuan sosial hingga penyertaan modal BUMD Sumatera Utara yang ditangani Kejaksaan Agung. Jaksa Agung H.M. Prasetyo adalah politikus NasDem.
Rio sendiri tidak melakukan perlawanan hukum lanjutan dan menerima putusan majelis hakim tersebut. "Saya terima keputusannya. Terima kasih," kata Rio kala itu.
Suryadharma Ali

Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali didakwa memperkaya diri Rp1,8 miliar dari pelaksanaan haji 2010-2013. Menteri Agama periode 2009-2014 itu juga dinilai menunjuk orang yang tak memenuhi persyaratan untuk menjadi petugas panitia haji.
Hakim menyatakan perbuatan Suryadharma merugikan negara hingga Rp27,2 miliar dan 17,9 juta riyal.
Pada 11 Januari 2016, majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan hukuman enam tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan, lebih ringan dari tuntutan jaksa 11 tahun.
Pada Juni 2016, majelis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justru menambah hukuman Suryadharma menjadi 10 tahun penjara.
Ditambah satu hukuman baru: dicabut hak politiknya untuk jabatan publik selama lima tahun setelah penjara.
"Pak SDA (Suryadharma) tidak akan mengambil langkah hukum (untuk kasasi)," kata kuasa hukum Suryadharma, Johnson Panjaitan, ketika itu.
Diubah oleh kelazcorro 21-11-2017 22:55
0
6.7K
Kutip
43
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan