Quote:
Halal Lifestyle -Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) masih kalah saing dengan produk impor. Baik secara populasi produksi dan kualitas ketimbang luar negeri seperti New Zealand dan Australia.
Oleh karenanya, Industri Pengolah Susu (IPS) Indonesia masih menggunakan sapi impor untuk memenuhi kebutuhan susu sapi segar dan bahan baku industrinya.
Asisten Deputi Peternakan dan Perikanan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jafi Alzagladi mengatakan, impor Indonesia sekitar 81 persen atau sekitar 3,65 juta ton produksi susu.
Dirjen Industri Argo Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Abdul Rohim mengatakan, pasokan SSDN hanya memiliki sekitar 267 ribu dari 500 ribuan ekor sapi perah yang dapat dikelola.
"Jadi, populasinya masih sangat kecil ketimbang New Zealand yang punya 6,5 juta sapi," ujarnya di Hotel Atlet Century Park, Jakarta, Kamis (16/11).
Rohim berharap, tren susu impor akan mengalami penurunan menjadi 60 persen di tahun 2021.
Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia Agus Warsito mengatakan, dari 267 ribu sapi perah itu tidak semuanya memiliki kualitas susu segar yang bagus. "Paling hanya 20 persennya saja yang bagus kualitasnya. Maka, mustahil bila IPS hanya mengandalkan SSDN, ujarnya.
Selain populasi, pengelolaan sapi perah Indonesia pun dianggap kurang efisien dan higienis. Sebab, masih menggunakan gaya tradisional yakni memerah menggunakan tangan. "Lantai kandang pun masih tanah," katanya.
Agus melanjutkan, berbeda dengan New Zealand dan Australia yang dikelola secara efisien, tidak tersentuh tangan sehingga meminimalisir kuman dengan menggunakan teknologi canggih.
"Terlebih, harga yang ditawarkan mereka lebih murah sekitar Rp2.300-2.400 per kilogram susunya. Makanya, IPS lebih milih produk sapi impor dan kalau gini susah bersaing dengan luar negeri," katanya.