Dari Portugal dan Hawaii Jadilah Keroncong
Dari Portugis, Fado berpadu dengan ukulele dari Hawaii dan alat-alat musik lokal, menghasilkan irama keroncong yang nyaman di telinga.
Kelompok musik Keroncong Tugu tampil meramaikan pekan keroncong di Galeri Indonesia Kaya. (BBC)
Quote:
Inibaru– Rancak musik keroncong begitu memukau masyarakat Moskwa dalam Red Mood Festival yang berlangsung awal November lalu. Musik itu dimainkan Syarif Maulana, penata musik Behind The Actors, kelompok teater asal Bandung yang memainkan wayang keroncong bertajuk Kumbakarna Pejah dalam ajang tersebut.
Musik keroncong memang nyaman di telinga. Di Indonesia, musik yang telah mengalami berbagai evolusi itu telah dimainkan jauh sebelum negeri ini merdeka. Konon, akar keroncong berasal dari fado. Bentuk awal musik ini disebut moresco.
Sunaryo Joyopuspito memperkirakan, musik keroncong masuk ke Indonesia pada 1512, bersamaan dengan ekspedisi Portugal ke Maluku yang dipimpin Alfonso de Albuquerque. Para pelaut Portugal memainkan fado, lagu rakyat Portugis bertangga nada minor.
Fado masih ada di Amerika Latin yang pernah dijajah Spanyol. Sejumlah penyanyi seperti Trio Los Panchos dan Los Paraguayos masih memainkan musik ini. Musik fado mendapat pengaruh dari musik Arab, lantaran Spanyol san Portugis pernah dikuasai bangsa Timur Tengah tersebut.
Pada 1880, keroncong lahir. Musik ini juga dipengaruhi musik Hawaii yang juga berkembang pesat di Nusantara. Musik Hawaii bertangga nada mayor. Alat musik asal Hawaii, ukulele, yang berbunyi “crong-crong” sangat memengaruhi corak musik ini. Bahkan, nama keroncong diambil dari bunyi ukulele.
Dalam bentuknya yang paling awal, moresco diiringi musik dawai seperti biola, ukulele, serta cello. Perkusi juga kadang-kadang dipakai. Set orkes semacam ini masih dipakai oleh Keroncong Tugu.
Keroncong Tugu adalah bentuk keroncong yang masih dimainkan komunitas keturunan budak Portugal dari Ambon yang tinggal di Kampung Tugu, Jakarta Utara. Jenis ini kemudian berkembang ke selatan di Kemayoran dan Gambir, lalu berbaur dengan musik tanjidor Betawi hingga 1920. Masa ini sering disebut sebagai Era Tempoe Doeloe.
Selanjutnya, sejak 1920, pusat perkembangan musik keroncong berpindah jauh ke Solo. Sebagaimana musik Jawa yang cenderung lebih lambat, irama keroncong juga mengalami penyesuaian, menjadi lebih lambat.
Beberapa pemusik di Solo memasukkan unsur seruling bambu dan komponen gamelan dalam musik ini. Keroncong ini pun menjadi populer di seluruh penjuru Nusantara, bahkan hingga Semenanjung Malaya.
Kepopuleran yang juga disebut “Era Keroncong Abadi” ini terhenti pada 1960 lantaran kalah dari musik rock yang mulai berkembang sejak 1950. Lebih dari itu, pengaruh The Beatles pada 1961 juga mengganti selera musik mayoritas publik Indonesia.
Kendati begitu, keroncong tidak benar-benar mati. Hingga saat ini, peminat musik keroncong cukup banyak dan masih dimainkan di berbagai lapisan masyarakat, baik di Indonesia maupun Malaysia.
Saat ini, alat musik yang biasa dimainkan dalam orkes keroncong umumnya terdiri atas ukulele cuk berdawai tiga, ukulele cak berdawai empat, gitar, biola (menggantikan rebab), flute (menggantikan seruling bambu), selo (menggantikan kendang), dan kontrabas (menggantikan gong). (OS/SA)
SUMBER:
https://www.inibaru.id/tradisinesia/...usik-keroncong