BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Segera limpahkan kasus Setya Novanto ke pengadilan

Ketua DPR Setya Novanto bersaksi dalam sidang kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Ketua DPR, Setya Novanto sebagai tersangka. Sejumlah kalangan mengimbau KPK segera melimpahkan perkara dugaan korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) ini ke pengadilan.

Dengan mempercepat pelimpahan perkara ke persidangan, maka pokok perkara tersebut secara otomatis akan terbuka. Di pengadilan, kubu Novanto juga memiliki kesempatan memberikan pembelaan.

Perkara yang dilimpahkan ke pengadilan juga berkaitan dengan kemungkinan upaya praperadilan Novanto.

"Setelah kembali ditetapkan jadi tersangka segeralah dilimpahkan ke pengadilan agar tidak ada waktu untuk praperadilan lagi," kata Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara Mahfud MD dikutip dari Antaranews, Sabtu (11/11/2017).

Berdasarkan Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, penuntut umum umum setelah menerima berkas perkara dari penyidik, paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya berkas tersebut, wajib melimpahkan berkas perkara tersebut kepada Pengadilan Negeri.

Imbauan mempercepat pelimpahan kasus Novanto juga diungkapkan peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada, Oce Madril.

"Kalau sudah cukup alat bukti setelah sebelumnya ditetapkan tersangka, baiknya segera dilimpahkan ke pengadilan dan jangan menunggu terlalu lama," ujar Madril.

Menurut Madril, penetapan Novanto sebagai tersangka adalah legal, karena KPK memang memiliki wewenang untuk menetapkan Novanto kembali sebagai tersangka.

Dengan mempercepat pelimpahan perkara ke pengadilan, Madril mengatakan akan mempersempit ruang bagi Novanto untuk kembali mengajukan praperadilan.

KPK kembali menetapkan Ketua DPR Setya Novanto menjadi tersangka kasus korupsi e-KTP, Jumat (10/11/2017). KPK telah menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan pada 31 Oktober 2017.

Kasus e-KTP telah menjerat lima orang, yaitu dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, anggota DPR Markus Nari dan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sugihardjo.

Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP ini, KPK sempat menetapkan Novanto sebagai tersangka pada 17 Juli 2017 lalu.

Selama menjadi tersangka, Novanto dua kali mangkir dari pemeriksaan dengan alasan sakit. Di sisi lain, Novanto mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan hakim mengabulkan permohonannya pada sidang Jumat (29/9/2017) lalu. Status tersangka Setya Novanto akhirnya dicabut.

Meski Novanto telah lepas dari status tersangka, KPK tetap memanggilnya untuk pemeriksaan sebagai saksi. KPK melakukan pemanggilan pada 13 dan 18 Oktober 2017. Novanto tidak memenuhi panggilan dengan alasan melakukan dinas.

Upaya pemanggilan KPK terhadap Novanto pun diadang surat dari Sekretariat DPR. Surat itu menegaskan bahwa KPK harus mendapat izin dari Presiden untuk memeriksa Novanto.

Novanto tercatat sudah sembilan kali dipanggil sebagai saksi dalam rangkaian perkara korupsi pengadaan e-KTP, sejak Desember 2016 dan Januari 2017. Dalam beberapa panggilan, Novanto hadir tanpa melalui izin Presiden.

Novanto pun tampil pada sidang dengan terdakwa Andi Narogong, Jumat (3/11/2017) lalu. Sepanjang persidangan, Novanto menyampaikan bantahan keterlibatannya dalam proyek senilai Rp5,9 triliun itu. Pernyataan Novanto menjawab pertanyaan majelis hakim didominasi oleh kata "tidak tahu, tidak kenal, dan tidak benar".

Setelah menjadi tersangka lagi, kubu Novanto pun menyiapkan perlawanan. Pengacara Novanto, Fredrich Yunadi memastikan akan mengajukan praperadilan atas penetapan kliennya kembali sebagai tersangka.

Sebagai langkah awal, kubu Novanto memilih langkah pidana dengan melaporkan dua pimpinan dan dua penyidik KPK ke Bareskrim Polri.

Pelaporan tersebut dilakukan tak lama setelah lembaga antirasuah itu menetapkan lagi Novanto sebagai tersangka.

Mereka yang dilaporkan adalah Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman dan penyidik KPK A. Damanik.

Alasan melaporkan para pihak ini di antaranya karena mereka yang menandatangani surat perintah penyidikan (sprindik), surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dan mengumumkan Novanto sebagai tersangka.

Bagi Fredrich, KPK seharusnya menghentikan penyidikan atas Novanto pada kasus e-KTP mengacu pada putusan praperadilan. Fredrich mengatakan, para terlapor telah menghina putusan praperadilan dengan menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...-ke-pengadilan

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Kabar penyanderaan 1.300 warga di Papua dibantah

- Pengacara Setya Novanto bisa kena pasal pidana

- Sepertiga pahlawan Indonesia berlatar militer

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
13.2K
148
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan