Ini adalah sebuah uneg-uneg dari seorang pekerja di suatu kantor, yang dipenuhi berbagai macam karakter manusia. Agan-agan yang udah kerja, dan kerja kantoran mungkin juga bisa tau dan ngelihat orang macam ini.
Spoiler for Isi Thread:
Sebuah kisah di awal minggu ini, mampu membuka kedua mata yang selama ini, entah blur atau buram, pokoknya ngga jelas. Kisah yang selalu sama di awal minggu, kerja, kerja dan kerja. Memang sebagai pekerja, dituntut untuk melalui rutinitas tersebut. Jam mulai yang sama, jam pulang yang sama, kecuali memang mau nambah jam kerja, yang take mungkin dihitung sebagai lembur, karena lembur adalah suatu hal yang mustahil until dikompensasikan, menjadi suatu nominal. Sebagai pekerja, bukanlah hal munafik jika pasti membutuhkan tambahan penghasilan, baik dari usaha di luar kantor, maupun dari internkantor, dalam hal ini ya uang lembur. Kenyataan tidak sesuai dengan harapan, daripada kepikiran dengan hal sepele, percuma, mending nyari inspirasi lain, mengembangkan kreatifitas, dengan pertimbangan tidak menyita waktu di kantor, serta tidak mengganggu anggaran kantor, ini efisiensi apa pelit sama pekerja sendiri sih sebenernya. Ironis, pekerja dituntut dengan target yang tiap tahun ngga mungkin turun, tapi untuk sekelumit hal kecil, kemampuan dan kreatifitas seolah dipagari, ironis.
Bakat seseorang tidak akan berkembang apabila sarana yang tersedia kurang mendukung, terutama dukungan dari yang punya wewenang. Ingin rasanya membuka mata hati dan pikiran mereka. Tapi mulut ini seakan terkunci dalam diam, pikiran ini tertutup rasa takut, takut bakalan ditandain sebagai tukang protes, sosok yang ngga terimaan dan sosok lain yang merongrong keberadaan kantor. Baiklah, pekerja tak ubahnya katak dalam tempurung, dan tempurung ini tertindih batu yang sangat besar. Pekerja yang berbakat tapi kurang disukai, karena tidak mempunyai kemampuan "mulut manis", kalah dan tenggelam dengan pekerja dengan kemampuan minim tapi berbakat membuat orang lain terutama atasan percaya, kata-kata yang dilontarkan, laksana hipnotis. Mungkin itulah bakatnya.
Sisi lain dari pekerja kantor yang berbakat tersebut mulai bergejolak untuk mengutarakan suaranya, dan sekali lagi percuma, cuman bisa teriak dalam hati. Senewen, itulah yang dia rasakan, selama sekian waktu. Rasa tidak puas selalu meliputi hati pekerja tersebut, berangsur-angsur rasa syukurnya kepada apa yang telah diberikan Tuhan menghilang. Untunglah, dia menyadari, untuk menjadi seorang pekerja yang sebenarnya, tak cukup dengan bakat, teori dan keahlian, akan tetapi harus mempunyai otak yang cerdas agar tidak dimanfaatkan dan dibodohi orang lain, serta kecerdikan untuk menangkis sekian banyak jurus dari para penjilat dan pencari muka
Pesanan TS :
Quote:
Bagi para agan yang terjun di kerjaan kantoran, berhati-hatilah dengan makhluk yang disebut dengan penjilat dan pencari muka, agan harus lebih cerdik dan cerdas daripada mereka, karena mereka punya berbagai macam cara untuk berkilah dan berkelit.
Sekian trit ane, di tengah kecamuknya dengan kerjaan.