

TS
ibnuhs
Belajar Pada Semut
Warung tempat saya melewatkan waktu makan siang letaknya tidak jauh dari kantor. Cuma beberapa langkah, tidak sampai 100 meteran sudah sampai. Selain jarak ada beberapa pertimbangan kenapa saya senang makan di situ. Rasanya sesuai dengan lidah saya. Dari sisi harga, tidak membebani dompet. Alasan ketiga - jangan ditiru, hanya dilakukan oleh kalangan profesional - cukup pengertian jika sudah mendekati akhir bulan. Soal terakhir ini, Agan paham maksudnya 'kan? Hehehe.
Suatu ketika acara makan siang saya terganggu dengan kehadiran semut-semut yang merubungi meja. Mending kalau cuma berebut sisa makanan. Eh, tidak sedikit yang nekat merayap ke balik pakaian. Menjengkelkan sendiri. Protes tentu saya layangkan ke Bu De yang sibuk melayani pembeli. Langsung ditanggapi tanpa harus melakukan demonstrasi, eh.
"Sudah berbagai macam cara dicoba, Mas. Sampai mengoleskan Kapur Ajaib pun sudah. Awalnya semut-semut itu memang tidak berani melintas. Tapi belakangan, sepertinya sudah tidak ada pengaruhnya lagi," keluh Bu De setelah pengunjung warung tidak terlalu ramai.
Kapur Ajaib? Agan pasti tahu benda apa itu. Sebuah zat kimia berbentuk seperti batangan kapur yang dioleskan sebagai "pagar gaib" yang tak bisa ditembus oleh serangga. Ada aroma atau justru racun mematikan bagi serangga yang nekad lewat melintas. Lantas kenapa tak ampuh lagi? Ada beberapa kemungkinan. Boleh jadi seiring waktu, racun yang semula mematikan tersebut tak ampuh lagi. Segala sesuatu memiliki batas waktu. Yang dulu gagah kehilangan kemampuan di hadapan sang waktu. Bahkan kita yang sering menyangka paling perkasa. Kemungkinan lain - ini yang menarik menurut saya - kapur itu masih digdaya, semut-semut itulah yang saya bayangkan mengalami mutasi genetis sehingga menjadi lebih kuat. Lebih tangguh untuk melintasi racun mematikan. Dibimbing oleh naluri mereka belajar untuk menyikapi bencana dengan melakukan perubahan. Perubahan yang membuat mereka bertahan bahkan menjadi unggul.
Kita semua tahu, Gan. Sudah banyak bukti bahwa mereka yang tidak siap berubah menjadi lebih baik akan digilas perubahan itu sendiri. Tentu maksudnya berubah menjadi lebih baik. Dulu ada sebuah perusahaan telekomunikasi raksasa (sebaiknya tidak usah disebut namanya) yang tidak segera berbenah ketika tekhnologi Android mulai muncul dan ditanam di ponsel-ponsel kelas menengah ke bawah yang segera saja disambut gempita oleh pasar. Raksasa itu terkapar ditebas kapak perubahan. Perusahaan transportasi resah letika layanan online dengan segala kemudahan dan kenyamanannya berada dalam genggaman konsumen. Tidak siap ketika dunia digital mengalir deras seperti air bah menerjang apa pun yang berdiri di hadapannya.
Karena itu bersiaplah selalu untuk berubah menjadi semakin baik. Tanpa berubah kita tidak akan pernah bisa keluar dari masalah. Bagi kita masalah yang dihadapi tentu jauh lebih kompleks dari sekedar kapur ajaib. Tapi seperti semut-semut yang akhirnya menrobos rintangan yang menghancurkan itu, mereka selamat karena berubah.
Jumpa lagi dalam tulisan lain. Saya tunggu komentar dan masukan dari Agan-Agan sekalian
Suatu ketika acara makan siang saya terganggu dengan kehadiran semut-semut yang merubungi meja. Mending kalau cuma berebut sisa makanan. Eh, tidak sedikit yang nekat merayap ke balik pakaian. Menjengkelkan sendiri. Protes tentu saya layangkan ke Bu De yang sibuk melayani pembeli. Langsung ditanggapi tanpa harus melakukan demonstrasi, eh.
"Sudah berbagai macam cara dicoba, Mas. Sampai mengoleskan Kapur Ajaib pun sudah. Awalnya semut-semut itu memang tidak berani melintas. Tapi belakangan, sepertinya sudah tidak ada pengaruhnya lagi," keluh Bu De setelah pengunjung warung tidak terlalu ramai.
Kapur Ajaib? Agan pasti tahu benda apa itu. Sebuah zat kimia berbentuk seperti batangan kapur yang dioleskan sebagai "pagar gaib" yang tak bisa ditembus oleh serangga. Ada aroma atau justru racun mematikan bagi serangga yang nekad lewat melintas. Lantas kenapa tak ampuh lagi? Ada beberapa kemungkinan. Boleh jadi seiring waktu, racun yang semula mematikan tersebut tak ampuh lagi. Segala sesuatu memiliki batas waktu. Yang dulu gagah kehilangan kemampuan di hadapan sang waktu. Bahkan kita yang sering menyangka paling perkasa. Kemungkinan lain - ini yang menarik menurut saya - kapur itu masih digdaya, semut-semut itulah yang saya bayangkan mengalami mutasi genetis sehingga menjadi lebih kuat. Lebih tangguh untuk melintasi racun mematikan. Dibimbing oleh naluri mereka belajar untuk menyikapi bencana dengan melakukan perubahan. Perubahan yang membuat mereka bertahan bahkan menjadi unggul.
Kita semua tahu, Gan. Sudah banyak bukti bahwa mereka yang tidak siap berubah menjadi lebih baik akan digilas perubahan itu sendiri. Tentu maksudnya berubah menjadi lebih baik. Dulu ada sebuah perusahaan telekomunikasi raksasa (sebaiknya tidak usah disebut namanya) yang tidak segera berbenah ketika tekhnologi Android mulai muncul dan ditanam di ponsel-ponsel kelas menengah ke bawah yang segera saja disambut gempita oleh pasar. Raksasa itu terkapar ditebas kapak perubahan. Perusahaan transportasi resah letika layanan online dengan segala kemudahan dan kenyamanannya berada dalam genggaman konsumen. Tidak siap ketika dunia digital mengalir deras seperti air bah menerjang apa pun yang berdiri di hadapannya.
Karena itu bersiaplah selalu untuk berubah menjadi semakin baik. Tanpa berubah kita tidak akan pernah bisa keluar dari masalah. Bagi kita masalah yang dihadapi tentu jauh lebih kompleks dari sekedar kapur ajaib. Tapi seperti semut-semut yang akhirnya menrobos rintangan yang menghancurkan itu, mereka selamat karena berubah.
Jumpa lagi dalam tulisan lain. Saya tunggu komentar dan masukan dari Agan-Agan sekalian


tata604 memberi reputasi
1
799
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan